Masuk Daftar
My Getplus

Epos Majapahit Lebih Seru dari Game of Thrones

Dibanding “Game of Thrones”, epos dan Babad Majapahit nyata terjadi minus raksasa atau naga.

Oleh: Randy Wirayudha | 22 Jul 2024
Herald van der Linde, penulis buku "Majapahit: Intrigue, Betrayal and War in Indonesia’s Greatest Empire" (Randy Wirayudha/Historia)

DARI adaptasi novel fantasi A Song of Ice and Fire (1991) lahirlah film seri Game of Thrones nan seru yang digarap sineas David Benioff dan Daniel Brett Weiss hingga delapan season (2011-2019). Padahal kalau menengok ke belakang, wiracarita dan Babad Majapahit juga tak kalah seru.

Segala hal terkait dengan kisah peperangan entah kompleksitasnya, pengkhianatannya, hingga perebutan takhta lintas wilayah dan kerajaan juga terjadi di seputar era kebangkitan dan kejatuhan Kerajaan Majapahit. Bedanya, epos dan Babad Majapahit terjadi di dunia nyata minus raksasa atau naga seperti di Game of Thrones. 

Namun, tidak banyak yang mengetahui cerita-cerita menakjubkan tentang Majapahit, utamanya publik di luar Indonesia. Bertolak dari realita itulah Herald van der Linde mencoba merangkum dan mengalirkan ceritanya agar lebih enak dibaca lewat buku Majapahit: Intrigue, Betrayal and War in Indonesia’s Greatest Empire yang diterbitkan pada Mei 2024.

Advertising
Advertising

“Saya bekerja di departemen riset sebuah bank (di Hong Kong). Ada banyak kolega (bertitel) profesor, master, PhD, tapi ketika saya tanya apakah mereka tahu tentang Majapahit, mereka belum pernah dengar. Beberapa kolega asal India menyangka itu istilah, sebuah tempat, atau peristiwa di India yang dengan lidah mereka menyebut: ‘Mahapajit’,” kenang Herald dalam diskusi buku bertajuk “Majapahit: Nusantara’s Game of Thrones” di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Baca juga: Brutal dan Primitifnya Sejarah Roma dalam Romulus

Mereka, generasi muda saat ini, termasuk di Indonesia, lebih mengenal kerumitan Games of Thrones ketimbang Majapahit. Herald yang pertamakali melancong ke Indonesia pada 1990 sebagai “backpacker Jalan Jaksa” asal Belanda, sedikit demi sedikit menumbuhkan ketertarikan untuk lebih mengenal tentang Indonesia dan masyarakatnya melalui sejarah.

“Padahal (Majapahit) ini cerita besar. Indonesia juga salah satu negara dengan populasi terbesar dunia dan anggota G20 tapi tidak ada yang tahu sejarah Indonesia. Orang lebih mengenal sejarah China, India, Amerika, Inggris, kisah shogun di Jepang, tapi soal (sejarah) Indonesia terbatas. Para kolega saya tak pernah mendengar tentang Majapahit, padahal ada banyak cerita besar dan menarik di balik itu,” tambahnya.

Hal serupa juga dialami Dennis Rider dari Indonesian Heritage Society. Bukan hanya publik luar Indonesia, ia merasa masyarakat Indonesia pun masih belum paham sepenuhnya soal Majapahit dan tokoh-tokoh sentralnya seperti Hayam Wuruk dan Gadjah Mada.

“Saya tertarik pada sejarah perang, pertempuran penaklukan Gadjah Mada. Tapi saat saya pertama datang ke Indonesia pada 1987, orang Indonesia saat itu belum sepenuhnya percaya Gadjah Mada adalah figur nyata. Gadjah Mada seringkali dianggap legenda. Padahal ia menaklukkan wilayah kepulauan yang tak kalah luas dari benua Eropa,” timpal Dennis. 

“Tapi saya bilang, dengar ya, (Kakawin) Nagarakrtagama juga dianggap legenda, akan tetapi anehnya kenapa kitab itu bisa memberikan kita hari dan waktu tentang banyak peristiwa? Dan kitab itu matching dengan (catatan-catatan penjelajah) China,” ujarnya.

Dennis Rider (duduk, kiri) dari Indonesia Heritage Society (Randy Wirayudha/Historia)

Menarik Benang Merah Majapahit hingga Jakarta 

Atas dasar itulah Herald merangkum buku Majapahit: Intrigue, Betrayal and War in Indonesia’s Greatest Empire. Majapahit kerajaan besar yang di era kejayaannya merupakan sebuah negeri yang kosmopolitan dengan adanya interaksi bangsa-bangsa Arab, India, maupun Tiongkok.

Tetapi di balik kosmopolitannya Majapahit (abad ke-13-awal abad ke-15) yang wilayah kekuasaannya membentang dari Thailand selatan, Filipina selatan, hingga hampir segenap Nusantara, terselip aneka intrik politik, pengkhianatan, perebutan kekuasaan, hingga peperangan untuk mengusir kekuatan besar bernama Mongol. Herald juga sadar bahwa di Indonesia acapkali sejarah tersaji dalam berbagai bentuk yang membosankan baik di luar maupun di dalam lingkup pendidikan.

“Karena di sekolah jika belajar sejarah selalu tentang tanggal, nama, yang membuat kita sering lupa akan (narasi) sejarahnya. Jadi kita harus menulisnya dengan cara berbeda. Menciptakan (tulisan) yang naratif, mudah mengalirkan cerita. Walau itu tak selamanya mudah karena saya sempat bingung apa yang terjadi (dalam berbagai sumber). Kita punya Nagarakrtagama. Mpu Prapanca menulis apa yang dia lihat. Tapi kita juga ada sumber tulisan lain yang kadang-kadang jadi enggak nyambung. Banyak riset akademik dengan detail-detail teknis perihal interpretasi. Jadi saya memilih menaruh beberapa perdebatannya di catatan kaki saja agar ceritanya bisa mengalir,” terang Herald.

Baca juga: Prapanca, Pujangga Majapahit yang Diasingkan

Selain menyelipkan kisah-kisah ringan tentang Majapahit, ia juga menguraikan timeline dan peta lokasi. Kisah tentang Raja Kertanagara yang berkuasa di Singhasari (1268-1292) pun disertakannya karena kisahnya terkoneksi dengan Majapahit.

“Orang Indonesia mengenal Hayam Wuruk dan Gadjah Mada adalah aktor-aktor kunci (kejayaan Majapahit). Tapi saya pikir yang kadang dilupakan adalah sosok Kertanagara. Ia yang membuat segala kondisi bagi lahirnya Majapahit,” lanjut Herald.

Baca juga: Kertanagara Melawan Kubilai Khan

Sebagaimana yang disebutkan dalam Nagarakrtagama dan beberapa sumber lain, raja Singhasari itu menebas hidung Meng Qi yang diutus penguasa Mongol dan Dinasti Yuan, Kubilai Khan, pada 1289. Kertanagara menolak untuk tunduk dan mengakui kekuasaan Kubilai Khan meski tahu risikonya. 

“Kubilai Khan saat itu adalah orang paling berkuasa di dunia. Ia punya pasukan dan wilayah membentang hingga ke Eropa. Kubilai mengirim misi diplomatik tapi (Kertanagara) menghinanya hingga ia mengirim pasukannya ke Jawa. Ia tahu risikonya tapi setelah (sejumlah peristiwa) yang terjadi, Majapahit lahir,” tambahnya.

Dikisahkan, Kertanagara sudah tewas di tangan Jayakatwang, raja Gelang-Gelang, pada Juni 1292 demi membalaskan dendam kerajaan leluhurnya, Kerajaan Kadiri. Lalu pada 1293 Jayakatwang juga terbunuh di Ujung Galuh (kini Surabaya) berkat aliansi Raden Wijaya, pendiri Majapahit, dengan pasukan Mongol. 

Baca juga: Kegagalan Khubilai Khan di Jawa

Meski begitu, pasukan Mongol kemudian juga dikhianati Raden Wijaya yang merupakan menantu mendiang Kertanagara. Menurut arkeolog George Coedes dalam Asia Tenggara Masa Hindu, ekspedisi Mongol yang mulanya dimaksudkan untuk menghukum Kertanagara akhirnya mempunyai akibat yang tak terduga, yaitu mengembalikan takhta pewarisnya yang sah.

Kemudian, Majapahit runtuh. Sebuah kekuatan baru berupa kerajaan Islam dari pantai utara, Kesultanan Demak, menginvasi sisa-sisa kejayaan Majapahit pada 1527.

“Saya juga menuliskan tentang (invasi) 1527 karena cerita fantastis tentang Demak dari utara ini punya benang merah. Pasalnya Demak kemudian juga merebut Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta (kini Jakarta). Jadi akhir cerita Majapahit mengalir dengan indah sampai ke permulaan (sejarah) Jakarta,” urai Herald. “Menariknya, ada nama Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Gadjah Mada yang menggantikan nama jalan Belanda (Molenlivliet Oost, red.) di lokasi kota besar. Tapi Kertanagara kecil jalannya (Kebayoran Baru, Jakarta Selatan). Toh ternyata si Prabowo (Subianto, menteri pertahanan cum presiden terpilih) tinggal di sini. Jadi ada cerita besar juga pada akhirnya,” tandas Herald menutup dengan tawa ringan. 

Baca juga: Prabowo dan Kertanagara

TAG

kerajaan majapahit majapahit sejarah-majapahit kertanagara khubilai-khan singhasari

ARTIKEL TERKAIT

Ketika Rahib Katolik Bertamu ke Majapahit Jejak Kejayaan Raja-raja Jawa Semerbak Aroma Sejarah Pencegah Bau Ketiak Raja-Raja Jawa dalam Lintasan Masa Prasasti Damalung Wajib Dipulangkan, Begini Kata Arkeolog Sihir Api Petir dari Meriam Majapahit Kemenangan Raden Wijaya Mengusir Pasukan Mongol Akhir Kisah Raja Lalim AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi dan Bhairawa