Masuk Daftar
My Getplus

Bermula dari Nazar

Gereja St. Paul atau Gereja Merah adalah tempat di Malaka yang wajib yang dikunjungi wisatawan. Sebagian kota Malaka terlihat dari sini.

Oleh: Petrik Matanasi | 05 Jul 2024
Gereja St. Paul alias Gereja Merah di Bukit Malaka, Malaka. (Petrik Matanasi/Historia)

LAGU “What a Wonderfull World” itu tak keluar dari mulut Louis Armstrong, yang lebih dari setengah abad silam mempopulerkannya. Lagu itu dinyanyikan Din dengan gitar bolongnya. Habis lagu Louis Armstrong, sejumlah lagu lain dimainkannya. Termasuk “Yesterday Once More” milik Carpenter, juga “My Way”s yang dipopulerkan Frank Sinatra.

Peziarah sejarah yang mendengar suara musiknya pun banyak yang menyukainya. Bahkan,  ada yang ikut menyanyi. Semua lagu dimainkan Din di bekas altar sisa bangunan Gereja Katolik St. Paul peninggalan Portugis di Malaka ketika langit sore Malaka begitu biru.

Gereja Katolik yang bisa dilafalkan sebagai Santo Paulus itu dulunya bagian terdalam dan tertinggi di Kompleks Benteng Malaka yang dulu disebut A Famosa. Terletak di atas Bukit Malaka, pemandangan Bandar Malaka terlihat dari bukit tersebut. Termasuk sisa reruntuhan benteng yang dulu mengelilinginya.

Advertising
Advertising

Ketika Portugis berkuasa, di sisi selatan Sungai Malaka, terdapat sebuah kota berbenteng bernama A Famosa. Arti dari nama itu adalah terkenal.

Portugis dikenal sebagai negeri Katolik yang tunduk kepada Paus di Vatikan. Maka ketika Portugis berkuasa di Malaka, sebuah gereja katolik didirikan di sana. Oleh Portugis mulanya dinamai Nossa Senhora da Annunciada. Gereja Katolik itu disebut Ken Yeang dalam The Architecture of Malaysia sebagai gereja “tertua yang masih bertahan” di Malaysia.

Gereja itu dibangun setelah tahun 1521. Di balik pembangunannya, terdapat seorang pejabat Portugis terkenal bernama Duarte Coelho.

“Pada tahun 1521 Duarte Coelho dan ketiga Junknya telah dikepung oleh enam puluh lima kapal Tiongkok yang bermusuhan di dekat wilayah itu, dan dia telah bersumpah kepada Bunda Allah bahwa dia akan membangun sebuah kapel untuknya jika dia membebaskannya dari bahaya kematian yang dia alami,” catat Georg Schurhammer dalam Francis Xavier; His Life, His Times: Indonesia and India, 1545-1549.

Setelah Duarte selamat dari bahaya itu dan sesampainya di Malaka, nazarnya kepada Bunda Maria pun dia tunaikan sebagai rasa syukurnya. Di Malaka yang sedang menjadi pangkalan Portugis untuk rempah-rempah dari Maluku itu, Duarte pun membangun sebuah kapel untuk memperingati keselamaatannya ketika terancam oleh armada Tiongkok.

Selain oleh orang-orang Portugis, Malaka pernah didatangi oleh rohaniawan Katolik dari Spanyol. Fransiskus Xaverius, orang Spanyol itu, merupakan penyebar Katolik penting di Nusantara. Dia tiba sekitar 1545.

Perdagangan rempah yang ramai di Malaka tak hanya mendatangkan pedagang dari bermacam bangsa, tapi juga ikut mempengaruhi penyebaran agama Kristen. Itu terus berlanjut ketika Belanda yang Protestan menguasainya.

Setelah Portugis berkuasa di Malaka (1511-1641), maskapai dagang Belanda Verenigde Oostinsidsche Compagnie (VOC) merebutnya setelah berkali-kali usahanya gagal pada 1597, 1606, dan 1636. Belanda berhasil merebutnya pada 1641 dan menguasainya lebih dari seabad seperti Portugis (1641-1825).

“Aliansi bijaksana dengan suku Melayu Johor-Riau, memungkinkan Belanda mengusir Portugis dari Melaka pada awal 1641. Namun perebutan Melaka, yang disadari oleh Belanda (seperti yang dilakukan Portugis 130 tahun sebelumnya), tidak berarti terus mengalirnya komoditas dari Malaka. Kehancuran Portugis di Melaka memastikan konsolidasi agenda monopoli VOC,” Tulis Ooi Keat Gin dalam “‘Bridge’ to ‘Fence’: A Maritime History of the Straits of Malacca”, dimuat di Journal of Maritime Studies and National Integration No. 6, 2022.

Belanda dikenal dengan penganut Protestannya. Belakangan, jumlah gereja bertambah. Gereja Anglikan juga muncul. Sekitar 1753, VOC membangun gereja di dekat balai kota (stadshuis). Kini gereja yang dicat merah bata itu dikenal sebagai Gereja Merah. Belakangan, gereja itu kerap disebut St Paul.

Gereja St. Paul tak berfungsi sebagai tempat ibadah seperti umumnya gereja. Sebagian atapnya sudah hilang. Pada dindingnya, susunan batu laterit (yang menjadi bahan penting bangunan ini) –yang ditemukan di sekitar sungai dan pantai di Malaka; merupakan bahan utama pembuat benteng-benteng Eropa di masa lalu– terlihat. Ia lebih cocok menjadi tempat berfoto bagi wisatawan.

Keberadaan Gereja St. Paul menjadikan Bukit Malaka terkadang disebut sebagai St. Paul Hills. Di bawah Gereja St. Paul, di Jalan Parameswara, terdapat beberapa sekolah dan banyak museum, termasuk Museum UMNO. Makam-makam kuno tinggalan Belanda pun juga masih ditemukan di lereng-lereng bukit St Paul kini. Begitu pun replika istana Kerajaan Malaka yang dipangkas Portugis.

TAG

gereja kerajaan malaka selat malaka portugis voc

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Pejabat VOC Dituduh Korupsi tapi Malah Dapat Promosi Ambisi van Goens Membangun Batavia Baru di Ceylon Kisah Dua Anak Gubernur Jenderal VOC yang Bermasalah Nepotisme Sudah Terjadi Sejak Zaman VOC Delapan Tokoh Kristen dalam Sejarah Raja Larantuka Melawan Belanda Kembali ke Sunda Kelapa Anak Yatim Piatu dan Terlantar pada Masa VOC Portugis Kena Prank di Malaka Portugis Menangis di Selat Malaka