Masuk Daftar
My Getplus

Revolusi Bahasa di Sriwijaya

Sriwijaya mengangkat bahasa daerahnya, Melayu Kuno. Sementara kerajaan-kerajaan di Jawa menggunakan bahasa elite, Sanskerta.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 08 Agt 2017
Agus Aris Munandar, arkeolog Universitas Indonesia, menjadi salah satu pembicara dalam seminar "Reviving the Sriwijaya-Nalanda Civilization Trail" di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Senayan, Jakarta, 8 Agustus 2017. foto: Nugroho Sejati/Historia

Penguasa dan rakyat Sriwijaya percaya diri membuat prasastinya dalam bahasa lokal, yaitu Melayu Kuno. Fenomena itu menandai adanya revolusi status bahasa daerah yang dianggap setara dengan bahasa Sanskerta.

Dr. Andrea Acri, peneliti dari Ecole Pratique des Hautes Etude Paris Prancis, mengatakan ketika Melayu Kuno muncul di Sriwijaya, di India juga mulai muncul penggunaan huruf Pallawa dan Tamil.

“Prasasti bukan cuma pakai Sanskerta, tapi bahasa daerah. Kakawin juga muncul,” kata Andrea dalam seminar "Reviving the Sriwijaya-Nalanda Civilization Trail", di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Senayan, Jakarta, 8 Agustus 2017.

Advertising
Advertising

Agus Aris Munandar, arkeolog Universitas Indonesia, menambahkan bahwa bahasa Sanskerta adalah bahasa elite kerajaan dan keagamaan. Bahasa ini hanya dikenal oleh kalangan terbatas. “Bahasa Sanskerta dipuja oleh kaum Brahmana Hindu agar ajarannya tidak bocor,” ujar Agus.

Sementara agama Budha bersifat egaliter. Mereka tidak mengenal sistem kasta. “Makanya dipakai bahasa lokal, karena itu egaliter,” tegasnya.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan, hal ini juga terkait munculnya nasionalisme dari penguasa dan rakyat Sriwijaya. Semangat menggunakan apa yang menjadi milik sendiri terlihat dari penggunaan bahasa Melayu Kuno. Bahkan, jika dibandingkan dengan kerajaan lainnya di Nusantara, Sriwijaya adalah yang terkuat.

Sementara Sriwijaya memakai Melayu Kuno, prasasti pertama Mataram Kuno dan Kerajaan Kanjuruhan di Jawa tetap memakai Sanskerta. Padahal, keduanya berkembang lebih belakangan. Misalnya, Prasasti Canggal (732 M) yang dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dari Mataram Kuno sepenuhnya bahasa Sanskerta. Begitu pula Prasasti Dinoyo (760 M) yang menyebutkan Kerajaan Kanjuruhan memiliki raja bernama Gajayana.

“Penggunaan Sanskerta ada dalam prasasti Kutai Kuno dan Tarumanegara. Artinya Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Kuno, dan Kanjuruhan prasastinya menggunakan Sanskerta,” kata Agus.

Sementara penggunaan bahasa Jawa Kuno dalam prasasti di Jawa justru terjadi lebih jauh kemudian, sekira pertengahan abad 9 M.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Orang Tionghoa di Tambang Timah dan Emas Delapan Tokoh Kristen dalam Sejarah Hukuman bagi Pejabat yang Memberatkan Rakyat dengan Pajak Miskinnya Sisingamangaraja XII Lika-liku Peninjauan Kembali Sengkon-Karta hingga Kasus Vina Pangeran Haryasudirja Hampir Mati Ditembak Jepang Joki dari Penunggang Kuda Pacuan ke Pengerjaan Tugas Orang Lain Ogah Dipaksa Kawin, Maisuri Kawin Lari Berujung Dibui Menggugat Peristiwa 27 Juli sebagai Pelanggaran HAM Berat Hamzah Haz, Wakil Presiden Pilihan MPR