Masuk Daftar
My Getplus

Ratna Assan, Perempuan Berdarah Indonesia Pertama yang Tampil di Majalah Playboy

Ratna Assan, si cantik berdarah Indonesia yang menembus Hollywood. Bakat seni dan paras aduhai membuatnya populer namun meredup dalam waktu singkat.

Oleh: Martin Sitompul | 24 Agt 2017
Ratna Assan dalam sesi wawancara dengan Wimar Witoelar. (Dok. Wimar Witoelar).

“SAYA baru bertemu dengan wanita tercantik yang pernah saya lihat,” kenang Wimar Witoelar.

Wimar terdiam sejenak. Matanya menengadah ke atas seakan membayangkan kembali perjumpaan dengan Ratna Assan. “Cantik!” serunya lagi. “Dibandingkan dengan orang kulit putih, kulitnya cenderung gelap tapi kalau dibandingkan dengan orang Indonesia lebih putih.” Tawa pun menggelak dari pria yang kini berusia 72 tahun itu.

Pada dekade 1990-an, Wimar dikenal sebagai pemandu acara talkshow yang kondang dan pernah menjadi juru bicara kepresidenan era Abdurrahman Wahid. Kepada Historia, Wimar menuturkan pengalamannya mewawancarai Ratna yang tengah di puncak popularitas.

Advertising
Advertising

Pada awal 1970-an, Wimar ditugaskan ke California, Amerika Serikat untuk menemui Ratna. Ketika itu, Wimar adalah mahasiswa yang nyambi sebagai wartawan televisi untuk acara bertajuk Laporan dari Amerika di Washington DC. Laporan dari Amerika merupakan tayangan produksi United States Information Agency (USIA) mengenai siapa saja menyangkut orang Indonesia yang ada di Amerika.

Baca juga: Nonton Film Porno Tempo Dulu

“Waktu itu masih terkenal Ratna Assan. Filmnya Papillon sedang main. Papillon itu artinya kupu-kupu,” ujar Wimar.

Wimar mendapat kesan yang berbeda ketika bercengkrama dengan Ratna. “Kesan yang sangat berbeda dari yang saya lihat di film. Kesan anak rumah yang sopan, baik. Sampai saya agak nggak percaya apa dia itu beneran. Jadi persona showbiz-nya dengan persona di rumahnya beda. Dia cerdas,” tutur Wimar.

Nama Ratna Assan melejit setelah membintangi film Papillon bersama Steve McQueen dan Dustin Hoffman pada 1973. Papillon menjadi film termahal (12 juta dolar) yang diproduksi pada masanya. Ratna berperan sebagai Zoraima, gadis pantai suku Indian yang menolong seorang pelarian kriminal Prancis bernama Henri Charriere “Papillon” (Steve McQueen). Dalam sebuah adegan, Ratna yang tampil bertelanjang dada beradu peran dengan aktor kawakan Steve McQueen sebagai sepasang kekasih.

“Saya pikir gila ini, bisa topless. Filmnya padahal bagus sekali. Seru!” kata Wimar.

Bakat seni Ratna menurun dari ibunya. Ratna Assan lahir pada 16 Desember 1954 di Torance, California, Amerika Serikat, dari pasangan Indonesia Ali Hasan dan Soetidjah. Ibunya Soetidjah lebih dikenal sebagai Dewi Dja, seorang penari dan koreografer yang tampil dalam film-film produksi Hollywood.

Baca juga: Bernapas dalam Film Panas

Sejak usia tiga setengah tahun, Ratna telah diajari ibunya menari, bernyanyi, dan bermain seni peran. Dewi Dja kerap pula menyertakan Ratna dalam beberapa pertunjukan tari.

“Dja melatih Ratna tarian Indonesia setiap hari dan menampilkannya sebagai bintang dalam rombongan tariannya yang bernama ‘Devi Dja Far Eastern Ballet’ dan ‘Devi Dancer’ pada 1960-an,” ujar Matthew Issac Cohen dalam Performing Otherness: Java and Bali on International Stages, 1905-1952.

Menurut Cohen, pakar sejarah seni pertunjukan Asia Tenggara di Universitas London, Devi Dja berperan besar mengantarkan Ratna berkarier di industri hiburan Amerika. Dja gencar mempromosikan Ratna bermain peran di serial televisi dan studio film. “Berharap agar Ratna berhasil, di mana Dja sendiri telah gagal di sana.” Dja gagal menembus Hollywood disebabkan kurang fasih dalam berbahasa Inggris.

Baca juga: Hubungan Antara Sukarno, Majalah Playboy, dan CIA

Debut profesional Ratna dimulai pada usia tujuh tahun. Ketika itu, dia menampilkan tarian tradisional Jawa dalam konser musik di sebuah amfiteater di kawasan Hollywood bernama Hollywood Bowl. Setelah itu, Ratna mulai tampil di televisi, menari dan berperan artis cilik dalam drama seri Destry to Bonanza. Dia tumbuh sebagai remaja California yang ceria dan menjadi pemandu sorak saat SMA.

Beranjak dewasa, Ratna mekar menjadi gadis manis berparas eksotis. Colombia Pictures, rumah produksi yang menggarap Papillon segera memboyongnya untuk memainkan karakter Zoraima, pemeran utama wanita. Ratna Assan menembus panggung Hollywoood.

“Seseorang yang bisa dan pernah main sama Steve McQueen saat itu termasuk (artis, red.) yang diperhitungkan,” ujar Wimar.

Papillon sukses besar. Film itu meraup pendapatan sebesar 53 juta dolar. Ia juga masuk nominasi Oscar untuk kategori musik terbaik dan Steve McQueen menyabet penghargaan aktor pria terbaik. Nama Ratna Assan ikut melambung dan mulai dikenal publik Amerika.

“Inilah bintang yang baru lahir, yaitu Ratna Assan. Nona Assan adalah seorang wanita muda cantik yang berusia 18 tahun yang juga memegang sabuk coklat karate,” dilansir The Milwaukee Sentinel, 30 November 1973.

Baca juga: Cerita Sukarno Minta Majalah Playboy ke Duta Besar AS

Penampilannya yang memukau di Papillon menarik Playboy untuk menampilkan Ratna dalam rubrik pictorial setahun kemudian. Ratna menjadi wanita Indonesia pertama yang tampil dalam majalah pria dewasa tersohor itu. “Ratna Assan si butterly girl bukan nama yang akrab, tapi penampilannya bersama Steve McQueen di Papillon menjadikan wajah dan figurnya begitu familiar,” tulis Playboy edisi Februari 1974.

Popularitas Ratna Assan tak bertahan lama. Bintangnya meredup seketika. Kariernya di dunia seni peran Hollywood mandek. Apa sebabnya?

“Rupanya Ratna anak yang manja dan tidak mempunyai kemauan keras untuk menanjak ke atas. Kontrak film sudah ditandatangani tapi dia tidak mau menghafal skrip. Atau tidak tepat datang ke tempat pengambilan film,” tulis Tempo, 16 Oktober 1977.

Nama Ratna mulai hilang dari panggung hiburan tatkala menikah dengan seorang pemuda Amerika yang berprofesi sebagai tukang kayu di Las Vegas. Dari pernikahan itu, lahir seorang putri bernama Aisah Dewi. Biduk rumah tangga Ratna pun tidak berlangsung lama dan berakhir dengan perceraian.

Tak diketahui persis dimana keberadaan Ratna Assan saat ini. “I wish I knew. Wallahualam,” kata Wimar. “Kalau dia masih berada di dunia fana, saya rasa di Amerika.”*

TAG

film media massa

ARTIKEL TERKAIT

Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Hasrat Nurnaningsih Menembus Hollywood Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah Sabra, Superhero Israel Sarat Kontroversi Alain Delon Ikut Perang di Vietnam Nostalgia Wolverine yang Orisinil Anak-anak Nonton Film di Zaman Kolonial Belanda Nyanyi Sunyi Ianfu Heroisme di Tengah Kehancuran dalam Godzilla Minus One House of Ninjas dan Bayang-Bayang Masa Lalu Ninja Hattori