SAYUP-SAYUP terdengar lantunan adzan mengiringi monolog Sabeni (diperankan Benyamin Sueb) sembari menatap hampa ke langit petang di halaman belakang rumahnya. Di belakangnya, Kasdoellah alias Si Doel (Rano Karno) menyarungkan goloknya usai memotong kayu bakar lalu ikut hanyut mendengarkan ocehan Sabeni, babenya itu.
“Doel, biar babe tukang ngomel, namenye ame anak, biar kate kaki bakal kepale, kepale bakal kaki, demi elu babe ikhlas. Ini emang kemauan babe, Doel. Supaya elu bisa pinter sekolahnye, bisa tinggi sekolahnye, bisa jadi orang pangkat. Jangan kayak babe, sopir. Bukan itu yang gue mau, Doel. Sekali-sekali elu jadi gubernur, gitu,” celetuk Sabeni dengan logat khas Betawinya.
Potongan adegan sinetron Si Doel Anak Sekolahan (1994-2003) episode 4, season 1, itu seolah doa buat Rano. Bertahun-tahun kemudian ketika sudah terjun ke panggung politik, Rano menjadi pelaksana tugas gubernur (2014-2015) dan resmi menjabat gubernur (2015-2017) meski bukan di DKI Jakarta, melainkan di Banten.
Baca juga: Aminah Cendrakasih Sebelum Jadi Mak Nyak
Bukan sekali itu saja Benyamin berucap hal serupa di sinetron yang sama. Di episode lain, diucapkannya dalam adegan ketika Si Doel sedang memperbaiki oplet terpaksa mendengarkan omelan Babe Sabeni di warung depan rumahnya.
“Eh, Doel, makanya elu gue sekolahin biar pinter. Jangan bodoh kayak gue. Jangan bisanya jadi sopir oplet aje. Jadi dong gubernur, gitu,” seru Babe Sabeni.
Lantas, dalam sebuah adegan Babe Sabeni juga pernah berucap bak amanat sambil murka agar Doel mengabdi pada masyarakat Betawi saat Si Doel sudah sebagai insinyur dan mendapat surat panggilan pekerjaan di Kepulauan Natuna. “Eh, Doel, gue kasih tahu ame elu. Elu kan orang Betawi, anak Betawi, mestinya elu bangun nih kota Betawi, elu jage nih kota Betawi. Orang pade mau ke sini, udah sumpek nih Jakarta. Elu (malah, red.) mau lari ke tengah lautan,” ujarnya.
Dialog-dialog yang merupakan improvisasi Benyamin itu bak doa, tercapai belakangan ini. Meski bukan sebagai gubernur. Rano yang sudah mengimbuhkan nama “Si Doel” maju sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta di Pilkada DKI Jakarta 2024. Dalam hitung cepat, pasangan Pramono Anung-Rano Karno “Si Doel” unggul sementara hingga penentuan final hitung manual KPU DKI Jakarta.
“Ini di luar skenario. Ini sebenarnya emosi Benyamin. Memang skenario ada tapi dialog babe itu kebanyakan ekspresi dia. (Dialog) Jadi tukang insinyur, sekali-sekali jadi gubernur, itu enggak ada dalam skenario, walaupun ada skenario babe protes. Artinya saya pernah jadi gubernur tapi di Banten. Pada waktu Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri) bilang, Jakarta mau jadi apa setelah ditinggal (sebagai ibukota), saya teringat inilah emosinya babe,” kata Rano dalam gelar wicara “Panggung Demokrasi: Pramono-Rano, Melawan Atau Jembatan?”, di Metro TV, 2 September 2024.
Baca juga: Benyamin Sueb Penyambung Lidah Orang Betawi
Menyegarkan Kisah Si Doel (2)
Bukan tanpa alasan Rano menambahkan “Si Doel” di belakang namanya. Bukan semata untuk alasan “marketing” Pilkada DKI Jakarta 2024, imej dan karakter Si Doel punya keterkaitan historis dalam hidupnya.
Karakternya berasal-usul dari tokoh Abdoel Hamid alias Si Doel di novel Si Doel Anak Betawi (1932) karya sastrawan Minangkabau Aman Datuk Madjoindo. Novel yang jadi satu dari sekian bacaan Rano di Balai Pustaka sejak usia 8 tahun itu mulai cetakan 1951 berubah menjadi Si Doel Anak Djakarta.
Ketika sineas Sjuman Djaja mengalihwahanakannya ke layar lebar bertajuk Si Doel Anak Betawi (1973), Rano yang berusia 11 tahun memainkan peran utamanya sebagai Si Doel. Meski sebelumnya sudah menjajal beberapa film lain sebagai aktor cilik, baru di film itulah namanya mulai melejit di belantika perfilman nasional.
Ketika menakhodai rumah produksi PT Karnos Film yang diwarisi ayahnya, Soekarno M. Noor, pada 1990-an, Rano menggarap sinetron Si Doel Anak Sekolahan (SDAS) kurun 1994-2003. Booming SDAS membawanya melanjutkan sinetron dengan Si Doel Anak Gedongan (2005-2006), lalu film televisi Si Doel Anak Pinggiran (2011), hingga trilogi layar lebar Si Doel The Movie (2018), Si Doel The Movie 2 (2019), dan Akhir Kisah Cinta Si Doel (2020). Sebagaimana dalam novel dan film garapan Sjuman Djaja, Rano menyegarkan kembali karakter dan kisah Si Doel dalam sinetron dan film-filmnya.
“Di tangan Sjuman Djaja (1973), novel ini bisa diracik sebegitu indahnya lewat film. Dalam film, Djaja mempopulerkan istilah ‘Betawi Asli’ yang tidak pernah disebutkan oleh Madjoindo. Akhir film ini adalah Si Doel berhasil sekolah,” tulis Melani Budianta dalam artikel “Representasi Kaum Pinggiran dan Kapitalisme” di Jurnal Kalam, edisi 14 tahun 1991.
Baca juga: Munculnya Si Doel (Bagian I)
Rano “menghidupkan” kembali karakter Si Doel dengan nuansa berbeda. Ia mengaku tidak menghubungkannya secara langsung dengan novel dan film terdahulu. Nama lengkap Si Doel dalam sinetron pun tidak lagi Abdoel Hamid, melainkan Kasdoellah.
“(Sinetron) Si Doel Anak Sekolahan sebetulnya tidak ada hubungannya tapi saya terobsesi karena waktu itu (novel dan film) Si Doel Anak Betawi dia cuman lulusan SD. Saya protes. Si Doel harus SMA, Si Doel harus kuliah. Jadilah Si Doel Anak Sekolahan. Sudah saya upgrade dalam imajinasi saya,” aku Rano dalam siniar “Daniel Tetangga Kamu: Nasib Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota, Rano Karno Janji Lakukan Ini!” di kanal Youtube Daniel Mananta Network, 2 November 2024.
Sinetron SDAS juga jadi salah satu karya yang menyemarakkan dunia sinetron di awal 1990-an seiring kelesuan perfilman Indonesia. Ilham untuk menggarap sinetron itu muncul setelah Rano berumrah. Ide judulnya juga timbul dari sebuah kenangan Rano semasa jadi aktor cilik.
“Kami menggarap sinetronnya dengan PT. Karno’s Film warisan papa. (Judulnya) adalah penggalan dialog Mak Uwok (Fifi Young) sebagai nenek Si Doel di ending film (Si Doel Anak Betawi). Saat itu Si Doel sudah sekolah di Taman Siswa. Kakek, nenek, emak, dan ayah tirinya menunggu di gerbang sekolah. Si nenek menunjuk ke sekolah, ‘Itu, itu Si Doel! Wah, sekarang Si Doel anak sekolahan...’” kenang Rano dalam Rano Karno: Si Doel.
Untuk lebih mengentalkan nuansa keluarga Betawinya, Rano mengajak sejumlah aktor Betawi baik dari panggung lenong maupun perfilman. Mulai dari Benyamin (sebagai Babe Sabeni), Siti Aminah Cendrakasih (Mak Nyak Lela), hingga Mochamad Ali alias Pak Tile (Engkong Ali).
Ada pula karakter-karakter baru yang tak terdapat di novel maupun film garapan Sjuman Djaja. Seperti Mandra, adik Mpok Lela (diperankan Mandra), lalu Atun Zaitun (Suti Karno) yang merupakan adik Si Doel.
Beberapa karakter sebagaimana dalam novel maupun film, tetap dimunculkan. Seperti tokoh Ahong, pria beretnis Tionghoa yang diperankan Kasiman Bin Chong Bun Yang alias Salman Alfarizi (di novel mendapat sebutan “Yang Lain”). Lalu Mas Karyo (di novel bernama Karto) yang diperankan Basuki Suwito Hadiwiryono, tetangga Si Doel dari etnis Jawa. Sedangkan dua tokoh perempuan yang dicintai Si Doel dalam sinetron, yakni Sarah si gadis Indo (diperankan Cornelia Agatha) dan Zaenab (Maudy Koesnadi) si kembang kampung, ibarat representasi dua perempuan yang juga dicintai Si Doel dalam film Si Doel Anak Modern.
Baca juga: Munculnya Si Doel (Bagian II)
Film Si Doel Anak Modern, menurut Melani, adalah versi modern dari novel lain karya Madjoindo, Tjerita Boedjang Bingoeng (1937). Kisahnya punya silang sengkarut pula dengan versi sinetron. Dalam novel Tjerita Boedjang Bingoeng, ada tokoh gadis Betawi bernama Fatimah yang jadi cinta tak sampai Si Boedjang karena Fatimah dinikahi oleh seorang haji walau kemudian diceraikan. Nasib ini dialami pula oleh Zaenab, tunangan Si Doel dalam versi sinetron.
Dalam Si Doel Anak Modern ada gadis model cantik, Kristin (diperankan Christine Hakim), yang nama kampungnya adalah Nonon. Ia sahabat masa kecil Si Doel. Lalu ada pula gadis Betawi bernama Hindun (Yati Octavia), pilihan ibunya Si Doel.
“Si Doel harus memilih antara Kristin yang kebarat-baratan dan Hindun, gadis desa pilihan ibunya. Si Doel versi Rano Karno (sinetron, red.) harus memilih antara Sarah yang Indo dengan tunangan Betawinya, Zaenab yang sudah dijodohkan kedua orangtua mereka sebelum mereka lahir. Si Doel versi 1990-an begitu bingungnya dalam memilih sehingga ia bisa dilihat sebagai ‘Boedjang Bingoeng’ modern dalam pengertian yang baru sebagai lajang yang bingung dan tak bisa menentukan pilihan,” sambung Melani.
Kendati di awal versi sinetron kisah cintanya tak begitu dominan, wafatnya Benyamin S pada 5 September 1995 membuat Rano harus sedikit mengalihkan haluan cerita. Kisah cinta segitiga Si Doel-Zaenab-Sarah lebih diprioritaskannya.
“Ketika babe meninggal habis main bola, sebetulnya (sinetron) Si Doel sudah harus saya kubur. Saya bikin kelanjutan (peran) Benyamin masih ada tiba-tiba Benyamin meninggal,” kenang Rano lagi.
Baca juga: Hamid Arief, Aktor Film Lintas Genre
Tapi sejumlah aktor lain menguatkan Rano yang ingin mengakhiri SDAS. Jadilah setiap akhiran season tergarap sebagai teaser pembuka season baru. Di akhir season 2 diceritakan, keluarga Si Doel liburan ke Pantai Carita. Rano pun merombak lagi pembukaan season 3 sepeninggal Benyamin dengan adegan Babe Sabeni wafat karena kecelakaan sepulang dari Pantai Carita.
“Pertanyaannya, dari mana ide saya keluar kalau bukan dari Tuhan? Di Si Doel itu pola pikir modern dan tradisi ada sama Benyamin, ada sama Si Doel. Awalnya konsep (sinetronnya) itu. Benyamin meninggal, aku kan enggak punya pola pikir. Terpaksa (kisah cinta) Sarah-Zaenab aku naikin, jadilah mellow,” terangnya.
Penonton pun terus hanyut dalam kisah cinta segitiga itu hingga di sekuel sinetronnya, film televisi, hingga trilogi filmnya. Rano akhirnya menuntaskannya lewat film Akhir Kisah Cinta Si Doel (2020).
Kini, kisah “Si Doel” sudah “menyeberang” ke dunia nyata. Rano dengan imej karakter itu sudah jadi “orang pangkat”, sebagaimana yang pernah diucapkan almarhum Benyamin.
Baca juga: Musim-Musim Rina Hassim