AKTRIS penghias layar lebar dan layar kaca era 1980-an dan 1990-an Marissa Haque tutup usia pada 2 Oktober 2024 silam. Perempuan yang pernah menjadi anak-didik Guruh Sukarnoputra di Swara Mahardika ini lahir di Balikpapan pada 15 Oktober 1962 ketika ayahnya yang bekerja di perusahaan minyak ditugaskan di sana.
Allen Haque, ayah Marissa, selain di Balikpapan pernah pula ditempatkan di Plaju, Palembang. Belakangan, Allen pernah menjadi kepala personalia Pertamina di Jakarta.
Allen Haque adalah anak pasangan Siradjul Haque dan Charlotte Louise Poittier. Siradjul merupakan orang India Muslim terkemuka di Batavia era 1930-an, sedangkan Charlotte mantan biarawati Katolik.
Sebagai orang terkemuka era 1930-an, Siradjul yang diperkirakan lahir tahun 1898 memiliki properti di Batavia (kini Jakarta). Salah satunya adalah gedung olahraga. Haque’s Sporthuis, demikian nama gedung olahraga tersebut, iklannya pernah tayang di koran Bataviasche Nieuwsblad edisi 29 April 1935 dan Het Niuewsblad voor Nederland edisi 22 Februari 1935. Dalam iklan tersebut, gedung untuk bermain tenis dan bulutangkis itu beralamat di Citadelweg (kini Jalan Veteran) Nomor 6, tidak jauh dari Monas. Tertera pula nomor telpon Haque’s Sporthuis adalah 900.
Baca juga: Olahraga Simbol Kedaulatan
Siradjul menjadi manager tempat olahraga itu. Sementara, Charlotte Louise juga berdagang membantu suaminya.
Selain mengurus tempat olahraga, Siradjul disebut koran De Courier tanggal 1 Oktober 1935 menjadi ketua peguyuban orang India, yang juga menaungi kelompok Sikh, pada tahun 1935. Dia diharapkan bisa menjadi penengah antara pemerintah kolonial dengan komunitas orang India di Hindia Belanda. Daerah Pasar Baru, yang tidak jauh dari Jalan Veteran, sejak dulu hingga kini merupakan salah satu titik tempat orang India tinggal dan berusaha. Selain toko-toko, sebuah kuil Sikh juga ada di daerah itu.
Baca juga: Jejak Sikh di Indonesia
Siradjul yang lumayan lama menjadi ketua peguyuban orang India, aktif menggalang hubungan dengan komunitas-komunitas India di tempat lain. Soerabaijasch Handelsblad tanggal 4 Juni 1941 memberitakan, Siradjul mengunjungi pengurus komunitas India di Surabaya yang dipimpin TD Kundan. Sama seperti Siradjul, Kundan setelah 1945 menjadi salah satu orang India yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.
Di zaman pendudukan Jepang, Siradjul sempat ditahan militer Jepang di Penjara Cipinang. Kendati tiada kasus pidana yang dilakukan, dia ditahan lantaran alasan politis. Orang India dianggap dekat dengan Inggris, lawan Jepang dalam Perang Dunia II.
“Di waktu roda revolusi berputar, Haque tidak dibiarkan orang untuk istirahat. Banyak pimpin kita keluar masuk rumahnya. Kalau tidak mobil datang menjemput dan ia dibawa entah kemana. Baru jauh malam melalui pergolakan rakyat jelata di jalan, ia dihantarkan pulang. Inggris dan Belanda tak pula ketinggalan minta keterangan. Opsir-opsir India berganti-ganti menemuinya. Dalam berhadapan dengan bangsa barat itu kepentingan Indonesia tak pernah diabaikannya,” kata Newton Rassat di Majalah Vista.
Baca juga: Jasa Patnaik untuk Republik
Sebagai tokoh India yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia, rumah Siradjul ramai didatangai para pejuang. Bahkan, pernah didatangi pemimpin RI seperti Bung karno dan Bung Hatta.
“Konon, rumah kakekku di Jalan Batutulis nomor 27A Jakarta menjadi tempat penampungan tentara berdarah India dari golongan Gurkha dan Sikh yang membelot dari tentara Sekutu,” kata Soraya Haque dalam Soraya Clues: Jjejak-Jejak Perjalanan Jiwa.
Baca juga: Solidaritas Prajurit India Untuk Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka, Siradjul dijadikan kadidat penghubung antara Indonesia dengan Pakistan yang sama-sama baru merdeka. Namun, itu belum sempat terjadi lantaran Siradjul keburu berpulang. Koran Merdeka tanggal 6 September 1948 mengabarkan bahwa Siradjul Haque tutup usia pada 3 September 1948 dalam usia 50 tahun di rumahnya di Jalan Batutulis nomor 27A Jakarta karena sakit.*