Masuk Daftar
My Getplus

Menyusun Kamus Bahasa Melayu

Bagi pemerintah Hindia Belanda, kamus bahasa Belanda-Melayu keberadaannya sangat penting. Maka dibuatlah proyek untuk menciptakannya.

Oleh: M. Fazil Pamungkas | 06 Mei 2021
Sampul kamus Melayu-Belanda karya Von de Wall. (Wikimedia Commons).

Pada 1857, sebuah kapal berpenumpang tiba di Riau. Kapal yang betolak dari Batavia itu sebagian besar diisi orang-orang Eropa. Mereka adalah pegawai negeri di pemerintahan Hindia Belanda yang baru dipindahkan dari wilayah Jawa ke Riau. Seorang peneliti berkebangsaan Jerman, Von de Wall, ada di antara rombongan pegawai tersebut.

Von de Wall akan menempati jabatan asisten residen di Riau. Sebelumnya dia tinggal di Kalimantan sebagai wakil pemerintah Hindia Belanda di Kutai. Selama bekerja di sana, Von de Wall menunjukkan ketertarikannya terhadap bahasa dan sastra Melayu.

Baca juga: Raja Ali Haji dan Pulau Bahasa Indonesia

Advertising
Advertising

Ketika itu, Von de Wall berhasil menyusun daftar kosakata baru yang belum dikenal. Dia juga cukup fasih mengucapkan bahasa Melayu. Hal itu membuat pemerintah pusat di Batavia terkesan. Mereka lalu mengangkat Von de Wall menjadi pegawai bahasa. Tugasnya: menyusun tata bahasa Melayu, kamus Melayu-Belanda, dan Belanda-Melayu. Kedatangannya ke Riau merupakan bagian dari tugas tersebut.

“Penyusunan kamus bahasa Melayu-Belanda dianggap sebagai tugas yang amat mustahak karena pemerintah Belanda didesak oleh perlunya pedoman ejaan dan pengembangan kosakata baku untuk pendidikan,” ungkap Jan van der Putten dan al-Azhar dalam Dalam Berkekalan Persahabatan: Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall.

Senjata Legitimasi

Sejak Hindia Belanda memulai pemerintahannya, pada awal abad ke-19, fokus utama pendudukan mereka tidak lagi hanya kepada urusan ekonomi, seperti yang terjadi pada masa VOC, tetapi juga kepada urusan politik. Mereka semakin giat ikut campur dalam urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan di wilayah jajahannya.

Menurut Hendrik M.J. Maier dalam Raja Ali Haji dan Hang Tuah: Arloji dan Mufassar, demi memperkuat kedudukan dan melancarkan pemerintahannya, pemerintah Hindia Belanda merasa perlu menghadirkan bahasa pengantar baku yang digunakan orang-orang di wilayah kekuasaannya. Hal itu semata-mata dilakukan untuk mempermudah mereka mengatur pemerintahan di wilayah yang amat luas.

Baca juga: Kisah Kamus Sejarah Mengenai Indonesia

Melalui kesepakatan para pejabat Hindia Belanda di Batavia, dipilihlah bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar umum yang dianggap akrab di negeri-negeri di Nusantara. Pemerintah pun segara membentuk unit khusus yang bertugas membuat kamus Belanda-Melayu, tata bahasa Melayu, dan kamus Melayu-Belanda.

“Untuk membakukan pemakaiannya dalam surat-menyurat serta pendidikan orang setempat, pengetahuan mengenai bahasa yang baik dan benar menjadi syarat mutlak. Oleh karena itu penyusunan kamus dianggap keutamaan pertama,” tulis Maier.

Namun ada sedikit kendala dalam proses penyusunannya. Pemerintah Hindia Belanda yang kurang memahami bahasa Melayu, tidak tahu seperti apa bahasa Melayu yang baik dan benar tersebut. Bahkan di antara bahasa Melayu yang pernah mereka dengar di Kalimantan, Jawa, dan Sumatra, terdapat sejumlah besar perbedaan.

Setelah dilakukan penelitian, pemerintah memutuskan menggunakan kemelayuan Riau sebagai pedoman penulisan kamus tersebut. Mereka menganggap Riau sebagai daerah asal-usul orang Melayu yang kebahasaannya paling asli dan murni di antara negeri-negeri jajahannya.

Penelitian Bahasa

Sebelum memulai penelitiannya di Riau, Von de Wall sempat berkeliling Jawa Tengah dan Jawa Timur pada 1865 guna mencari naskah Melayu. Di sana dia bertemu peneliti C.F. Winter dan A.B. Coben Stuart untuk berkonsultasi tentang penyusunan sebuah kamus. Dalam perjalanan tersebut Von de Wall memperoleh sejumlah naskah, terbanyak dari Banyumas dan Priangan.

Setelah menemukan apa yang dia cari di Jawa, Von de Wall berangkat ke Riau. Di tahun pertama kedatangannya, sebagaimana dijelaskan Jan van der Putten dan al-Azhar dalam Dalam Berkekalan Persahabatan: Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall, peneliti berkebangsaan Jerman itu lebih banyak membantu urusan politik Kesultanan Riau. Baru pada tahun berikutnya dia bisa fokus kepada penelitiannya.

Baca juga: Raja Ali Haji, Sastrawan Besar Kesultanan Riau

Demi membantu memahami kebahasaan Melayu, Von de Wall dikenalkan oleh Residen Nieuwenhuyzen kepada seorang pengarang terkemuka Kesultanan Riau, Raja Ali Haji. Hubungan mereka pun lambat laun menjadi sangat dekat, tidak lagi hanya sekedar hubungan pekerjaan tetapi kedekatan secara pribadi.

“Dalam masa-masa selanjutnya, banyaklah indikasi yang mempertegas eratnya tali persahabatan mereka, seperti sejumlah detail yang sangat intim yang dibuka Raja Ali Haji dalam surat-suratnya, dan pernyataan bahwa ia menganggap sarjana Eropa ini sebagai seorang saudara yang dapat menyimpan semua rahasia kehidupan pribadinya,” tulis Van der Putten dan al-Azhar.

Selama melakukan penelitian di Riau, Von de Wall terkadang mengalami kendala akan pengetahuan kebahasaan para informan yang terbatas. Dia lalu meminta seorang kenalannya di Kalimantan untuk datang ke Riau, membantu urusan penyusunan kamus tersebut.

Baca juga: Lika-liku Perumusan Kamus Ternama Dunia

Dia juga sempat melakukan perjalanan ke Semenanjung Malaka untuk mengunjungi berbagai kerajaan Melayu. Hal itu dilakukan untuk membandingkan dan melengkapi kosakata yang telah dia dapat di Riau. Dalam perjalanan yang memakan waktu selama satu setengah tahun itu, Von de Wall berhasil menyalin dan meminjam naskah Melayu dalam jumlah besar.

Pada 1860, dia memberikan sebagian hasil penelitiannya ke pejabat pemerintah Batavia untuk dicetak. Dia juga bertugas mengawasi proses pencetakan tersebut. Pada 1864, demi mempercepat penelitian kamus bahasa Melayu, Majelis Injil Belanda mengirim seorang ahli bahasa lagi ke Riau, bernama H.C. Klinkert.

“Hubungan antara kedua ahli bahasa ini umumnya boleh dikatakan cukup baik, namun ada juga saat-saat tertentu ketika Von de Wall diserang suatu penyakit aneh yang membuatnya “tidak dapat didekati selama dua minggu hingga tiga minggu””, kata Van der Putten dan al-Azhar.

Setelah kurang lebih 10 tahun penelitian, kamus Belanda-Melayu siap dicetak. Von de Wall mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk membeli alat cetak baru yang dapat memuat bahasa Melayu, Arab, Perisa, Sansekerta, dan Latin. Jika tidak bisa, dia meminta pemerintah mencetak kamus tersebut di negeri Belanda. Tetapi permintaan tersebut ditolak, dan proses cetak tetap dilakukn di Batavia. Von de Wall meminta Percetakan Negara di Batavia membuat 3.000 eksemplar kamus.

Baca juga: Kamus dari Penjara Sultan

Sekitar 1868, kesehatan Von de Wall mulai menurun. Dia lebih sering pergi ke Buitenzorg (Bogor) untuk beristirahat dan memulihkan kondisinya. Hal itu membuat pemerintah HIndia Belanda khawatir karena pengerjaan kamus belum seluruhnya rampung. Pemerintah pun melakukan segala cara untuk membuat Von de Wall nyaman, termasuk menaikkan gajinya menjadi 1.200 gulden sebulan. Angka tersebut cukup untuk membuat kehidupannya nyaman setelah pengerjaan kamus selesai.

Tetapi sayangnya kekhawatiran pemerintah terjadi juga, Von de Wall kesehatannya merosot tajam pada 1873. Dan bulan Mei tahun tersebut dia menghembuskan nafas terakhirnya. Sesungguhnya hasil pekerjaan Von de Wall baru sebagian kecil saja yang diterbitkan. Pemerintah pun akhirnya menunjuk Van der Tuuk untuk merampungkan kamus.

“Dua bagian yang sebelumnya telah diterbitkan sendiri oleh Von de Wall ditawarkan secara gratis oleh editor terkenal itu kepada calon pembeli kamus karena menurutnya kedua bagian itu sudah tak berguna lagi,” kata Van der Putten dan al-Azhar.

TAG

raja ali haji kamus buku

ARTIKEL TERKAIT

Melawan Sumber Bermasalah Kisah Polisi Kombatan di Balik Panggung Sejarah Saatnya Melihat Indonesia dari Beraneka Sudut Pandang Jejak Langkah Gusmiati Suid Dardanella Menembus Panggung Dunia Bayi Revolusi Berbaju Sampul Buku Candranegara V, Sang Pengelana Pertama Bukan Raja Jawa Biasa Race, Islam and Power Bukan Catatan Perjalanan Biasa Repotnya Menyusun Pidato Sukarno