Masuk Daftar
My Getplus

Daeng Mangalle dan Konspirasi Melawan Raja Thailand

Bangsawan Makassar ini dianggap berkomplot untuk menghancurkan raja Thailand. Melawan hingga titik darah penghabisan meski dihukum raja dengan penyerangan terhadap kampungnya.

Oleh: Petrik Matanasi | 17 Sep 2024
Para prajurit Makassar bersenjatakan sumpit. (franpritchett.com)

BERHENTI berperang melawan maskapai dagang Belanda Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) bukan pilihan Daeng Mangalle. Pangeran Kerajaan Gowa ini tak sudi terhadap gencatan senjata VOC Belanda dengan Gowa. Maka ia pun meninggalkan Makassar.

Mula-mula dia tiba di ujung barat Jawa. Di Banten, Daeng Mangalle diterima dengan baik oleh sultan Banten. Bahkan, Daeng Mangalle boleh menikahi Angke Sapiah, salah seorang putri sultan.

Namun, ketenangan Daeng Mangalle di Banten terusik. Dia yang berusaha menjauhkan diri dari VOC, belakangan tahu VOC juga berada di Banten. Maka dia pun pergi dari Banten.

Advertising
Advertising

Daeng Mangalle dan pengikutnya pergi lebih jauh lagi. Kali ini ke arah utara. Mereka akhirnyaa mencapai Siam (kini Thailand). Lagi-lagi, Daeng Mangalle diterima dengan baik  oleh raja Siam. Menurut Ahmad Massiara Daeng Rapi dalam Menyingkap Tabir Sejarah Budaya di Sulawesi Selatan, Daeng Mangalle kemudian juga menjadi orang asing yang berpengaruh di Siam.

Suatu ketika, Daeng Mangalle berada di Ayuthia. Di sanalah dia dihampiri masalah bersama orang Campa dan Melayu. Dia dituduh ikut serta dalam komplotan yang hendak menyerang istana raja.

Raja tahu komplotan itu lalu memperkuat diri. Aparatnya pun menangkapi anggota komplotan itu. Orang Melayu dan Campa yang tertangkap dengan cepat mengaku salah dan minta ampun. Mayoritas diampuni. Beberapa yang tidak mendapatkan maaf raja langsung dipotong kepalanya lalu ditancapkan ke tongkat guna dipamerkan kepada penduduk risiko melawan raja.  

Kendati begitu, Daeng Mangalle tidak mau meminta ampun raja. Dia yakin tidak terlibat dalam komplotan, apalagi memulainya.

“Mengenai orang yang telah menghadap Paduka, saya harus katakan bahwa saya tidak mempercayainya sedikit pun, karena sekarang ini Perdana Menteri ialah orang Perancis dan antara saya dan dia ada saling benci dengan alasan perbedaan agama,” kata Daeng Mangalle kepada raja Siam, dikutip Bernard Dorleans dalam Orang Indonesia dan Orang Perancis.

Koneksi militer Eropa raja Siam, yang terdiri dari orang Perancis dan Portugis, pun menindak para pengikut Daeng Mangalle. Namun, itu tak mudah dilakukan. Orang-orang Makassar itu membuktikan keberaniannya dengan melawan. Enam orang di antaranya masing-masing berbekal sebilah keris sangat berani mengahadapi Kapten Forbin yang dikawal 10 prajurit Siam bersenapan. Alhasil empat dari enam orang Makassar itu meregang nyawa, sementara di pihak lawannya setidaknya enam orang juga terbunuh.

“Sementara itu, orang-orang Makassar yang merupakan bagian terbesar pasukan mereka kembali ke kapal untuk mencari tombak dan perisai sekaligus menyalakan api di kapal untuk menunjukkan ketetapan hati mereka untuk bertempur. Mereka menyusuri tepian sungai, melempari rumah-rumah dengan api, dan menebarkan teror di mana-mana. Enam orang Makassar menyerang pagoda dan membunuh semua biarawan di sana, lalu bersembunyi di balik rerumputan tinggi, di mana mereka dihalau dan dirubuhkan dengan bedil. Dalam pertempuran itu saja, pasukan Eropa-Siam telah kehilangan 366 orang,” tulis Dorleans.

Pada 23 September 1686, orang-orang Makassar di Ayuthia diundang raja ke istananya untuk bermusyawarah. Daeng Mangalle datang bersama sekitar 30 pengikutnya dan menolak dilucuti sebelum menghadap raja. Daeng Mangalle kala itu masih merasa tak bersalah karena dia tidak terlibat komplotan, selain hanya mengetahuinya. Pantang bagi Daeng Mangalle menjadi seorang pengadu domba dan mata-mata bagi anggota komplotan yang sama-sama beragama Islam itu. Pihak kerajaan pun menanggapnya hanya bersalah karena tidak memberitahu raja adanya komplotan itu.

Pada 23 September 1686 malam, beberapa prajurit raja yang didukung dua kapal perang bergerak ke kampung orang Makassar di Ayuthia. Kampung itu kemudian ditembaki bola api hingga terbakar. Orang-orang Makassar pun tak punya pilihan selain melawan hingga titik darah penghabisan. Ketika pasukan darat Siam muncul, mereka langsung menerjang. Yang unik, mereka tak hanya bertempur habis-habisan tapi juga menghabisi istri dan anak-anak mereka sendiri. Tujuannya agar tidak jatuh ke tangan musuh. Sebab, jatuh ke tangan musuh berarti menjadi budak yang diperjualbelikan.

Perlawanan orang-orang Makassar membuat serangan Siam-Prancis gagal. Seorang kapten Inggris bernama Coates tewas dalam perlawanan orang Makassar itu. Setelah mundur dan mendapat bala bantuan barulah pasukan Siam-Prancis kembali menyerang lagi.

Daeng Mangalle sendiri mendapat lima tusukan tombak setelah tangannya tertembak dalam pertempuran itu. Meski begitu, dia masih sempat menyerang seorang pejabat Siam dan seorang tentara Inggris. Daeng Mangalle akhirnya berhasil dirobohkan seorang tentara Perancis. Anak tertuanya, yang sudah berumur sekitar 14 tahun, menyaksikan sendiri dengan  bagaimana ayahnya gugur.

“Peristiwa dramatis itu membuat penduduk terpana dan kagum akan perlawanan tak terperikan dan gagah berani yang diberikan oleh suatu masyarakat kecil yang terdiri dari sekitar dua ratus orang asal Makassar dan hanya bersenjatakan tombak dan keris, berhadapan dengan tentara berjumlah ribuan prajurit Siam, dibantu empat puluhan orang Prancis, beberapa orang Inggris, dan orang asing lainnya. Selama pertempuran, tidak kurang daripada seribu orang Siam dan tujuh belas orang asing tewas,” tulis Dorleans.

TAG

makassar voc siam thailand prancis

ARTIKEL TERKAIT

Pangeran Makassar Membela Raja Louis-Prancis Awal Mula Meterai di Indonesia Kisah Pejabat VOC Dituduh Korupsi tapi Malah Dapat Promosi Ambisi van Goens Membangun Batavia Baru di Ceylon Kisah Dua Anak Gubernur Jenderal VOC yang Bermasalah Nepotisme Sudah Terjadi Sejak Zaman VOC Kembali ke Sunda Kelapa Bermula dari Nazar Anak Yatim Piatu dan Terlantar pada Masa VOC Transportasi Publik Buat Angkut Mayat