Masuk Daftar
My Getplus

"Ciuman" Terakhir Ade Irma Untuk Ibu Negara

Ade Irma merengek minta ikut membesuk Ibu Fatmawati, Menitipkan "ciuman" terakhir untuk Fatmawati sebagai ganti ketidakhadirannya.

Oleh: M.F. Mukthi | 05 Sep 2019
Jenazah Ade Irma digendong Ibunda tercinta Johana Sunarti di dalam mobil yang akan membawa ke Pemakaman Blok P. (Repro "Memenuhi Panggilan Tugas")

MENDENGAR Ibu Fatmawati Sukarno dirawat di RS Boromeus, Bandung, Johana Sunarti langsung menyempatkan diri besuk pada suatu hari, Agustus 1965. Istri Menko Hankam/KSAB Jenderal AH Nasution itu memiliki kedekatan dengan sang ibu negara. Sewaktu Fatmawati tinggal di Jalan Sriwijaya 26, Jakarta pasca-keluar Istana, Johana merupakan salah satu orang terdekat yang kerap bertamu. Johana sering mengajak Ade Irma Suryani, putri bungsunya, ketika bertamu.

Fatmawati, yang penyuka anak, kerap mendongengkan cerita-cerita kepada Ade Irma saat ikut bertamu. Maka, sebagaimana dituliskan wartawan Kadjat Adra’i dalam Suka-Duka Fatmawati Sukarno: Seperti Diceritakan Kepada Kadjat Adra’i, ketika Johana datang membesuk tanpa mengajak Ade Irma, Fatmawati langsung menanyakan.

“Kenapa tidak dibawa?” tanya Fatmawati.

Advertising
Advertising

“Lain kali insya Allah saya bawa, Bu. Kalau diajak sekarang, bisa-bisa hanya bikin repot,” jawab Johana.

“Siapa bilang bikin repot?” Fatmawati bertanya balik. “Anak itu sangat lucu, menyenangkan, dan kelihatannya cerdas seperti ayahnya.”

Baca juga: Fatmawati Meluruskan Sejarah Bendera Pusaka

Johana pun menceritakan bagaimana Ade Irma sempat membuatnya repot sewaktu akan berangkat. Pasalnya, gadis mungil itu merengek minta ikut. Tidak biasanya Ade Irma bersikap seperti itu.

Ketidakbiasaan sikap Ade Irma bukan hanya dirasakan sang ibu. Sang ayah, Nasution, pun merasakan hal serupa. “Pada bulan-bulan terakhir Adek memang agak lain dari biasa, ini kesimpulan saya dalam renungan kemudian. Kalau saya sembahyang ia suka memandangi saya. Kalau sudah selesai, ia suka meminjam sajadah saya dan ia sembahyang, mencontoh saya. Jika ada minuman saya di meja, ia suka meminta meminumnya. Kalau saya malam-malam membaca di kursi itu, ia tidur mendekat tempat kursi malas itu,” kata Nasution dalam memoarnya, Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6.

Baca juga: Nasution dan Buku Terakhirnya

Ketidakbiasaan sikap Ade Irma itu membuat Johana mesti “bersiasat” agar Ade Irma mau ditinggal menjenguk Fatmawati. Entah “siasat” apa yang digunakan, Johana akhirnya berhasil meluluhkan hati putrinya.

“Kalau begitu, peluk ciumnya aja untuk Eyang Fat ya, Ma,” pinta Ade saat melepas kepergian ibunya, dikutip Kadjat.

“Insya Allah nanti mama sampaikan, anak manis,” jawab sang ibu.

“Betul ya, Ma, peluk cium untuk Eyang Fat.”

Fatmawati amat terhibur dengan cerita tentang Ade Irma itu. Dia –dan Johana– tak pernah menyangka permintaan peluk-cium Ade Irma kepada Johana merupakan persembahan rasa sayangnya yang terakhir untuk Eyang Fat. Sekira dua bulan kemudian, dini hari 1 Oktober, Ade Irma tertembak oleh sepasukan Tjakrabirawa yang hendak menculik ayahnya. Sebagian kecil pasukan pengawal presiden itu terlibat dalam gerakan bernama Gerakan 30 September yang berupaya menghadapkan beberapa jenderal Angkatan Darat kepada Presiden Sukarno karena dikabarkan hendak kudeta.

Baca juga: Lima Versi Pelaku Peristiwa G30S

Tiga peluru pasukan Tjakrabirawa bersarang di tubuh Ade Irma. Kendati terus tersadar selama perawatannya di RSPAD, kondisi Ade Irma terus memburuk. Pada petang 6 Oktober 1965, Johana dengan besar hati membisikkan kalimat ke telinga Ade. "Ade, mama ikhlaskan Ade pergi," kata Johana. Gadis lima tahun itu pun meneteskan airmata dan akhirnya pergi untuk selamanya.

TAG

Nasution g30s

ARTIKEL TERKAIT

Jenderal Nasution Mengucapkan Selamat Hari Natal Saat Pelantikan KSAD Diboikot Bambang Utoyo, KSAD Bertangan Satu Ikut HUT ABRI Berujung Dieksekusi Muljono Dukung PKI Secuplik Kisah Walikota Bandung yang Terlibat G30S Pergeseran Kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto Melalui TAP MPRS 33/1967 Nawaksara Ditolak, Terbit TAP MPRS XXXIII/1967 Gumuljo Wreksoatmodjo Sang Pembela Untung Sjamsuri Nasib Pelukis Kesayangan Sukarno Setelah 1965