Masuk Daftar
My Getplus

Ketika Agen CIA Masuk Istana Negara

Pemerintah Indonesia mengusir seorang perempuan muda berkebangsaan Amerika Serikat. Menurut Sukarno, diduga kuat dia agen CIA.

Oleh: Hendi Johari | 26 Sep 2020
Presiden Sukarno dan Presiden Mohamad Ayub Khan dari Pakistan. (Getty Images).

Bukan rahasia lagi, jika sosok Presiden Sukarno laiknya seorang Don Juan. Hidupnya kerap dikelilingi perempuan-perempuan cantik nan menawan. Hal itu terjadi selain memang tampan, Bung Karno juga merupakan pribadi yang hangat dan menarik. Tak aneh jika banyak perempuan dari berbagai negara berupaya menarik perhatiannya.

“Siapa tahu di antaranya juga dikirimkan oleh agen intelijen asing?” ungkap R. Soeharto (dokter pribadi Bung Karno) dalam otobiografi-nya, Saksi Sejarah: Mengikuti Perjuangan Dwitunggal.

Kecemasan Soeharto bukannya tidak berdasar. Dalam suatu kunjungan kenegaraan ke Mesir pada 1965, seorang gadis Amerika Serikat (AS) yang cantik dan menarik tetiba mendatangi Sukarno di hotel tempat sang presiden menginap. Gadis bernama Pat Price itu mengatakan bahwa dirinya dalam waktu dekat akan pergi ke Indonesia guna melakukan suatu penelitian akademik.

Advertising
Advertising

“Gadis itu mengatakan bahwa dia akan menulis sebuah buku dan minta bantuanku,” ungkap Sukarno seperti dikutip Willem Oltmans dalam bukunya Di Balik Keterlibatan CIA: Bung Karno Dikhianati?

Baca juga: Si Bung dan Dua Gadis Jepang

Sukarno tentu saja senang ada peneliti cantik yang akan menulis tentang negara yang dipimpinnya. Singkat cerita, sampailah Pat di Jakarta dan disambut baik oleh Bung Karno. Kepada gadis muda tersebut, Bung Karno mengatakan bahwa dia akan membantunya semaksimal mungkin. Janji itu ditepati oleh sang presiden dengan memberi Pat seorang pembantu perempuan untuk menemaninya kemana pun dia pergi.

Pat tidak menyia-nyiakan fasilitas dan sambutan baik dari Presiden Republik Indonesia. Dengan gayanya yang supel dan manis, dia lantas merambah ke dalam Istana Negara dengan menjadi kawan yang menyenangkan bagi putra-putri Sukarno. Tentu saja itu membuatnya bisa secara bebas keluar masuk Istana Negara.

“Kadang-kadang dia malahan ikut belajar menari dan lain-lain,” ungkap H. Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967.

Menurut ajudan Presiden Sukarno paling senior itu, Pat dengan cepat langsung disukai Bung Karno. Bahkan Mangil kerap melihatnya berbicara dengan Bung Karno. Pat juga sering terlihat  nyaris setiap pagi ada di Istana Negara dan ngobrol dengan tamu-tamu Bung Karno sambil menikmati kopi.  

Baca juga: Memata-matai Istana dan PKI

Identitas Pat yang sejati perlahan mulai terkuak kala Presiden Sukarno berkunjung ke Pakistan. Di sela-sela perbincangan soal hubungan kedua negara, tetiba Presiden Pakistan Ayub Khan bertanya kepada Presiden Sukarno: apakah saat itu di Istana Negara Jakarta ada seorang gadis cantik asal Amerika Serikat?

“Ya memang ada. Dia kawan anak-anakku,” jawab Sukarno.

“Apakah Bung Karno tahu betul, siapa gadis cantik itu sebenarnya?” tanya Ayub lagi.

“Ya saya tahu, dia anak yang baik. Ingin belajar menari, menyanyi dan berkesenian.”

Mendengar jawaban Bung Karno itu, Presiden Ayub Khan lantas tersenyum. Setelah diam sejenak, dia lalu berkata: “Saya mendengar informasi dari intel saya mengenai gadis tersebut. Saya belum kenal, apa lagi melihatnya. Saya tahu dari intel saya bahwa gadis cantik itu adalah agen CIA…”

Bukan main terkejutnya Bung Karno mendengar informasi dari koleganya itu. Dia berkali-kali mengucapkan terimakasih atas kebaikan Presiden Paksitan yang begitu peduli kepadanya. Setelah sampai Jakarta, diam-diam Bung Karno memerintahkan jajaran intelnya untuk menindaklanjuti informasi yang dia dapat dari Pakistan itu.

Baca juga: Misi Rahasia Jenderal S. Parman

Badan Pusat Intelijen (BPI) lantas mengerahkan orang-orangnya untuk menelisik sosok Pat Price. Setelah dibuntuti berhari-hari, ternyata informasi intelijen Pakistan itu memang benar adanya. Menurut cerita Sukarno kepada Oltmans, kemana-mana gadis AS itu kerap memanfaatkan nama Presiden Sukarno dan menyalahgunakan fasilitas yang diberikan oleh Istana Negara kepadanya guna mendapatkan berbagai informasi penting.

“Dia menyalahgunakan bantuan saya dan keramahtamahan kami sebagai tuan rumah, karena sebenarnya dia adalah mata-mata yang tidak sopan dan tidak beradab,” curhat Sukarno kepada Oltmans.

Sukarno pun menyebut Pat Price sering mengatur pertemuan dengan agen CIA lainnya di tengah malam. Dia pun kerap menemui para anggota Kedutaan Besar AS di Jakarta pada saat-saat yang tidak biasa dan di tempat-tempat tidak biasa pula.

Baca juga: Ujeng Suwargana, Jejak Spion Melayu

“Apa yang terutama menarik perhatian kami adalah beberapa kali dia melakukan pertemuan terselubung dengan Atase Militer AS. Dia bahkan berhasil masuk ke lingkungan tertinggi lembaga kemiliteran kami,” papar Sukarno.

Dengan praktek intelijen seperti itu, Presiden Sukarno tentu saja marah luar biasa. Setelah mengusir Pat Price untuk keluar dari Indonesia, dia lantas mengumpulkan para ajudan dan pengawalnya dari Resimen Tjakrabirawa. Di depan mereka, Sukarno menyayangkan jika seorang agen intelijen asing bisa masuk ke istananya.

“Intel kita kebobolan, juga intel Tjakrabirawa kebobolan,” dampratnya. Dalam nada keras, Sukarno menyatakan bahwa jangan sampai kejadian yang sama terulang kembali di masa mendatang.

TAG

intelijen cia sukarno

ARTIKEL TERKAIT

Nasib Pelukis Kesayangan Sukarno Setelah 1965 Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Mata Hari di Jawa Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Supersemar Supersamar Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah