Masuk Daftar
My Getplus

Petualangan George Kahin di Yogyakarta (2)

Dia menjadi saksi, militer Belanda lebih banyak membuat orang-orang republik antipati. Diusir dari Yogyakarta untuk kedua kalinya.

Oleh: Hendi Johari | 07 Jan 2021
George McTurnan Kahin muda. (Southeast Asia; A Testament).

Yogyakarta, 9 Januari 1949. George Kahin tak bisa menyembunyikan lagi kemarahannya. Begitu mendapat surat pengusiran dirinya dari Yogyakarta yang langsung ditandatangani oleh Kapten A.V. Vosveld, Kepala Dinas Rahasia Belanda (IVG), dia langsung mendatangi sang perwira di kantornya.

Protes pun dilakukan secara keras oleh jurnalis Amerika Serikat (AS) itu. Sambil berteriak-teriak, Kahin menunjukan surat izin peliputan yang sudah dia peroleh di Batavia (Jakarta). Namun Vosveld sama sekali tak peduli. Alih-alih mengalah, salah satu perwira Belanda penangkap Presiden Sukarno itu malah balik membentak dan menyatakan Kahin mulai siang itu ditetapkan sebagai tahanan rumah.

“…saya dilarang meninggalkan hotel, dilarang melakukan komunikasi dengan orang luar…” ungkap Kahin seperti dikutip oleh Julius Pour dalam Doorstoot Naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer.

Advertising
Advertising

Baca juga: Petualangan George Kahin di Yogyakarta (1)

Keputusan Vosveld untuk menahan Kahin rupanya bukan tanpa alasan. Selama di Yogyakarta, Kahin dianggap menulis laporan-laporan yang menyudutkan posisi pihak Belanda dan menguntungkan para diplomat Indonesia di PBB. Selain menulis tentang tindakan-tindakan para serdadu Belanda yang tak simpatik di Yogyakarta, jurnalis AS itu juga menyebut militer Belanda sebagai pihak yang harus bertanggungjawab terhadap berbagai tindakan pelanggaran HAM.

“…semisal terhadap Masdoelhak Nasoetion, staf pribadi Wakil Presiden, Mr. Hendromartono (seorang bekas menteri republik) dan Soemarsono (pejabat tinggi di Kementerian Dalam Negeri RI),” ungkap Julius Pour.

Dalam menuliskan laporannya, Kahin menyertakan data-data yang kuat dan wawancara yang valid. Lokasi, nama korban dan kisahnya sebutkan secara jelas. Tentu saja laporan jurnalistik dari Yogyakarta itu menimbulkan kehebohan internasional. Kahin berani menunjuk hidung secara langsung pelaku pelanggaran HAM di Yogyakarta sebagai para serdadu yang dilindungi oleh pemerintah Belanda.

Baca juga: Dihabisi Seperti Anjing Gila

Laporan Kahin itu diperkuat oleh Quentin Pope, jurnalis terkemuka Chicago Tribune untuk Timur Jauh. Pada minggu yang sama, Pope yang melakukan reportase langsung dari Surakarta dan Madiun menyebut bahwa kendati berhasil menguasai wilayah-wilayah republik di seluruh Jawa, namun pihak Belanda mendapat perlawanan yang sengit dan sikap keras kepala penduduk sipil yang tidak mau bekerjasama dengan mereka.

“Namun keadaan itu tidak pernah dilaporkan kepada dunia luar oleh Belanda,” ungkap Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia.

Singkat cerita sejak siang 9 Januari 1949, Kahin akhirnya diisolasi di Grand Hotel dengan penjagaan yang ketat. Selama itu, pekerjaan Kahin hanya menulis dan menulis. Dalam pantauan Kahin, saat tersebut situasi keamanan pun tak sepenuhnya ada di Yogyakarta. Militer Belanda hanya menguasai pusat kota dan sebagian wilayah luar kota yang dipertahankan secara rentan oleh kurang lebih satu batalyon prajurit, 10 tank Stewart, sejumlah besar kendaraan bersenjata dan bren-carrier.

Baca juga: Ketika George Kahin Disangka Orang Belanda

Tak dinyana oleh Kahin, malam harinya suatu kekuatan pejuang republik dari unit Mobil Brigade dan Kebaktian Rakjat Indonesia Sulawesi (KRIS) melakukan penyerangan mendadak ke jantung Yogyakarta. Mereka bahkan bisa masuk ke Grand Hotel lewat pintu belakang, menyusup sampai di lobi dan memasang sebuah dinamit berdaya ledak besar.

“Nyawa saya dan seluruh tamu hotel bisa diselamatkan oleh karena sebelum dinamit meledak…tentara Belanda berhasil menghalau para penyerang dan menjinakan dinamitnya,” kenang Kahin.

Setelah melewati malam menegangkan, pagi harinya Kahin mendapatkan seorang anggota Polisi Militer mengetuk pintu kamarnya. Begitu dibuka, sang petugas memerintahkan jurnalis AS itu untuk cepat berkemas. Hari itu IVG memerintahkannya untuk terbang ke Batavia.

Baca juga: Cerita George Kahin Saat Ditangkap Belanda

Tak ada jalan lain, Kahin harus menuruti perintah tersebut. Dengan dikawal oleh dua petugas dari Polisi Militer, dia akhirnya harus terbang ke Batavia.

“Mereka duduk di kanan-kiri saya, selama penerbangan,” kenang Kahin.

Maka berakhirlah petualangan jurnalistik “sang pecinta republik” itu. Namun 4 hari kunjungan ke ibu kota RI yang tengah dikuasai oleh militer Belanda itu cukup memberikan amunisi baginya untuk menulis laporan-laporan yang kelak semakin menyudutkan posisi Belanda di mata dunia.

TAG

george kahin yogyakarta revolusi kemerdekaan

ARTIKEL TERKAIT

Antiklimaks Belanda Usai Serbuan di Ibukota Republik Operasi Pelikaan Ditolak, Gagak Bertindak di Ibukota Republik Menjelang Blitzkrieg di Ibukota Republik Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Sultan Aman Setelah Pertempuran Tempel 1883 Kisah Perwira Luksemburg di Jawa Ramalan-ramalan Tjokrokario Albert Dietz dan Pangeran Yogyakarta yang Dibuang Asal-Usul Malioboro