KEBANYAKAN orang sudah tak asing dengan istilah seperti privilege maupun silver spoon yang marak digunakan di media sosial saat ini. Kedua istilah itu biasanya digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang mendapatkan suatu keistimewaan karena keadaan tertentu, umumnya dikaitkan dengan kekayaan maupun status sosial yang diwariskan dari keluarganya secara turun-temurun.
Tak jauh berbeda dengan masa kini, di mana istilah silver spoon atau sendok perak dikaitkan dengan seseorang yang terlahir dari keluarga kaya. Di masa lalu, sendok juga berperan besar dalam menentukan status sosial seseorang. Menurut Ammy Azzarito dalam The Elements of a Home: Curious Histories behind Every Householdfro Objects, from Pillows to Forks, status sosial seseorang dapat dilihat dari bahan pembuatan sendoknya. Hingga abad ketujuhbelas, orang tak pernah meninggalkan rumah tanpa membawa sendok sendiri –seperti halnya orang-orang sekarang selalu membawa ponsel pintar ke manapun ia pergi.
“Semakin tinggi status atau semakin penting orang tersebut, maka sendoknya akan sama berkilaunya dengan jari-jarinya yang dihiasi berbagai permata,” tulis Azzarito.
Baca juga:
Awal Mula Munculnya Air Mata Buaya
Di Abad Pertengahan, orang-orang umumnya membawa sendok pribadi dalam sebuah wadah khusus yang memungkinkan alat makan itu masuk ke dalam saku agar mudah dibawa. Acapkali mereka juga melekatkan alat makan pribadi (terutama sendok dan pisau karena garpu belum umum digunakan) di ikat pinggang. Kebiasaan membawa alat makan pribadi itu pula yang mendorong orang-orang Eropa di Abad Pertengahan menjadikan sendok sebagai hadiah pernikahan hingga pembaptisan.
Victoria Williams menulis dalam Celebrating Life Customs around the World: From Baby Showers to Funerals, Volume 1 bahwa kebiasaan memberi sendok sebagai hadiah pembaptisan berasal dari periode Tudor (1485-1603). Sendok yang diberikan sebagai hadiah pembaptisan itu seringkali terbuat dari perak maupun berlapis perak yang dikenal sebagai sendok Apostel.
“Dari akhir abad ke-15 hingga akhir abad ke-17, sendok Apostel diproduksi di Inggris dan Jerman dan merupakan hadiah yang biasa diberikan kepada bayi-bayi saat pembaptisan,” tulis Williams.
Lambat laun tradisi memberikan sendok Apostel berbahan perak sebagai hadiah pembaptisan berkembang luas ke berbagai negara di Eropa. Para wali baptis yang kaya raya biasanya akan membeli satu set sendok Apostel untuk dihadiahkan kepada bayi yang baru lahir. Mereka yang tidak terlalu kaya biasanya memberikan sendok Apostel dengan jumlah lebih sedikit. Sedangkan mereka yang keuangannya pas-pasan atau berasal dari kelas menengah bawah, umumnya memberikan hadiah berupa satu sendok dari logam.
Sendok Apostel biasanya hadir dalam satu set yang terdiri 13 sendok, satu sendok “Master” yang di gagangnya tergambar sosok Kristus dengan satu tangan memegang hiasan bola dan salib, sementara tangan lainnya terulur untuk memberkati; dan dua belas sendok lainnya berhiaskan lambang yang terkait dengan seorang rasul di ujung gagang sendok. Lambang-lambang tersebut seringkali merupakan simbol yang terkait dengan kemartiran para rasul. Yang menarik, menurut Williams, seringkali ditemukan pula sendok Apostel yang dihiasi gambar Bunda Maria maupun figur tokoh suci lainnya. Di Italia pada abad ke-15, ketika sendok Apostel sangat populer di sana, misalnya, orang kaya Venesia dan Tuscany umumnya memberikan hadiah sendok dengan gagang bergambar santo pelindung anak sebagai hadiah pembaptisan.
Seiring berjalannya waktu, bentuk sendok Apostel turut mengalami perubahan. Pada masa Tudor, sendok Apostel cenderung berukuran kecil (panjang sekitar enam inci) dengan salah satu ujung sendok berbentuk mangkuk seperti buah ara dan gagang yang diakhiri dengan kenop berbentuk seperti berlian atau biji pohon ek, dan juga dilengkapi dengan figur tokoh suci. Selama abad ke-18, salah satu ujung sendok Apostel mulai berbentuk seperti mangkuk oval dan memiliki gagang lebih panjang dengan ujung yang lebar dan datar.
Baca juga:
Menurut Robert Hendrikcson dalam The Facts on File Encyclopedia of Word and Phrase Origins, Fourth Edition, pada akhirnya kebiasaan orang-orang Eropa memberikan satu set sendok perak sebagai hadiah pembaptisan inilah yang mengilhami lahirnya ungkapan born with a silver spoon in his mouth, yaitu terlahir dengan kekayaan turun-temurun yang tidak perlu diusahakan. Di Inggris sendiri, tempat kebiasaan memberikan sendok perak sebagai hadiah pembaptisan pertama kali muncul di masa Tudor, silver spoon secara budaya identik dengan privilege atau keistimewaan, terutama kekayaan yang diwariskan karena di Inggris jika seseorang digambarkan “lahir dengan sendok perak di mulutnya,” itu berarti ia telah dilahirkan dalam keluarga kaya dan dapat berharap untuk menjalani kehidupan yang mewah.
Kendati pada abad ke-18 sendok tak lagi menjadi peralatan yang dibawa orang-orang ke manapun mereka pergi, dan saat itu kebiasaan memberikan sendok perak sebagai hadiah pembaptisan telah dianggap ketinggalan zaman, ungkapan born with a silver spoon masih terus populer. Terlebih setelah ungkapan tersebut muncul dalam Don Quixote karya Miguel de Cervantes yang diterbitkan dalam dua volume, pada tahun 1605 dan 1615.
Lambat laun, selain silver spoon, istilah untuk menggambarkan seseorang yang terlahir dengan kekayaan atau status sosial istimewa pun bermunculan. Selain he was born with a penny in his mouth, sebuah ungkapan bahasa Inggris yang dikutip pada tahun 1639, ada silvertail, julukan bagi mereka yang lahir dari keluarga kaya raya dan berpengaruh yang populer di Australia.