Ketika Islam dan Hindu Bertemu dalam Sikh
Konflik antara Islam dan Hindu di India telah berlangsung lama. Seorang Guru mencari titik temu dan melahirkan agama baru.
Di Punjab, wilayah India utara yang berbatasan dengan Pakistan, Islam dan Hindu telah bersinggungan sejak abad ke tujuh. Konflik antar kedua agama dan terutama diprakarsai oleh para penguasa juga telah berlangsung sepanjang sejarahnya. Penjajahan dan perang pun merenggut banyak korban.
Toleransi beragama di perbatasan anak benua ini sebenarnya sempat terwujud dalam kompromi Islam kepada Hindu melalui para Sufi dan kompromi Hindu kepada Islam dalam gerakan Bhakti. Namun, pada abad ke-16 seorang Guru muncul sebagai jembatan antara dua agama yang kemudian melahirkan agama baru: Sikh.
Ajaran Sikh bermula dari Guru Nanak (1469–1539), anak seorang pegawai rendahan di desa dekat Lahore. Sejak kecil, Nanak sudah belajar agama Hindu dan Islam dan seringkali terlibat diskusi dan perdebatan dengan para pengembara suci yang ditemuinya. Keinginan untuk menemukan kebenaran rohani kemudian menuntunnya pada laku pertapa. Ia berpuasa, berdoa, dan bermeditasi.
Baca juga: Konflik Muslim-Hindu India dari Masa ke Masa
Guru Nanak kemudian berkeliling menyebarkan pemikirannya. Ia mengujungi desa-desa bersama dua kawannya, seorang musisi muslim dan seorang Hindu dari kasta terendah. Ia berkhotbah dalam syair yang dinyanyikan dengan iringan kecapi. “Tak ada Hindu, tak ada muslim,” begitulah pernyataan awal Guru Nanak.
Menurut Khushwat Singh dalam The Sikh, pada dasarnya ajaran Guru Nanak adalah perang melawan omong kosong dalam agama. Ia juga memiliki keberanian untuk mengatur hidupnya sesuai dengan ajarannya sendiri. Dua kejadian dapat menggambarkan metode pendekatan Guru Nanak.
Pertama, di Sungai Gangga. Para Brahmana biasanya mandi dan melemparkan air ke arah matahari terbit sebagai persembahan bagi leluhur mereka yang sudah mati. Namun, Guru Nanak justru melemparkan air ke arah yang berlawanan. Ketika ditanya, ia menjawab, “Saya menyirami ladang saya di Punjab. Jika Anda dapat melemparkan air ke orang mati di surga, akan lebih mudah untuk mengirimkannya ke tempat lain di bumi.”
Kedua, suatu ketika Guru Nanak tertidur dengan kakinya mengarah ke Makkah. Seorang imam marah dan membangunkannya. Ia hanya berkata: “Jika Anda pikir saya menunjukkan rasa tidak hormat dengan mengarahkan kaki saya ke rumah Tuhan, putarlah kaki saya ke arah lain di mana Tuhan tidak tinggal.”
“Ajarannya memicu imajinasi petani Punjab dan sejumlah besar pengikut berkumpul di sekelilingnya,” sebut Khushwant.
Baca juga: Riwayat Baha'i di Indonesia
Menurut J.S. Grewal dalam “The Sikh of The Punjab” yang termuat dalam The New Cambridge History of India Volume 2, Guru Nanak telah melakukan perjalanan di dalam dan luar India selama kuartal pertama abad ke-16. Dalam satu syair, ia menyebut telah mengunjungi kota-kota di “sembilan wilayah bumi” (nau-khand).
“Hampir tidak ada keraguan bahwa ia mengunjungi pusat-pusat penting ziarah Hindu dan muslim. Ia berdebat dengan para protagonis dari hampir semua sistem kepercayaan dan praktik keagamaan di India kontemporer,” tulis Grewal
Pemikiran-pemikiran Guru Nanak tersebar terutama di wilayah Punjab dan kemudian menjadi iman bagi murid-muridnya. Dalam bahasa Sanskerta murid disebut “Shish”. Kata “Shish” inilah yang kemudian menjadi “Sikh”, sebutan bagi pengikut ajaran Guru Nanak.
Meski dipuja banyak orang, Guru Nanak bukan tokoh yang membuat klaim keilahian atau kekerabatan dengan Tuhan. Ia merasa cukup hanya sebagai seorang Guru.
“Sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk menyatukan umat Hindu dan muslim. Keberhasilan pribadinya ke arah ini luar biasa. Ia diakui oleh kedua komunitas,” tulis Khushwat.
Baca juga: Ahmadiyah dan Sukarno
Ketika Guru Nanak meninggal, orang muslim ingin menguburnya. Sedangkan orang Hindu menghendakinya dikremasi. Ia telah menjadi titik temu antara orang Hindu dan muslim di Punjab.
Setelah kepergian Guru Nanak, misinya dilanjutkan oleh sembilan guru lainnya. Tiap Guru tidak ditentukan oleh hukum waris melainkan dipilih, baik oleh Guru sebelumnya maupun oleh para murid, karena cocok untuk melindungi dan mengembangkan ajaran spiritual yang ditinggalkan oleh Guru Nanak.
Selama 200 tahun, para penerus ini menyempurnakan aspek religius Sikhisme. Selama itu pula, naskah-naskah disusun dan kuil-kuil yang disebut Gurdwara didirikan. Guru keempat, Ram Das (1534–1591) meletakan batu pendirian kuil Amritsar yang menjadi kuil Sikh paling penting.
Sementara itu, Guru kelima, Arjun (1563–1606) menyelesaikan kompilasi naskah-naskah Sikh dan memasukan tulisan-tulisan orang suci Hindu dan muslim. Kompilasi itu kemudian menjadi Adi Granth, kitab suci orang Sikh.
Baca juga: Kebangkitan Penghayat Kepercayaan
Guru Arjun menarik perhatian penguasa muslim lalu ditangkap, disiksa dan kemudian dieksekusi di Lahore. Ia menjadi martir pertama dan terpenting dalam sejarah Sikh.
Pada 1699, Guru kesepuluh sekaligus terakhir, Gobind Singh (1666-1708) mendirikan institusi Khalsa, yang artinya “murni”. Khalsa merupakan tatanan orang-orang Sikh yang setia dan terikat oleh identitas dan disiplin yang sama.
Kini orang Sikh telah berdiaspora ke berbagai negara. Per 2018, mengutip worldatlas.com, ada lebih dari 25 juta penganut Sikh di seluruh dunia. Bahkan, Kanada memiliki Menteri Pertahanan Nasional, Harjit Sajjan, yang merupakan seorang Sikh.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar