Masuk Daftar
My Getplus

Kesaksian Seorang Heiho di Balikpapan

Dibawa Jepang ke Balikpapan, sebelum dipulangkan ke Jawa Kemis melawan Belanda dulu bersama barisan pemuda pejuang.

Oleh: Petrik Matanasi | 04 Sep 2023
Poster orang Indonesia yang menjadi serdadu Heiho

Kemis bin Singadarta bukanlah anggota Heiho terkenal macam Amat, yang bertempur di Balikpapan melawan serbuan Sekutu pada 1945. Dia hanyalah pemuda 25 tahun dari Desa Toyoreka di Keresidenan Banyumas, Jawa Tengah pada tahun 1945. Profesinya hanya tukang bubut. Namun dengan keahliannya itu, Kemis bisa jadi anggota teknik militer di Heiho dan ke luar Jawa.

Heiho adalah pembantu tentara Jepang. Anggotanya direkrut dari penduduk lokal tempat pasukan Jepang berkuasa.

“Heiho mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 22 April 1943. Heiho terutama bertugas sebagai pekerja transportasi, logistik, dan konstruksi. Yang lainnnya bertugas dalam unit-unit penangkis serangan udara, tank, dan transportasi. Pada awalnya, heiho dibentuk terutama dari para tawanan perang bangsa Indonesia yang pernah bertugas dalam KNIL. Kemudian, perekrutan dilakukan di antara masyarakat umum,” tulis Nino Oktorino dalam Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kisah Penyintas Terlupakan di Perang Pasifik

Dengan adanya peluang yang ditimbulkan dari sistem perekrutan kedua itulah Kemis masuk Heiho-nya Kaigun (AL Jepang). Dia kemudian ditempatkan di Balikpapan, daerah kekuasaan Kaigun, dan tiba di sana sekitar 1942. Dia ditugaskan antara lain untuk memperbaiki instalasi minyak Balikpapan yang –membutuhkan banyak teknisi– sudah dihancurkan Belanda pada awal 1942.

Setelah Jepang kalah perang dan Sekutu serta Nederlandsch Indies Civiel Administratie (NICA) menduduki kota Balikpapan, Kemis tak terima gaji sebagai Heiho lagi. Pada 1945 kehidupan sebenarnya sulit. Namun lantaran di Balikpapan bergaul dengan banyak orang dari berbagai etnis di Indonesia, Kemis bisa tetap hidup. Di masa-masa itu pula Kemis terlibat dalam perjuangan kemerdekaan.

Baca juga: Sejarah Kampung Timur di Balikpapan

“Saya masuk pergerakan mulai bulan April 1946 atas anjuran M Muntalib. Pekerjaan yang saya lakukan waktu itu ialah membagikan bendera merah putih kepada rakyat di Karanganyar (kurang lebih 300 bendera.,” aku Kemis dalam Arsip Kementerian Pertahanan 1006.

Seingat Kemis, seluruh pemuda di daerah Rapak, nol kilometer Balikpapan, terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Maka tak heran orang-orang Indonesia di Balikpapan sudah menyatakan diri sebagai Republik Indonesia lewat upacara pengibaran bendera merah-putih di sekitar Karang Anyar, Balikpapan pada 13 November 1945.

Sekitar Mei 1946, terjadi perlawanan di daerah Kampung Baru. Para pemuda “Kiblik” menghancurkan mesin listrik yang dipakai otoritas Belanda di Balikpapan. Sebagai solidaritas terhadap sesama pejuang “Kiblik”, para pemuda Balikpapan mau berbagi senjata dengan pejuang RI di Sulawesi Selatan. Dengan 6 pucuk karaben (senapan pendek) yang dipunyai, kelompok Kemis –merupakan pemimpin sebuah pasukan kecil– rela mengirimkan dua pucuk ke Makassar. Namun sial, sisa 4 karaben yang mereka punya kemudian dirampas aparat Belanda.

Baca juga: Pemuda di Balik Senjata Berat dalam Pertempuran Surabaya

Di antara orang-orang Indonesia yang bekerja di kepolisian dan tentara kolonial Belanda Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) juga memiliki simpati kepada Republik Indonesia. Alasan utama mereka mau bekerja untuk Belanda di Balikpapan umumnya karena untuk mengganjal perut semata. Masa pasca-perang adalah masa ekonomi sulit di Balikpapan. Sementara, sejak dulu Balikpapan menggantungkan pangan dari daerah lain.

“Pada Maret 1946 banyak pula alat-alat Belanda yang melarikan diri dan kemudian menggabung pada BPRI (Badan Pemberontak Republik Indoesia) guna memperkuatnya, seperti Herman Runturambi dari kepolisian umum NICA di Balikpapan, Johan Masael dari Polisi Kilat NICA, Tjetje dari Militaire Politie (Polisi Militer) Belanda dan banyak lagi,” catat pejuang ALRI Divisi IV Kalimantan dalam Hassan Basry dalam Kisah Gerilya Kalimantan.

Dukungan orang-orang Indonesia yang bekerja sebagai aparat kolonial membuat kekuatan perjuangan Indonesia kian besar. Perlawanan bersenjata dalam skala besar akhirnya terjadi di akhir 1946.

Menurut mantan penjawat (kepala distrik atau camat) bernama Abdul Gani dalam Kronik Perjoangan Rakyat Kalimantan Timur, pada 30 November 1946 pemuda RI melempari granat ke Manila Club, tempat rekreasi tentara Belanda di Karanganyar. Selang sehari kemudian, Lauda yang dituduh menggranat Manila Club ditembak mati Belanda bersamaan hari dengan penembakmatian seorang mata-mata Belanda bernama Baco.

Baca juga: Serdadu KNIL Jawa di Kalimantan Utara

Situasi yang panas itu dimanfaatkan Herman Runturambi dengan merampas senjata di pos polisi Sungai Wain pada 4 Desember 1946. Setelah persenjataan makin kuat, para “Kiblik” melancarkan perlawanan terhadap KNIL dan NICA di sekitar Rapak KM 2, Gunung Sari, Dam, dan Sepinggan pada 10 Desember 1946. Para pemuda kembali melancarkan serangan pada 23 Desember 1946, menewaskan 3 perwira Belanda dan melukai 5 orang lainnya.

Setelah menghadapi serangan para pemuda Indonesia, tentara KNIL menangkapi para pemuda tadi. Para pemimpin perlawanan, termasuk pemimpin tertingginya seperti Kasmani ditahan. Kemis termasuk yang ikut ditahan. Tentara KNIL juga merampas dokumen-dokumen atau catatan para pejuang RI.

“Oleh karena catatan ini terampas maka banyak sekali pemuda-pemuda yang tertangkap dan di waktu kami (tawanan-tawanan) dibaris ke hadapan ketua kami, Kasmani, (Dikata NICA Jenderal Pemberontakan), kami semua tidak dapat mangkir lagi, mengaku bahwa Kasmani itu pemimpin kami. Penderitaan dan siksaan yang kami alami tidak dapat kami terangkan di sini. Pendeknya luar dari perikemanusiaan,” kata Kemis.

Berbeda dari Kemis, Kasmani sang pemimpin mendapati perlakuan berbeda dari otoritas Belanda. Kasmani dipisahkan dari para pejuang lain. Kepada Historia pada 13 November 2022, keponakan Kasmani yang bernama Kusman menyatakan, Kasmani termasuk yang dipenjarakan hingga ke Nusa Kambangan. Setelah itu, hilang jejaknya dan nasibnya tak diketahui.

Sementara, Kemis dan para bekas Heiho dan romusha diberi kesempatan pulang ke Jawa. Cara itu ditempuh NICA di Balikpapan untuk mengurangi potensi bahaya. Kemis dan lainnya dinaikan ke kapal Tjitjalengka pada 7 Februari dan tiba di Jakarta pada 2 Maret 1947.

“Jikalau tidak disebabkan kelaparan dan dengan kekuatan yang pada bermulanya (sebelum ditawan), kami sanggup di dalam tempo satu bulan menduduki kota Balikpapan,” kata Kemis yang akhirnya harus mengakui kekalahan.

TAG

perang pasifik perang dunia ii masapendudukanjepang perang kemerdekaan

ARTIKEL TERKAIT

Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Ulah Mahasiswa Kedokteran yang Bikin Jepang Meradang Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Prabowo Berenang di Manggarai KNIL Jerman Ikut Kempeitai KNIL Turunan Genghis Khan Eks KNIL Tajir Ayah Pendiri Kopassus Tenggelam di Samudera Hindia Raja Bali yang Digosipkan Punya Harem