Jejak Sikh di Indonesia
Orang-orang Sikh datang sebagai buruh, petani, hingga pedagang. Mereka memiliki kuil sejak masa kolonial.
Sejak pertengahan abad ke-19, orang-orang Sikh mulai berdiaspora ke berbagai penjuru dunia. Dari Eropa, Asia Tenggara, Australia hingga Amerika Utara, komunitas-komunitas Sikh berkembang selama era kolonial. Orang Sikh bermigrasi sebagai buruh, pasukan keamanan, petani hingga pedagang.
Di Asia Tenggara, Malaya menjadi pendaratan pertama orang-orang Sikh. Mereka dibawa oleh Inggris ke tanah Melayu itu pada 1873. Tujuan awalnya untuk memerangi pemberontak Tionghoa di pertambangan timah di Perak.
Menurut Darshan Singht Tatla dalam The Sikh Diaspora, The Search for Statehood, mereka kemudian direkrut dalam dinas pemerintah dan membentuk pasukan keamanan dalam kendali Inggris. Pemerintah Inggris merekrut langsung orang-orang Sikh dari Punjab.
Baca juga: Ketika Islam dan Hindu Bertemu dalam Sikh
Komunitas orang Sikh di Malaya kemudian berkembang ke berbagai tempat di sepanjang Semenanjung Malaya. Dari situ, mereka kemudian bermigrasi ke tempat-tempat di Asia Tenggara lainnya hingga ke Australia dan Selandia Baru.
“Dari Malaya banyak orang Sikh pindah ke wilayah tetangga, Thailand atau Sumatra, sementara orang-orang yang lebih ambisius berangkat ke Australia dan Selandia Baru,” sebut Darshan.
Sementara itu, orang-orang India juga dibawa oleh Belanda sebagai buruh kontrak di perkebunan yang berlokasi di sekitar Medan, Sumatra Utara pada abad ke 19. Mereka berasal dari India selatan maupun utara dengan latar belakang agama Hindu, muslim, dan Sikh.
Senada dengan Darshan, Swarn Singh Kahlon dalam Sikhs in Asia Pasific, Travel among the Sikh Diaspora from Yangon to Kobe menyebut permukiman Sikh telah ada di Sumatra dari sekitar tahun 1898 setelah orang-orang Sikh direkrut sebagai pasukan keamanan wilayah Malaya.
Baca juga: Konflik Muslim-Hindu India dari Masa ke Masa
“Asal usul Sikh Sumatra bukan sebagai orang yang direkrut di kepolisian seperti halnya di negara-negara tetangga, tetapi lebih sebagai kawanan petani dan pengusaha kecil,” tulis Swarn.
Pada akhir abad ke-19 cabang De Javasche Bank dibuka di Medan dan mata uang Belanda mulai diperkenalkan. Orang-orang Sikh dipekerjakan sebagai penjaga keamanan pada bank tersebut. Populasi Sikh di Medan kemudian meningkat pada awal abad ke-20 dan mereka mendirikan kuil Sikh atau Gurdwara pada 1911.
Menurut Swarn, gelombang selanjutnya datang dengan jumlah yang signifikan pada 1920-an. Seperti sebelumnya, kebanyakan menetap di sekitar Medan. Sebagian besar bekerja sebagai petani atau memiliki usaha produk susu.
Pada 1931, di dekat Gurdwara Medan didirikan Sekolah Bahasa Inggris Khalsa yang merupakan sekolah Bahasa Inggris pertama di Medan. Orang-orang Sikh dari Semenanjung Malaya pun mengirim anak-anak mereka ke sekolah tersebut karena memiliki fasilitas asrama.
Baca juga: Hilangnya Martabak India Asli
Dari Sumatra, permukiman orang Sikh kemudian muncul di Batavia. Komunitas mereka awalnya berkembang di daerah pelabuhan Tanjung Priok. Dua perusahaan Inggris, Ocean Liner dan General Motors juga membawa orang-orang Sikh sebagai penjaga. Terdapat pula orang Sikh yang bekerja sebagai penjaga toko milik sesama orang India.
“Berbeda dengan orang-orang Sikh di Sumatra, yang sebagian besar datang langsung dari India, orang-orang Sikh di Batavia (Jakarta) kebanyakan berasal dari negara-negara Melayu,” tulis Swarn.
Jumlah orang Sikh kemudian meningkat pada 1925. Dan pada tahun yang sama, Gurdwara Tanjung Priok didirikan. Sebelum periode Perang Dunia II, terdapat 100 orang Punjabi dari 25 keluarga di Jakarta.
“Sebagian besar dari mereka adalah penjaga di malam hari dan rentenir di siang hari. Mereka juga menyimpan kereta kuda, yang mereka sewa ke orang Indonesia setempat untuk digunakan sebagai taksi setiap hari,” tulis Swarn.
Di bawah pendudukan Jepang, orang India di Indonesia terbilang makmur. Namun, pasca Perang Dunia II, banyak orang Sikh dan komunitas India lainnya yang pergi ke India dan Malaya. Keamanan jadi alasannya.
Baca juga: Alasan Pembelotan Tentara India
“Periode revolusioner pasca perang di Jakarta menyebabkan kesalahpahaman tentang peran yang dimainkan oleh orang India dan terjadi kerusuhan. Di Jakarta Barat, dua puluh lima orang India, mayoritas dari mereka Sikh, dibakar,” tulis Swarn.
Pada November 1945, sebagian besar orang India pindah ke Pasar Baru untuk mencari perlindungan. Di Pasar Baru mereka mempertahan komunitas dan kemudian mendirikan Yayasan Sikh Gurdwara Mission pada 1955 yang masih aktif hingga kini.
Menurut data Swarn, per 2017, ada sekitar 7.000 orang Sikh di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah dari Sumatra Utara, Sumatra Barat, Surabaya, Bandung, Jakarta, Semarang, Bengkulu, Pekanbaru, Yogyakarta, Samarinda, Balikpapan hingga Batam.
Sebagian besar orang Sikh menetap di Sumatra Utara di mana mereka telah tinggal selama empat genesai. Ada sekitar 4.000 Sikh yang tersebar dari Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kaban Jahe, Kisaran, Siantar hingga Belawan.
Baca juga: Gurnam Singh Legenda Atletik Indonesia
Salah satu tokoh Sikh Indonesia ialah Gurnam Singh, seorang atlet. Ia memenangkan tiga medali emas di Asian Games 1962 pada cabang atletik. Sementara itu, 16 Spetember 2019, Indonesia kehilangan Harbinderjit Singh Dillon atau H.S. Dillon, salah satu tokoh Sikh terkemuka.
H.S. Dillon merupakan pegiat hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, sosial ekonomi hingga pertanian. Pada 2007, ia menerima penghargaan Bintang Jasa Pratama dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pada 2015 ia menerima Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Joko Widodo. Ia menikah dengan Drupadi S. Harnopidjati, seorang muslim.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar