SETELAH Daeng Mangalle terbunuh di Siam atas tuduhan konspirasi melawan raja Siam, dua anak laki-lakinya yakni Daeng Ruru dan Daeng Tulolo, kemudian jadi tawanan perang. Beberapa pengikut Daeng Mangelle memang sempat menghabisi istri dan anak Daeng dalam pertempuran September 1686 agar tidak menjadi tawanan atau budak, namun Daeng Ruru dan Daeng Tulolo tidak berhasil. Keduanya lantas dikapalkan ke Brest, Prancis pada November 1686 dan tiba di sana pada 15 Agustus 1687.
“Keduanya masih muda, berumur masing-masing 14 dan 12 tahun,” tulis Ahmad Massiara Daeng Rapi dalam Menyingkap Tabir Sejarah Budaya di Sulawesi Selatan.
Keduanya disukai Raja Louis XIV yang berkuasa di Perancis hingga dipersilahkan belajar bahasa Perancis. Bahkan keduanya diperbolehkan memakai nama Louis sehingga Daeng Ruru sebagai Louis Pierre Makassar dan Daeng Tulolo sebagai Louis Dauphin Makassar.
Baca juga: Petualangan Pelaut Prancis di Nusantara
Daeng Ruru dan Daeng Tulolo kemudian dibaptis menjadi Kristiani. Kendati sama-sama pernah belajar di sekolah angkatan laut di Brest, Daeng Ruru cukup menonjol di angkatan laut.
“Orang terkejut dengan cepatnya promosi Daeng Ruru muda yang lulus sebagai perwira Angkatan Laut hanya selang dua tahun dia bersekolah. Ia berusia 19 tahun saat menyandang pangkat letnan muda,” catat Bernard Dorleans dalam Orang Indonesia dan Orang Perancis.
Sebagai angkatan laut Perancis dia harus rela bertugas dimana pun, termasuk daerah koloni Perancis di Amerika atau benua lain.
“Menurut data Dinas Sejarah Angkatan Laut Perancis, Louis Pierre de Macassart alias Daeng Ruru, orang Hindia, calon perwira di Brest pada 1Mei 1690, Letnan Dua pada tanggal 1 Januari 1691. Kapten laut pada tanggal 1 Januari 1692,” catat Zainal Abidin Farid dalam Capita Selecta: Kebudayaan Sulawesi Selatan.
Baca juga: Perwira Prancis Beli Lada dapat Prank Raja
Pada 1690-an, Daeng Ruru bertugas sebagai perwira kapal Perancis. Dia pernah di kapal Jason. Selain melawan kapal Inggris, pernah pula dia melawan kapal laut Vlisingen milik armada laut Belanda.
Lalu, catat Dorleans, “Daeng Ruru ditunjuk untuk bertugas di kapal Grand yang akan ambil bagian dalam armada laut Laksamana Ducasse. Pada tanggal 19 Oktober 1707, armada laut itu tiba di Havana untuk membantu Spanyol bertempur melawan Inggris.”
Daeng Ruru namun harus mati muda. Pada 19 Mei 1708 di Havana, Kuba yang jadi rebutan bangsa-bangsa Eropa, terjadi keonaran karena perkara utang judi. Dalam keonaran itulah, ada yang menyebut, dia terbunuh. Daeng Ruru meninggal ketika mengabdi kepada Raja Perancis Louis VIV sebagai anggota Angkatan Laut Prancis.
Baca juga: Pulau Buru dalam Kenangan Penjelajah Prancis
Sementara, Louis Dauphin atau Daeng Tulolo juga di Angkatan Laut. Namun prestasinya tak segemilang abangnya. Dia baru lulus sekolah Angkatan Laut pada 1699 ketika abangnya sudah lama berdinas di Angkatan Laut. Setelah 13 tahun berdinas barulah dia diangkat menjadi letnan muda di Angkatan Laut. Pangkat Letnan Muda itu cukup lama disandangnya, hingga dia pensiun. Dia pernah bertugas di Kapal India.
Usia Daeng Tulolo jauh lebih panjang dari abangnya. Dia baru tutup usia pada usia 62 tahun, 30 November 1736, dan disemayamkan di Gereja Louis de Brest. Makamnya itu kena bom dalam Perang Dunia II. Daeng Tulolo yang menjadi seorang Katolik itu pernah pula ingin pulang untuk mengambil alih kerajaan leluhurnya di Sulawesi Selatan yang sudah dikuasai VOC Belanda. Namun itu amat sulit terjadi.*