Masuk Daftar
My Getplus

Satir Penerbang Bengal dalam Catch-22

Kisah prajurit pemberontak yang terjebak paradoks birokrasi militer. Disajikan lewat banyolan dan tragedi dalam enam episode.

Oleh: Randy Wirayudha | 08 Jul 2021
Miniseri "Catch-22" yang mengangkat kisah para awak pembom dalam kemasan konyol sekaligus pahit (Hulu)

SIRINE ambulans Angkatan Darat (AD) Amerika Serikat meraung-raung di Pangkalan Udara (Lanud) Pianosa, Italia suatu siang di tahun 1944. Tim medis berlarian mendekati pesawat-pesawat pembom medium B-25 Mitchell yang mendarat darurat di lanud itu. Dari salah satu pesawat itu, Kapten John ‘Yo-Yo’ Yossarian (diperankan Christopher Abbott) menuruni tangga pesawat tanpa pakaian dan tubuhnya berlumuran darah.

Yo-Yo baru kehilangan salah satu kru penembaknya yang rekrutan baru, Letnan Christopher Snowden (Harrison Osterfield), yang tewas di pelukannya dalam misi pemboman. Di antara kesibukan tim medis lanud dan kepulan asap mesin pesawat yang rusak, Yo-Yo berteriak histeris. Mentalnya terguncang.

Sekejap kemudian, alur cerita mundur. Trio sutaradara George Clooney, Grant Heslov, dan Ellen Kuras menghadirkan kilas balik episode pertama miniseri bertema Perang Dunia II bertajuk Catch-22 ini. Digarap dengan kemasan komedi-satir, miniseri ini diadaptasi dari novel bertajuk serupa karya Joseph Heller.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kisah Penyintas Terlupakan di Perang Pasifik

Cerita bergulir ke medio 1941, saat Yo-Yo masih pendidikan kadet di Lanud AD Santa Ana, California. Ia dan delapan karib seangkatannya dikenal sebagai kelompok kadet paling bengal. Jangankan untuk bersikap disiplin, untuk baris-berbaris saja kesembilan kadet itu kerap gagal membuat formasi rapi walau sudah 11 pekan dalam pelatihan. Saking bengalnya, Yo-Yo bahkan berani berselingkuh dengan Marion (Julie Ann Emery), istri komandannya, Kolonel Scheisskopf (George Clooney). Mereka acap kena batunya dari Kolonel Scheisskopf.

Kendati dikenal suka melawan komandan, mereka tetap lulus dengan pangkat letnan penerbang dan dikirim tugas tempur di front Mediterania pada medio 1943. Yo-Yo dkk. ditempatkan di Skadron ke-256, Divisi Korps Udara ke-27, Wing Udara ke-57 AD Amerika yang berbasis di Lanud Pianosa.

Adegan kadet John 'Yo-Yo' Yossarian dan kawan-kawan seangkatannya semasa pelatihan (Hulu)

Dalam adegan-adegan di Pianosa itulah karakter-karakter asli para letnan bengal itu terkuak. Clevinger selalu sok pintar, McWatt penggila adrenalin. Nately pendiam dan jadi “bucin” seorang pelacur Italia, serta penjilat yang berambisi jadi penanggungjawab logistik dan dapur umum bernama Milo. Sedangkan Yo-Yo, selalu mencari cara untuk bisa lekas pulang sebelum berpotensi tewas dalam penugasannya tanpa dicap desersi.

Yo-Yo sempat mendekati pendeta Kapten Albert Tappman (Jay Paulson), perawat Letnan Sue Ann Duckett (Tessa Ferrer), dan dokter lanud Mayor Dan Daneeka (Grant Heslov) untuk meyakinkan bahwa dirinya sudah gila. Harapannya agar ia bisa direkomendasikan mengalami gangguan jiwa dan dibebastugaskan atau setidak-tidaknya di-grounded.

Baca juga: Menyabung Nyawa di Udara China dalam Airstrike

Namun, Daneeka menguraikan bahwa keinginan Yo-Yo nyaris mustahil. Pasalnya terdapat peraturan yang paradoksal bernama “Catch-22”. Hal itu membuat Yo-Yo hanya bisa menatap kosong dan cenderung depresi saat mendengar penjelasan Daneeka.

“Siapapun yang ingin keluar dari penugasan sebenarnya tidak gila. Catch-22 secara spesifik menyebutkan, kekhawatiran akan keselamatan diri di hadapan situasi bahaya, secara nyata dan langsung, adalah proses dari pikiran yang rasional. Kau bisa saja jadi gila tapi untuk di-grounded, kau harus mengajukan permintaan itu. Tapi untuk mengajukan permintaan, kau pasti berada dalam kondisi waras. Karena hanya orang waras yang bisa mengajukan permintaan,” kata Daneeka.

Kolase adegan Yo-Yo meyakinkan Doc Daneeka (kiri) & perawat Sue Ann Duckett bahwa ia gila (Hulu)

Aturan yang simpel itu ternyata sangat kusut. Intinya, Yo-Yo tetap terikat pada tugas dan tidak berhak dibebastugaskan selama Korps Udara AD Amerika membutuhkannya.

Alhasil Yo-Yo mengeluarkan banyak akal-akalan. Selain merusak alat komunikasi pesawatnya sendiri agar bisa lekas balik ke lanud tanpa menjalankan misi, ia menyabotase peta operasi dan misi pemboman ke Bologna. Kelakuannya itu lalu menghasilkan rantai kejadian yang tak mengenakkan. Salah satunya menimbulkan hoaks bahwa pasukan Divisi Infantri ke-10 sudah merebut Bologna sehingga membuat korps udara tak perlu mengerahkan misi pemboman.

Baca juga: Penerbang Amerika Pertama yang Hilang di Pasifik

Hoaks Bologna sudah aman itu mengakibatkan perwira urusan akomodasi, Mayor De Coverley (Hugh Laurie), datang sendirian ke sana. Dia kecele ketika masuk ke sebuah gedung, ternyata penuh serdadu Jerman. Sejak saat itu De Coverley dilaporkan dalam daftar MIA (missing in action).

Komandan divisi Kolonel Chuck Cathcart (Kyle Chandler) pun naik pitam. Selama pelaku sabotase itu tak ditemukan, ia menambah kuota misi terbang sebelum setiap penerbang bisa dibebastugaskan. Dari 25 misi di awal, kuota ditambah menjadi 30, lantas 40, dan terakhir 55 misi.

Gegara ulah Yo-Yo, Mayor De Caverley kecele masuk gedung yang penuh pasukan Jerman (Hulu)

Di setiap misi, jiwa Yo-Yo perlahan tergerus gegara satu per satu karib seangkatannya hilang atau tewas. Situasinya kian lebih runyam kala Brigjen Scheisskopf, musuh lamanya, datang mengambilalih operasi di Lanud Pianosa dari tangan Cathcart.

Bagaimana Yo-Yo membendung luapan emosi seiring bertambahnya kuota misi terbang walau buah zakarnya sempat cedera kena pecahan peluru meriam Flak 88? Saksikan kelanjutan dalam enam episode di aplikasi daring Mola TV.

Humor dalam Kegetiran

Secara estetis, Catch-22 begitu memanjakan mata penonton dengan pemandangan alam Italia Selatan dan Italia Tengah yang hadir melalui mata para penerbang saat menjalani misi-misi terbang mereka. “Vitamin” mata kian bertambah dengan suguhan gedung-gedung tua khas Roma dan kota-kota di selatan Italia dalam beberapa adegan kala para penerbang mendapat cuti.

Jiwa penonton kian “kenyang” dengan hadirnya music scoring berwarna garapan duet komposer bersaudara Harry dan Rupert Gregson-Williams. Selain irama komikal era 1940-an yang mendampingi adegan-adegan konyol, alunan mendayu khas Italia yang mengiringi adegan-adegan tragis memperkaya suasana batin para pemirsa.

Baca juga: Anzio, Palagan Sengit Merebut Roma

Keotentikan wardrobe dan propertinya pun patut diacungi jempol. Replika pesawat pembom asli yang masih bisa terbang turut digunakan. Yang lebih jempolan lagi, lantaran tidak meniru film-film Perang Dunia II buatan Amerika, beberapa warga dan pelacur lokal tetap berdialog menggunakan bahasa Italia sehingga terjadi banyak kesalahpahaman dengan para penerbang Amerika.

Terlepas dari kesan yang dipetik beberapa kritikus bahwa miniseri ini tak sedalam dan tak setajam novel aslinya, Catch-22 lewat penampilan karakter-karakter utamanya dinilai lebih dark dalam eksplorasi satir ketimbang film bertajuk serupa versi 1970.

Kisah Catch-22 berpusar pada konflik Yo-Yo (kedua dari kiri) dan karib seangkatannya (Hulu)

Catch-22 juga sedikit mengingatkan pada serial-serial dengan tema serupa, semisal Band of Brothers (2001) dan The Pacific (2010). Ia menggali lebih dalam kondisi kejiwaan prajurit perang yang terguncang. Bedanya, jika para tokoh pada dua seri di atas mengalami gangguan mental akibat gempuran musuh, karakter-karakter utama di Catch-22 terguncang jiwanya akibat sistem birokrasi di kemiliteran Amerika sendiri, terutama dengan aturan “Catch-22”.

“Saya tak bisa bayangkan jika yang terjadi pada cerita itu tidak terjadi di dunia sampai sekarang. Sayangnya kisah seperti ini terus beresonansi. Perlawanan terhadap sistem dan sistem itulah yang hampir selalu menang. Segalanya absurd, termasuk ketika para perwira tua yang membuat keputusan dan prajurit-prajurit muda yang tewas karenanya,” tutur Clooney kepada Channel 4, 11 Juni 2019.

Baca juga: Midway, Adu Kekuatan Dua Armada

Sebagaimana novelnya, kisah dalam film ini merupakan dramatisasi dari kisah nyata namun begitu aktual menggambarkan kompleksitas kegilaan para karakternya. Ini membuka mata penonton bahwa di balik tugas tempur, para personil AU juga punya konflik batin yang tak kalah pelik dari serdadu darat maupun laut.

Tokoh Letnan Milo, misalnya. Situasi perang membuatnya jadi penjilat dan berhasil menikmati jabatan sebagai penanggungjawab logistik. Akibatnya, kuota misi terbang tidak dipedulikannya lagi. Dia malah keenakan membangun jaringan bisnis dan sindikat logistik dengan memanfaatkan alutsista yang ada.

Kolase kekonyolan Brigjen Scheisskopf yang mengintip kantong menyan Yo-Yo yang cedera (Hulu)

Beda lagi dengan McWatt. Ia dibuat frustrasi oleh keterpaksaan meninggalkan satu misi terbang gara-gara alat komunikasinya disabotase Yo-Yo, hingga berujung pada tragedi yang memakan korban kawan lainnya. Saat Yo-Yo dkk. tengah bersantai berenang di laut, McWatt mengusili dengan terbang rendah menggunakan pesawat serbu tapi akhirnya menabrak Kid Sampson hingga tubuhnya hancur.

Tokoh Aardvark lain lagi. Setelah merudapaksa dan membunuh gadis pelayan Italia, ia jadi pribadi yang kejam dan tak berperikemanusiaan. Sedangkan karakter Kolonel Cathcart yang gila prestasi dan jabatan, tak peduli pada para penerbangnya dengan terus-menerus menambah kuota misi terbang.

Baca juga: Kematian Stalin dalam Banyolan dan Satir

Satu adegan yang lucu adalah ketika Sersan Major Major Major dalam sekejap dipromosikan Cathcart menjadi mayor gegara kesalahpahaman akan namanya yang unik. Kejadian itu membuatnya gagap akan tugas dan wewenang yang lebih tinggi.

Namun, karakter Yo-Yo makin frustrasi dan depresi. Bukan hanya karena kuota misi terbangnya selalu ditambah, namun ia mulai sadar bahwa kematian rekan-rekannya tak lain disebabkan kelakuan bengalnya. Niatnya menyabotase banyak hal demi menyelamatkan banyak nyawa teman-temannya justru berbuah sebaliknya.

Ia pun makin sadar bahwa AD takkan berkenan membebastugaskannya, peduli setan sudah berapa banyak misi terbang yang ia jalani hingga kantong menyannya cedera terkena pecahan meriam antiudara Jerman. Meski kemudian dipromosikan jadi kapten, ia hanya bisa melakukan perlawanan dengan menjalankan tugas-tugas lagi tanpa seragam alias telanjang sebagai bentuk protesnya.

Dramatisasi Pengalaman Pribadi

Aturan “Catch-22” sebetulnya bukanlah aturan tertulis yang pernah ada dalam kesatuan militer Amerika manapun. Tetapi substansinya begitu aktual, terutama sebagaimana yang pernah dialami Heller di masa mudanya kala bertugas sebagai bombardier di Front Mediterania.

Diungkapkan Michael C. Scoggins dalam “Joseph Heller’s Combat Experiences in Catch-22” yang termuat dalam buku WLA: War, Literature & the Arts, Heller kala baru menginjak usia 19 tahun pada 1942, bergabung ke Korps Udara AD Amerika dan dikirim ke Front Mediterania bersama Skadron Pembom ke-488 dari Grup Pembom ke-340 di dalam Wing Pembom ke-57.

Baca juga: A Private War, Perang Batin si Wartawati Perang

Tak ayal sejumlah penggambaran detail misi-misi penerbangan dalam Catch-22 merupakan cerminan pengalaman pribadinya. Nama karakter utama John ‘Yo-Yo’ Yossarian ia pinjam dari nama karibnya sendiri, Francis Yohannon.

“Akan tetapi karakter Yossarian sendiri bukanlah 100 persen penggambaran Yohannon. Karakter Yossarian, kata Heller, ‘adalah penjelmaan dari keinginannya untuk berontak,’” tulis Scoggins.

Tokoh Yo-Yo tak lain alter ego sang novelis, Joseph Heller (kanan) saat bertugas sebagai bombardier (Hulu/Hollings Library, University of South Carolina)

Selepas lulus dari pendidikan kadet dengan pangkat letnan dua, Heller bersama Skadron ke-488 berbasis di Pulau Corsica pada akhir 1944. Heller pun mengalami penambahan kuota seiring jalannya perang walau sebagian besar misi tempurnya berada di garis belakang, di mana ia hanya membom sasaran-sasaran Jerman yang sedang mundur, bukan di garis depan.

“Kesatuannya terlibat dalam misi-misi dukungan taktis di utara Italia dan selatan Prancis. Angka (kuota) misi dalam Catch-22 merupakan cerminan yang akurat akan kenyataan dalam peperangan di selatan Eropa. Mulanya para kru (pesawat pembom) B-17 dan B-24 hanya ditetapkan dengan 25 misi sebelum bisa dipulangkan. Tetapi kuota Heller terus dinaikkan beberapa kali menjadi 50, kemudian 55 dan terakhir 60 sebelum akhirnya Heller bisa pulang,” sambungnya.

Baca juga: Jojo Rabbit, Satir Pemuda Hitler

Dengan kata lain, karakter Yo-Yo adalah alter ego Heller sendiri. Kisah di bagian akhir kala depresi Yo-Yo mencapai klimaksnya setelah Letnan Snowden tewas di pelukannya akibat terkena pecahan meriam Flak 88 juga pengalaman pribadinya. Hampir setiap adegan film sesuai dengan yang dialaminya dalam misi membombardir sasaran Jerman di Ferrara pada 16 Juni 1944. Karakter Snowden adalah alter ego dari prajurit bernama Vandermeulen.

Akibat kejadian itu, Heller tak lagi menjadi pribadi yang sama. Ketika sudah saatnya bisa pulang, Heller memilih pulang dengan naik kapal laut ketimbang pesawat.

“Saya mungkin untuk sesaat dianggap dan diperlakukan sebagai pahlawan, tetapi saya tak merasa demikian. Mereka (birokrasi) mencoba membunuh saya dan saya hanya ingin pulang. Mereka selalu mencoba membunuh kami semua setiap kali kami terbang sama sekali tak terasa sebagai hal menyenangkan. Saya selalu ketakutan dalam setiap misi setelah kejadian (Vandermeulen), bahkan ketika misinya tak menghadapi perlawanan musuh,” tandas Heller dikutip Scoggins.

Deskripsi Film:

Judul: Catch-22 | Sutradara: George Clooney, Grant Heslov, Ellen Kuras | Produser: George Clooney, Grant Heslov, Ellen Kuras, Steve Golin, Richard Brown, David Michôd, Luke Davies | Pemain: Christopher Abbott, Kyle Chandler, George Clooney, Hugh Laurie, Graham Patrick Martin, Lewis Pullman, Rafi Gavron, Daniel David Stewart, Austin Stowell, Jon Rudnitsky, Gerran Howell, Grant Heslov, Julie Ann Emery, Tessa Ferrer | Produksi: Lakeside Ultraviolet Yoki Inc., Smokehouse Pictures, Anonymous Content, Paramount Television | Distributor: Hulu, Sky Atlantic | Genre: Komedi-Satir | Durasi: 40-43 menit/6 episode | Rilis: 17 Mei 2019, Mola TV.

TAG

molatv film penerbangamerika perang dunia

ARTIKEL TERKAIT

Anak-anak Nonton Film di Zaman Kolonial Belanda Nyanyi Sunyi Ianfu Heroisme di Tengah Kehancuran dalam Godzilla Minus One House of Ninjas dan Bayang-Bayang Masa Lalu Ninja Hattori Misteri Kematian Aktor Inggris yang Dibenci Nazi Ibu dan Kakek Jenifer Jill Pyonsa dan Perlawanan Rakyat Korea Terhadap Penjajahan Jepang Benshi, Suara di Balik Film Bisu Jepang Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea