Masuk Daftar
My Getplus

Munculnya Si Doel (Bagian II)

Dua film Sjuman Djaja yang mengonstruksikan tokoh Si Doel menjadi ikon budaya dan punya andil memantik genre lakon Betawi.

Oleh: Randy Wirayudha | 03 Des 2024
Sampul film "Si Doel Anak Betawi" yang dibintangi Rano Karno dan Benyamin. S (Dinas Kebudayaan DKI Jakarta)

DARI sebuah bukit dekat kober (kuburan) Tionghoa, Abdoel Hamid alias Si Doel (diperankan Rano Karno) berlari menyusuri jalan setapak sembari bersenandung, "Anak Betawi...ketinggalan zaman...” Saat itu juga keempat kawannya yang bergelantungan di pepohonan langsung menimpali: “Katenye...” 

Iringan lagu “Si Doel Anak Betawi” itu berlanjut sejurus Si Doel dan kawan-kawannya berkeliling kampung dengan aneka tingkah jenaka. Namun, kemudian geng Si Doel diusik anak-anak geng lain pimpinan Sape’i (Tino Karno) yang berujung perkelahian. 

Sepadat dan seintens itulah sineas Sjuman Djaja membuka 5 menit pertama film Si Doel Anak Betawi (1972). Film drama musikal di bawah bendera rumah produksi PT. Matari Film itu mengadaptasi dan mengembangkan cerita dari novel bertajuk serupa karya sastrawan Minangkabau, Aman Datuk Madjoindo sejak 1932. 

Advertising
Advertising

“Film Si Doel Anak Betawi ini beberapa scene-nya diselingi musik. Sekitar 3 lagu saya menyanyi. Dan lirik lagunya mudah diingat,” kenang Rano Karno dalam Rano Karno: Si Doel. 

Baca juga: Munculnya Si Doel (Bagian I)

Ceritanya berlanjut ke kisah kehidupan masyarakat Betawi di sebuah perkampungan di Batavia era 1940, di mana Sape’i, musuh bebuyutan Si Doel, adalah anak rentenir Madro’i yang sering berhubungan dengan kontrolir Belanda. Madr’oi sering menegur anaknya yang terlalu sering bermain dengan Si Doel yang dianggap anak kampung hanya karena bapaknya, Asman (Benyamin S), seorang sopir truk. 

Meski dari keluarga miskin tapi ibunda Si Doel (Tuti Kirana) berharap Si Doel tetap punya pendidikan dengan masuk sekolah modern. Asman menginginkan putranya tetap jadi jawara yang jago silat meski masuk sekolah modern, sementara kakek Si Doel (Soekarno M. Noor) berharap bocah tersebut tak sering bolos belajar agama dan mengaji hanya karena masuk sekolah modern. 

Tiga aktor di film Si Doel Anak Betawi, ki-ka: Rano Karno, Sjuman Djaja, Tuti Kirana (Tangkapan Layar Youtube Rumah Film Indonesia)

Saban hari, Si Doel berusaha menunaikan itu semua: anak betawi yang pandai silat, mengaji, sekaligus jadi anak sekolahan. Tapi kehidupannya tetiba berubah 180 derajat ketika ayahnya meninggal karena kecelakaan.  Si Doel yang anak yatim mesti membantu ibunya jualan demi menopang ekonomi keluarga dan untuk biaya sekolah kendati terus diganggu Sape’i dan gengnya. Si Doel kemudian juga turut dirawat pamannya, Asmad (Sjuman Djaja), yang lantas turun ranjang dan menikahi ibunya. 

“Saya suka sedih mengingat adegan-adegan ini. Apalagi ketika Sape’i anak rentenir sengaja mengajak berkelahi dan menghancurkan dagangan Si Doel. Betul-betul mewakili rakyat Indonesia,” imbuh Rano Karno. 

Baca juga: Connie Sutedja Si Singa Betina dari Marunda

Menyegarkan Kisah Si Doel (1) 

Tokoh Si Doel yang diperankan Rano Karno bukan semata karakter yang gampang dilepaskan dari kehidupan pribadinya di masa lalu. Sebagaimana sebagian anak yang hobi baca di akhir 1960-an yang tumbuh di Jakarta, Rano sudah mengenal novel Si Doel Anak Betawi (pada 1951 berubah judul Si Doel Anak Djakarta) karya Aman Datuk Madjoindo di usia 8-9 tahun. Ia sering membacanya di Balai Pustaka sehingga karakter yang kemudian diperankannya di film garapan Sjuman Djaja tersebut seolah mimpi jadi kenyataan baginya. 

Dalam siniar “Daniel Tetangga Kamu: Nasib Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota, Rano Karno Janji Lakukan Ini!” di akun Youtube Daniel Mananta Network, 2 November 2024, meski berasal dari keluarga tokoh perfilman Indonesia Soekarno M. Noor, Rano kecil hidup di tengah ekonomi keluarga yang pas-pasan. Maka ketika dilibatkan dalam proyek film Sjuman Djaja itu, jadi berkah tersendiri bagi Rano secara ekonomi. 

Meski ekonomi keluarganya sulit, Soekarno M. Noor tetap berusaha menyekolahkan Rano ke SMP Van Lith. Sekolah Katolik ini dikenal ketat pendidikan kedisiplinannya. Di sana, Rano satu angkatan dengan akademisi bisnis Prof. Rhenald Kasali dan teman satu kursi dengan pengusaha Chairul Tanjung. 

Baca juga: Connie Sutedja Si Ratu Vespa

Di sekolah itu Rano tidak hanya belajar tentang kemajemukan dan multikultur dari latar belakang kawan-kawannya. Ia juga menerima pendidikan modern tapi di malam hari ia tetap belajar mengaji, sebagaimana karakter Si Doel dalam novel karya Aman Datuk Madjoindo. 

“Ayah saya sebenarnya enggak mau saya jadi seniman karena seniman enggak bisa kasih makan. Itulah struggle saya (masa) kecil. Saya membaca novel berjudul usia 8 tahun dan itulah yang membuat saya selamat. Selamat dalam arti meski saya susah tapi berusaha tetap sekolah jalan kaki karena naik oplet masih mahal,” kenang Rano. 

Adegan Si Doel keliling kampung menjajakan kue (Tangkapan Layar Youtube Rumah Film Indonesia)

Sebagaimana yang diingat Rano, Sjuman Djaja berniat memfilmkan novel itu sepulangnya dari Rusia. Ketika ia mendapatkan perannya saat menginjak usia 11 tahun, Rano seperti mendapat durian runtuh. 

“Saya tidak pernah imagine bisa sukses. Jadi apa yang Si Doel Anak Betawi lakukan juga saya lakuin. Jualan kue keliling kampung. Jualan anak burung ke para pedagang burung goreng,” lanjutnya. 

Baca juga: Connie Sutedja Langganan Mengiringi Benyamin

Film Si Doel Anak Betawi meledak di pasaran. Sejurus dengan itu kehidupan Rano pun mulai membaik karena setelah itu Rano mulai jadi laris, hingga langganan sebagai aktor utama di belantika perfilman Indonesia. 

“Saya jujur ini semua jalan Tuhan. Ayah melarang kita semua (anak-anaknya) jadi seniman karena dia tahu kehidupan seniman tapi dia selalu membawa kita ke kehidupan itu di Kemayoran dan Pasar Senen. Sampai saya kenal orang-orang besar yang jadi guru-guru saya: Benyamin. S, Fifi Young, Bing Slamet,” sambung Rano. 

Benyamin Sueb (kiri) saat memerankan Si Doel di film Si Doel Anak Modern (Sinematek)

Dalam film itu, Sjuman Djaja menyelipkan pesan moral serupa dengan yang diusung Datuk Aman Madjoindo mengenai pentingnya pendidikan agar anak-anak Betawi tak ketinggalan zaman. Sjuman juga menghidupkan dan menyegarkan cerita Si Doel dengan mengembangkan lagi pesan moral mengenai pentingnya merawat dan menyantuni anak yatim. 

“Semua itu dikemas dengan drama musikal untuk mengusung pop culture di antara anak-anak Betawi yang miskin,” tulis David Hanan dalam Cultural Specificity in Indonesian Film: Diversity in Unity. 

Kesukesan film itu membuat Sjuman Djaja menggarap sekuelnya, Si Doel Anak Modern (1976), meski tak melibatkan Rano Karno. Tokoh Si Doel yang sudah dewasa itu diperankan Benyamin S., yang beradu peran dengan Christine Hakim, Achmad Albar, dan Farouk Afero. 

Baca juga: Peran Connie Sutedja di Dunia Nyata

Menurut Melani Budianta dalam artikel “Representasi Kaum Pinggiran dan Kapitalisme” di jurnal Kalam edisi 14 tahun 1991, cerita film Si Doel Anak Modern sedikit banyak mirip dengan cerita novel karya Aman Datuk Madjoindo lainnya, Tjerita Boedjang Bingoeng (1936) yang disegarkan dengan menjadi versi komedi satir dengan latar di era Orde Baru. 

Latar film ini, tulis Melani, adalah Jakarta tahun 1970-an yang sedang dibuai oleh kemewahan, teknologi modern, dan daya tarik hidup modern: makanan Italia di kafe, lapangan golf, diskotek, walkie-talkie. Si Doel terpengaruh hingga mengeriting rambutnya dan meniru gaya berpakaian yang populer: sepatu hak tinggi, celana cutbray, kain syal di leher, kemeja berwarna terang, dan blazer dari bahan jeans. 

“Kedua film Sjuman Djaja, Si Doel Anak Betawi dan Si Doel Anak Modern ikut membangun konstruksi tokoh Si Doel menjadi ikon budaya dan mengambil andil dalam menciptakan genre lakon Betawi. Melalui kedua film ini, popularitas Rano Karno dan Benyamin sebagai aktor ‘Betawi’ semakin meningkat. Kelak keduanya memiliki studio sendiri yang memproduksi cerita-cerita Betawi, di antaranya sinetron televisi yang mendapat peringkat tertinggi di tahun 1990-an, yakni Si Doel Anak Sekolahan,” tandas Melani. 

(BERSAMBUNG) 

TAG

betawi film novel

ARTIKEL TERKAIT

Korps Wanita yang Menghadapi Dua Front Sengkarut Tawa dan Sendu dalam Memoir Seorang Guru Jalan Perjuangan Tak Berujung dalam Perang Kota Empat Film Korea Selatan yang Menggambarkan Darurat Militer Senna Si Raja Lintasan Basah The Children’s Train dan Nasib Anak-anak Korban Perang di Italia Mengenal Tang Soo Do dari Cobra Kai Munculnya Si Doel (Bagian III – Habis) Munculnya Si Doel (Bagian I) Rahayu Effendi Pernah Susah di Awal Karier