Masuk Daftar
My Getplus

Misteri Kerajaan Panai di Sumatra

Kerajaan Panai diduga kuat berada di pedalaman Sumatra. Diincar Kerajaan Majapahit hingga Kerajaan Cola dari India.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 16 Jul 2019
Candi Bahal atau Biaro Bahal adalah kompleks percandian Buddha. Letaknya di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas, Sumatra Utara. (Wikipedia).

Paṇai yang dialiri sungai diabadikan dalam Prasasti Tanjore yang berasal dari 10 abad yang lalu. Negeri ini menjadi salah satu yang digempur Rajendracola I setelah pemimpin wangsa Coḷa dari India itu menghabisi Sriwijaya yang makmur.

Tiga abad setelahnya Mpu Prapanca seakan mengingatkan keberadaan negeri itu. Dia menyebut Pane sebagai salah satu dari negara-negara Melayu yang dibidik dalam rencana diplomasi Majapahit dan kemudian mendapat pengaruhnya.

Paṇai pun seperti menjadi incaran negara-negara besar. Ia mungkin dulunya adalah sebuah negeri yang potensial. Namun kini keberadaannya masih misteri. Padahal sudah beberapa ahli memperkirakan letaknya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kerajaan Misterius di Pulau Sumatra

Keberadaan Kerajaan Panai seolah ditegaskan dengan ditemukannya Prasasti Panai di Kompleks Percandian Biaro Bahal, Padang Lawas, Sumatra Utara. Sayangnya banyak tulisan dalam prasasti ini tak terbaca karena kondisinya aus.

"Menurut hasil penelitian kami pada baris ke-10 prasasti tersebut terdapat bacaan Paṇai," kata Lisda Meyanti, peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Lewat tulisan "Prasasti Panai: Kajian Ulang Tentang Lokasi Kerajaan Paṇai" dalam Jurnal AMERTA, Lisda menjelaskan terdapat penyebutan kata kuṭi dalam prasasti itu. Kemungkinan ini ada kaitanya dengan bangunan suci Buddha, berupa candi yang oleh masyarakat setempat disebut biaro.

Adapun gelar haji yang menyertai kata kuti menunjukkan di daerah itu terdapat kerajaan kecil yang dipimpin seorang haji. Ia kemudian didharmakan dengan sebuah candi.

Artinya, Panai mungkin merupakan kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang raja yang bergelar haji. Sebagian wilayahnya berupa padang dengan sungai yang oleh penduduknya dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Raja yang memimpin Paṇai menganut agama Buddha.

Prasasti Panai.

Lisda menulis, kendati jelas disebutkan kata "Paṇai" dalam prasasti itu, masih belum cukup untuk menunjuk tempat penemuannya sebagai lokasi kerajaan. "Prasasti itu merupakan artefak bertulis yang dapat dipindahkan. Ada kemungkinan Prasasti Paṇai tidak berasal dari daerah tempat prasasti itu ditemukan," jelasnya.

Bila mencermati Prasasti Tanjore di India, kemungkinan Kerajaan Panai terletak di Sumatra. Sebab, Kakawin Nagarakṛtagama menyebut Paṇai merupakan salah satu kerajaan kecil di bawah naungan Kerajaan Malayu (Sumatra). Lebih spesifik lagi, George Coedès dalam Asia Tenggara Masa Hindu Buddha, menunjuk pantai timur Sumatra yang berhadapan dengan Malaka sebagai lokasi Paṇai. 

Baca juga: Meninjau Kembali Wilayah Kekuasaan Majapahit

Sedangkan Kéram Kévonian, sejarawan Armenia dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial (EHESS) Prancis, dalam tulisannya "Suatu Catatan Perjalanan di Laut Cina dalam Bahasa Armenia" termuat di Lobu Tua: Sejarah Awal Barus, menyimpulkan kalau Paṇai adalah nama sebuah pelabuhan di pantai timur Sumatra Utara. Lokasi tepatnya di Labuhan Bilik sebagai muara akhir Sungai Barumun.

Nama Panai masih dijumpai hingga kini. Lisda menjelaskan, di daerah Sumatra Utara, banyak daerah yang menggunakan nama Panai. Di Kabupaten Labuhanbatu terdapat Kecamatan Panai Tengah, Kecamatan Panai Hulu, dan Kecamatan Panai Hilir. Ketiganya berada di pesisir timur pantai Sumatra, dekat dengan Malaka.

Ada juga sungai yang dikenal dengan nama Sungai Batang Pane, anak Sungai Barumun. Di dekat Sungai Batang Pane, terdapat kecamatan dengan nama sama, Batang Pane. Wilayah ini masuk ke dalam Kabupaten Padang Lawas di mana Prasasti Panai ditemukan. Di sana banyak sumber daya arkeologi yang berasal dari abad ke-11–14 M. Di antaranya bangunan keagamaan berupa kompleks candi yang oleh masyarakat setempat disebut biaro.

Melihat itu Kawasan Padang Lawas mungkin bisa dipertimbangkan sebagai lokasi Kerajaan Panai. Ini dukung pula dari keterangan Prasasti Tanjore mengenai keadaan geografi Kerajaan Paṇai bahwa kerajaan ini diapit oleh sungai-sungai dan dipagari oleh pegunungan.

"Asumsinya, Paṇai adalah sebuah wilayah yang memiliki dermaga sungai dan pegunungan," kata Lisda.

Prasasti Panai pun memberikan petunjuk dengan memuat kata-kata seperti naik dan turun. Beberapa kata menggambarkan wilayah berair, seperti sungai, perahu, mengalir, hilir, ikan, dan sawah. Itu cocok dengan kondisi alam tempat ditemukannya Prasasti Paṇai di Padang Lawas, berupa daratan yang dipagari oleh gunung dan diapit oleh dua sungai: Sungai Batang Pane dan Sungai Barumun.

"Kemungkinan besar Panai adalah nama asli Padang Lawas. Panai seharusnya terletak di kawasan Padang Lawas," jelas Lisda.

Padang Lawas pun strategis karena memiliki dua gerbang pelabuhan, Barus di barat dan Labuhan Bilik di timur. Ini memberi gambaran ramainya kawasan itu pada masanya.

Ditambah lagi, menurut Lisda, kemungkinan pada masa lampau Padang Lawas lebih subur dibandingkan sekarang. Karenanya Kerajaan Paṇai sangat kaya akan hasil hutan, khususnya kapur barus dan ternak. Belum lagi hasil perut buminya seperti emas.

“Hanya masyarakat yang kaya dan makmurlah yang mampu membangun candi,” kata Lisda.

Akhirnya, seperti kata Kéram Kévonian, Kerajaan Paṇai menjadi penting karena memiliki komoditas utama yang diperebutkan di pasar internasional. Barang itu diperdagangkan di pelabuhan bertaraf internasional yang terletak di pantai barat, Barus maupun di timur, Labuhan Bilik.

TAG

Kerajaan

ARTIKEL TERKAIT

Akhir Kisah Raja Lalim Perlawanan Kerajaan Siau terhadap Belanda Kala Sumedang Larang di Bawah Kuasa Mataram Gelar Khalifatullah untuk Raja Yogya Para Raja Baru dan Juru Selamat Mengaku Sosok Istimewa untuk Memikat Para Petani Menilik Sejarah Purworejo yang Diklaim sebagai Pusat Keraton Agung Sejagat Empat Kerajaan Buatan tanpa Pengakuan Ibukota Sriwijaya Menurut I-Tsing. Pemimpin Ideal ala Sunda