DUA minggu sebelum Natal 1847, seorang pandai besi, John David Fox, bersama istri, Margaret, dan kedua putri bungsu mereka, Maggie dan Kate, pindah ke lingkungan pedesaan Hydesville, New York. Empat anak mereka, Leah, Elizabeth, Maria, dan David sudah dewasa dan berkeluarga.
Saat itu, mereka menghadapi musim dingin terburuk yang menyebabkan pembangunan rumah membutuhkan waktu lebih lama. Karena pembangunan rumah tak dapat diselesaikan hingga musim semi mendatang, Fox dan Margaret memutuskan untuk menyewa rumah sederhana bertingkat satu setengah lantai.
Meski tidak besar, rumah itu cukup nyaman, dengan sejumlah jendela dan dua kompor. Ruang tamu menjadi area pertama yang dimasuki setelah membuka pintu depan, sementara dapurnya terletak di bagian belakang dan memiliki pintu ke halaman. Di sisi timur, sebuah ruang tambahan –terkadang digunakan sebagai kamar tidur kedua– terhubung ke dapur, dan kamar tidur utama berada di sebelah ruang tamu. Tangga tertutup ke loteng besar ada di dekat kamar tidur utama, sedangkan tangga lain ke ruang bawah. Di belakang rumah mengalir Sungai Ganargua, yang juga dikenal dengan nama Mud Creek, tempat populer untuk memancing di malam hari.
Baca juga:
Tipu-Tipu Dukun Dibongkar Pesulap
Mulanya, kehidupan keluarga Fox berjalan seperti biasa. Namun, semua itu mulai berubah pada Maret 1848. Dalam dua minggu terakhir, suara-suara aneh seperti ketukan cukup keras dan menakutkan kerap terdengar pada malam hari.
“Suara dentuman di langit-langit, gedoran pintu atau dinding, dan terkadang ketukan yang cukup keras hingga menggetarkan ranjang dan meja kerap terdengar ketika keluarga itu tengah tertidur,” tulis Barbara Weisberg dalam Talking to the Dead.
Pada malam pertama keluarga Fox mendengar ketukan itu, mereka terbangun dan menyalakan lilin untuk mencari sumber suara. Di tengah pencarian, suara keras itu terus berlanjut di tempat yang sama. Kendati telah mencari ke berbagai penjuru rumah, tak ditemukan penyebab suara ketukan tersebut. Ketukan-ketukan itu terus berlanjut malam demi malam.
Pada suatu malam awal April 1948, Kate yang telah berusia sebelas tahun mengaku dapat berkomunikasi dengan “roh” yang menciptakan suara-suara aneh di rumah mereka. Terkejut dengan ucapan putrinya, Margaret meminta Kate membuktikannya. Margaret meminta “roh” tersebut membuat ketukan sepuluh kali. Lalu ia bertanya usia anak-anaknya secara berurutan. Ketika suara ketukan terdengar dengan akurat, Margaret menyimpulkan bahwa ada kekuatan tak terlihat yang sedang bekerja, dan ia mulai menggali informasi lebih lanjut mengenai kekuatan tersebut.
Berita tentang kejadian aneh di kediaman Fox segera menyebar dengan cepat. Sejumlah tetangga berdatangan untuk menyaksikan secara langsung peristiwa tak masuk akal tersebut. Salah satunya William Duesler, yang awalnya tak percaya pada “roh” di rumah itu. Namun, setelah mendengar suara ketukan secara langsung, ia segera mengambil alih penyelidikan untuk mengungkap kisah tragis sang arwah.
Baca juga:
“Berdasarkan hasil penyelidikannya, Duesler memastikan bahwa hantu itu sebelumnya dibunuh di kamar tidur, sekitar lima tahun yang lalu. Ia bahkan menyebut pembunuhnya adalah seorang pria bernama Tuan [Bell], mantan penghuni rumah yang telah pindah ke kota terdekat, pada Selasa malam, pukul 12; hantu itu dibunuh dengan cara digorok lehernya dengan pisau daging; lalu mayatnya diturunkan ke ruang bawah tanah, dan tidak dikuburkan hingga keesokan harinya… di mana ia dikuburkan sepuluh kaki di bawah permukaan tanah,” tulis Weisberg.
Kebenaran tentang kematian pedagang keliling yang jenazahnya dikubur di bawah tanah rumah itu tidak dapat dipastikan. Namun, suara-suara ketukan yang menghebohkan penduduk Hydesville itu ternyata hanyalah akal-akalan Maggie dan Kate, yang terinspirasi membuat keisengan dari suara-suara aneh di rumah mereka pada Maret sebelumnya.
Menurut Geoff Tibballs dalam The World’s Greatest Hoaxes, popularitas yang diraih kakak beradik Fox tak hanya membuat kediaman mereka selalu ramai oleh pengunjung, tetapi juga undangan untuk menunjukkan kemampuan berkomunikasi dengan “roh” terus berdatangan. Maggie dan Kate sempat menunjukkan aksi mereka di Corinthian Hall, Rochester dan sukses menarik banyak penonton yang antusias sehingga peluang menghasilkan uang pun terbuka lebar.
“Di bawah manajemen Leah yang cerdik, kakak beradik Fox memulai karier yang menguntungkan sebagai cenayang, melakukan pemanggilan arwah di ruang-ruang pribadi di seluruh Amerika Serikat. Ada banyak uang yang bisa dihasilkan dari berbicara dengan orang mati,” tulis Tibballs.
Ketenaran Fox bersaudara menyebar hingga ke luar negeri. Bahkan, aksi mereka berhasil menipu ilmuwan terkemuka seperti Sir William Crookes. Setelah menyaksikan proses pemanggilan arwah di London pada 1871, ia menyatakan cukup yakin bahwa kejadian aneh tersebut adalah nyata dan tidak disebabkan oleh tipu muslihat atau cara-cara mekanis.
Yang menarik, selain dikenal sebagai cenayang terkenal berkat publisitas di sejumlah surat kabar, kakak beradik Fox juga dianggap sebagai pemantik gerakan spiritualisme.
Baca juga:
Misteri Rumah Hantu di Gang Pecenongan
Alberta M. Miranda menulis dalam Women in American History: A Social, Political, and Cultural Encyclopedia and Document Collection, klaim Fox bersaudara atas kemampuan mereka melakukan kontak dengan arwah kemudian menjadi bagian dari spiritualisme, sebuah gerakan kepercayaan yang berkembang berdasarkan tulisan Emanuel Swedenborg dan Franz Mesmer yang menyatakan bahwa roh-roh hidup setelah kematian dan berkomunikasi dengan makhluk yang masih hidup.
“Terlepas dari popularitas mereka sebagai cenayang, Fox bersaudara tidak pernah menganjurkan spiritualisme sebagai sebuah agama, fokus mereka tampaknya hanya untuk mendapatkan keuntungan dari ketenaran mereka,” tulis Miranda.
Ketika Leah Fox mencampakkan suaminya demi seorang bankir kaya di New York, putri tertua Fox dan Margaret itu memutuskan berhenti mendampingi Maggie dan Kate. Ditinggal sendirian, kedua kakak beradik itu tampak putus asa hingga pada 1888, Maggie memutuskan untuk mengakui bahwa mereka adalah penipu.
“Menurut pengakuan mereka, keduanya menghasilkan suara ketukan pertama dengan menggunakan apel yang diikatkan pada seutas tali. Di dalam ruangan gelap di mana kejadian-kejadian aneh ini selalu terjadi, tak seorang pun dapat melihat mereka menarik tali dan memantulkan apel tersebut dengan bunyi gedebuk ke dinding. Ketika teknik mereka semakin canggih, mereka terpaksa membuat suara-suara yang diperlukan dengan memukulkan jempol kaki mereka,” tulis Tibballs.
Setelah membuat pengakuan yang mengejutkan publik Amerika, Maggie segera menarik kembali pengakuannya dan menekuni pekerjaan lamanya sebagai cenayang bersama Kate. Menurut Miranda, kemungkinan besar hal ini dilakukan karena keputusasaan finansial. Kegagalannya meraih keuntungan besar sebagai penceramah, yang menceritakan kisah penipuan Fox bersaudara, membuat Maggie dan Kate memilih kembali ke kehidupan lama dengan harapan dapat menghidupkan kembali karier ceramahnya dan kembali ke spiritualisme. Kendati pengakuannya tidak mengubah persepsi komunitas spiritualis, upaya kakak beradik ini untuk kembali ke lingkaran itu ditolak.
Baca juga:
Makhluk Halus dalam Catatan Perjalanan Orang Belanda
Namun, rencana menghidupkan kembali karier ceramah hampir tidak mungkin dilakukan karena Maggie dan Kate terjerumus menjadi pecandu alkohol. Bahkan, Kate pernah ditangkap karena mabuk. Empat tahun setelah pengakuan Maggie, Kate meninggal pada 2 Juli 1892. Hampir setahun berselang, tepatnya tanggal 8 Maret 1893, Maggie juga tutup usia. Keduanya hidup miskin hingga kematiannya. Ketenaran kakak beradik Fox adalah bukti kekuatan gerakan spiritualis masa lampau dan ketertarikan orang Amerika terhadap kehidupan setelah kematian.
“Fox bersaudara memiliki kekuatan budaya yang signifikan selama bertahun-tahun di zaman ketika wanita seharusnya pasif dan terbatas pada ruang pribadi,” tulis Miranda.*