Masuk Daftar
My Getplus

Nasution dan Buku Terakhirnya

Dalam keadaan terbaring sakit, Nasution tetap berusaha menulis buku. Pencatat selalu berada di sisinya.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 23 Apr 2019
Dr. Frits A. Kakiailatu, Presiden Soeharto, dan A.H. Nasution. (Repro Pak Harto, Pak Nas, dan Saya).

A.H. Nasution merupakan jenderal yang sangat produktif menulis. Dibantu Moela Marboen, dosen Universitas Indonesia, dan beberapa perwira Dinas Sejarah TNI AD, Nasution menerbitkan buku Sekitar Perang Kemerdekaan sebanyak sebelas jilid. Bahan-bahannya dikumpulkan pada 1953-1955. Setelah pensiun pada 1972, Nasution menulis memoarnya, Memenuhi Panggilan Tugas sebanyak tujuh jilid.

Semangat Nasution dalam menulis terus menyala bahkan ketika dia terbaring sakit dan di pengujung usianya. Pada 1986, Nasution menjalani operasi katup jantung di RSAD Pusat Walter Reed di Washington DC Amerika Serikat. Kesehatannya sebagai manula semakin mudah terkena segala macam penyakit. Yang paling gawat sering terjadi pendarahan yang berasal dari kelenjar prostat akibat obat pengencer darah yang harus diminumnya setelah operasi katup jantung.

Baca juga: Sukarno, Hatta, Sjahrir dan Buku

Advertising
Advertising

Menurut dr. Frits Kakiailatu yang merawat Nasution, kejadian yang sangat mengkhawatirkan waktu pendarahan hebat dan berulang kali terjadi sumbatan bekuan, hingga dia tidak bisa buang air kecil. Secara darurat dilakukan tindakan sistoskopi dengan bius spinal ditambah terapi penenang. Pertolongan itu berhasil menghentikan pendarahan tetapi dia setengah sadar.

“Pak Nas menjadi sulit berkomunikasi. Masalahnya, meski berada di rumah sakit, beliau sedang merampungkan bukunya yang terakhir,” kata Frits dalam Pak Harto, Pak Nas, dan Saya.

Seorang pencatat selalu berada di samping Nasution untuk mencatat ucapan-ucapannya. “Tetapi, tampaknya orang tersebut sulit dan bingung menangkap ucapan dan pikiran Pak Nas. Apa yang didikte Pak Nas sering kacau atau berulang-ulang. Selain itu, pekerjaannya ini sering terhalang kalau kepada pasien harus dilakukan tindakan bius,” kata Frits.

Baca juga: Bung Karno dan Buku

Hari-hari berikutnya, syukurlah keadaan Nasution sedikit pulih dari efek bius. Lamanya kira-kira satu setengah bulan. Dia bisa diajak bicara dan pendiktean bukunya bisa diteruskan sampai selesai. Buku tersebut baru diterbitkan setelah Nasution meninggal dunia pada 6 September 2000.

Pada 2008 Yayasan Kasih Adik bekerja sama dengan Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat (Disbintal AD) menerbitkannya dalam tiga jilid: Kenangan Masa Purnawirana (jilid terakhir memoarnya), Kepemimpinan Nasional dan Pemimpin Bangsa, dan Bersama Mahasiswa, Aset Utama Pejuang Nurani.

TAG

Buku Nasution

ARTIKEL TERKAIT

Saat Pelantikan KSAD Diboikot Bambang Utoyo, KSAD Bertangan Satu Djohan Sjahroezah Bergerak di Bawah Tanah Belajar Membaca dari Bung Hatta Wanita (Tak) Dijajah Pria Sejak Dulu? Nawaksara Ditolak, Terbit TAP MPRS XXXIII/1967 Revolusi Kemerdekaan Indonesia yang Memicu Gerakan Global Nyanyi Sunyi Ianfu Lima Tokoh Bangsa Bibliofil M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado