SUDAH dua dekade kebuntuan menghinggapi para akademisi Delegasi Agung Oxford University Press dalam menyusun kamus besar bahasa Inggris baru. Hingga akhirnya, mereka bertemu filolog Skotlandia James Augustus Henry Murray (diperankan Mel Gibson) yang mulanya dipandang sebelah mata lantaran tak punya ijazah sarjana, pada suatu pagi tahun 1878.
“Kita, delegasi terhormat Oxford meski sudah mengerahkan sepasukan akademisi termasuk saya, hanya jalan di tempat selama 20 tahun. Bisa disebut kita mengalami kemunduran. Perkembangan bahasa bergulir lebih cepat dari usaha kita, terlebih bahasa kita (bahasa Inggris) sudah hadir di seluruh penjuru dunia. Karenanya saya rasa Tuan Murray adalah solusi yang inkonvensional dan tepat bagi kita,” tutur Frederick James Furnivall (Steve Coogan) membela kompetensi Murray.
Memang, Murray tak memenuhi standar kualifikasi akademik. Saat masih berusia 14 tahun pun Murray sudah putus sekolah. Namun ia tekun belajar sastra dan ilmu bahasa secara otodidak. Di hadapan para delegasi Oxford, Murray sebelum mengajar mengklaim fasih beragam bahasa: Prancis, Spanyol, Katalan, Latin, Portugis, Voudois, Jerman, Denmark, Belanda, Italia, Aramaik, Arab, Koptik, Ibrani, Provençal, Rusia, hingga Celtic.
Jajaran delegasi Oxford pun terkagum-kagum meski segan mengekspresikannya. Murray pun didapuk sebagai editor kepala proyek English Dictionary on Historical Principles yang baru alias Kamus Besar Bahasa Inggris (KBBI) cetakan Oxford. Begitu lika-liku perumusan kamus ternama itu yang diracik sineas Farhad Safinia alias PB Shemran dalam film drama biopik, The Professor and the Madman.
Baca juga: Mengenang Bertolucci
Murray memulainya dengan merekrut beberapa relawan dan seorang asisten yang jadi tangan kanannya, Henry Bradley (Ioan Gruffud). Ke-11 anaknya dan istrinya, Ada Murray (Jennifer Ehle), pun turut turun tangan. Segala macam “jurus” dikerahkan Murray. Setiap kata dari A-Z mesti dicari artinya dalam berbagai aspek, mulai dari sejumlah literatur cetak dari abad ke abad terdahulu hingga kata-kata baru yang muncul di akhir abad ke-19 itu.
Murray lantas mengemukakan salah satu solusi. Dia menerbitkan permohonan partisipasi yang dilegitimasi Oxford kepada semua orang yang bernafas di koloni-koloni Kerajaan Inggris. Semua tentu masukan lebih dulu disaring lewat tim yang dibentuk Murray.
“Kita akan meminta mereka untuk membaca apapun. Mencari kata-kata yang kita inginkan. Dengan kutipan yang mereka dapatkan serta arti dari kata tersebut dari aktivitas dan profesi mereka sehari-hari, proyek ini bisa rampung lima atau paling lama tujuh tahun,” ujar Murray dalam sebuah makan malam dengan para delegasi Oxford.
Awalnya, jurus itu ampuh meski tetap ada sejumlah kata yang belum bisa mereka dapatkan definisi seutuhnya. Di situlah “tangan lain” muncul. Bantuan yang tak disangka datang dari Kapten Dr. William Chester Minor (Sean Penn), tahanan Rumahsakit Jiwa (RSJ) Broadmoor di Crowthorne.
Minor adalah mantan perwira menengah Angkatan Darat Amerika Serikat yang tak sengaja membunuh orang yang keliru di Inggris. Kondisi kejiwaan membuat pengadilan memvonisnya ditahan di RSJ. Di masa tahanan, ia gandrung dengan buku hingga jadi salah satu relawan yang berkontribusi buat Murray lewat surat-suratnya. Termasuk terhadap kata-kata yang definisinya sempat bikin frustrasi tim Murray.
Baca juga: Papillon Ogah Pasrah
Total, Minor berkontribusi lebih dari 10 ribu kata plus definisinya, terlepas dari kondisi kejiwaannya yang masih labil. Kendati awalnya sekadar berkorespondensi via surat, Minor akhirnya mendatangi Murray dan menjalin persahabatan. Murray juga yang mendorong Minor berdamai dengan hatinya agar mau bertemu Eliza Merret (Natalie Dormer), di mana sebelumnya Minor sangat enggan bertemu saking merasa bersalahnya.
Eliza merupakan janda George Merret, pria yang tak sengaja ditembak Minor. Minor mengaku keliru melihat George dengan seorang misterius yang pernah meneror hidupnya. Asmara lalu menghinggapi Minor dan Eliza.
Di sisi lain, kontribusi Minor akhirnya jadi bahan polemik setelah suratkabar South London Chronicle membocorkannya. Situasi jadi lebih runyam setelah Murray mengundurkan diri gara-gara delegasi Oxford ogah mengakui kontribusi Minor dan membantunya keluar dari penahanan. Pasalnya kondisi kejiwaan Minor perlahan memburuk setelah menjalani perawatan ekstrem.
Kesadaran Minor baru pulih setelah Murray dan Eliza memaksa menjenguk Minor meski sempat ditolak kepala perawatan Dr. Richard Brayne (Stephen Dillane). Keputusan Peninjauan Kembali (PK) kasus Minor nyaris bikin Murray frustrasi akan nasib sahabatnya. Upaya terakhir dilakoninya dengan menemui Menteri Dalam Negeri Inggris Winston Churchill (Brendan Patricks).
Baca juga: Bukan Churchill Biasa
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Apakah Murray bisa menyelamatkan nasib sahabatnya itu? Bagaimana pula akhir kisah cinta Minor dan Eliza? Tidak ketinggalan, seperti apa jadinya proyek kamus ternama itu? Baiknya saksikan sendiri The Professor and the Madman yang sudah rilis di berbagai bioskop sejak 10 Mei 2019.
Obsesi Mel Gibson & Fakta Sejarah
Film berdurasi 124 menit ini diangkat dari novel best-seller karya Simon Winchester bertajuk The Surgeon of Crowthorne: A Tale of Murder, Madness and the Love of Words. Hak tayang filmnya sudah dibeli Icon Entertainment International, rumah produksi kepunyaan Mel Gibson, sejak 1998. Kisah itu memang sudah lama jadi obsesi Mel Gibson walau penggarapannya baru bisa dimulai pada 2016.
Sedari awal hingga akhir, pengambilan gambarnya dilakukan dan diproses dengan presisi oleh editor Dino Jonsater, diiringi lantunan-lantunan musik klasik dari komposer Bear McCreary. Tak mengherankan bila penonton bakal terbawa ke suasana London akhir 1800-an.
Terlepas dari adanya konflik antara rumah produksi milik Gibson dan distributor Vertical Entertainment, film ini jadi pengetahuan bagaimana lika-liku perumusan kamus sastra kenamaan Inggris itu dibuat di mana setiap kata tak hanya punya satu definisi. Selama ini publik hanya tahu menggunakannya saja untuk berbagai keperluan literasi.
Namun, beberapa kritikus menyebut alur filmnya membosankan. Beberapa adegan juga tak sesuai fakta sejarah. Bisa dimaklumi lantaran film ini dibuat hanya dari sumber novel. Padahal, kisah tentang proyek kamus serta duet figur sohor ini sebelumnya juga diangkat oleh sejumlah penulis. Sebut saja Caught in the Web of Words: James Murray and the Oxford English Dictionary oleh KM Elisabeth Murray, Words of the World: a Global History of the Oxford English Dictionary oleh Sarah Ogilvie, atau Murray the Dictionary Maker: A Brief Account of Sir James A.H. Murray yang ditulis salah satu putra Murray, Wilfrid George Ruthven Murray.
Maka, beberapa hal dalam film ini pun melenceng dari sejarahnya. Yang sangat terlihat adalah soal kata-kata “The Professor” dalam judulnya. Tentu titel ini merujuk pada Murray yang nyatanya tak pernah diangkat jadi profesor. Saat menyelesaikan edisi pertamanya pun, dikutip dari catatan putranya, Murray hanya dianugerahi titel “doktor” oleh Oxford setelah pada 1 Februari 1884 merampungkan volume pertama kamusnya bertajuk A New English Dictionary on Historical Principles; Founded Mainly on the Materials Collected by The Philological Society setebal 352 halaman.
Adegan-adegan lain yang tak sesuai fakta sejarahnya adalah kisah asmara Minor dan Eliza. Saking bersalah dan merasa takkan diampuni dosanya jika ia terlibat cinta dengan Eliza, Minor sampai melakoni autopenectomy atau memotong penisnya sendiri.
Menukil Mark Forsyth dalam The Etymologicon: A Circular Stroll through the Hidden Connections of English Language, Minor di dunia nyata memang melakukannya tapi bukan karena alasan asmara dengan Eliza yang dalam film merupakan karakter fiktif. Alasannya karena pada 1902 Minor mengalami gangguan delusi, di mana ia diculik ke Istanbul oleh orang misterius dan dibawa ke sebuah kamar untuk dipaksa mencabuli anak-anak.
Baca juga: Kolase Hidup Manusia dalam Perang Dunia
Akhir hidup Minor lantas hanya diterangkan lewat narasi tertulis, di mana ia mengembuskan nafas terakhirnya dalam kesendirian di Hartford, Connecticut akibat pneumonia.