Masuk Daftar
My Getplus

Sengkarut Tawa dan Sendu dalam Memoir Seorang Guru

Drama inspiratif seorang guru di pedalaman negeri Jiran. Berangkat dari karya novelis Malaysia yang mengeksplorasi sisi humanis kehidupan di sekitarnya.

Oleh: Randy Wirayudha | 30 Des 2024
Drama "Memoir Seorang Guru" yang memotret kisah inspiratif dan humanis dari suasana pendidikan di pedalaman Malaysia (Netflix)

SENYUM Alias (diperankan Danish Zamri) saat masuk kelas mendadak getir pagi itu. Untuk kesekian kalinya ia terlambat, membuat Cikgu Sunan (Rosyam Nor), wali kelas merangkap guru mata pelajaran bahasa Melayu, habis kesabaran. Seisi kelas 6 Gemilang langsung mencekam ketika Alias dipanggil ke muka kelas. 

Bersama kedua karibnya, Mat (Hafiy Altamis) dan Mihad (Baqir Jamalullail), Alias selama ini dicap trio murid bengal oleh Cikgu Sunan. Alias hampir saban hari datang terlambat dan dengan polosnya ia juga hampir selalu berhujah ia terlambat gegara kelakuan Chot, beruk peliharaannya. 

“Kali ini apa yang terjadi pada beruk kamu?” tegur Cikgu Sunan pada Alias di muka kelas. 

Advertising
Advertising

“Ooh, beruk. Beruk saya memanjat pohon...” 

Baca juga: Mengintip Kegiatan Sekolah Masa Jepang

 

 

Plak! Belum juga Alias selesai berhujah, telapak Cikgu Sunan sudah menghempas ke pipi dan telinga Alias. Para murid tercengang dalam hening. Alias memegangi telinganya yang memar seraya meringis menahan perih di telinga dan di hatinya sejurus ia dihukum berdiri di luar kelas. 

Begitulah potongan salah satu adegan mengiris hati dalam film drama Memoir Seorang Guru garapan sineas Kyoll Hamzah. Film ini mengadaptasi novel bertajuk serupa karya sastrawan Azizi Haji Abdullah. 

Adegan Alias ditegur saat menghadap Cikgu Sunan (Netflix)

Sesuai tajuknya, premisnya bercerita mengenai masa transisi kehidupan sulit yang dihadapi Cikgu Sunan. Alurnya maju mundur, dari 2024 semasa ia pensiun dan mundur ke masa 2004 ketika masih aktif jadi guru. Ia dimutasi dari sebuah kota besar ke sebuah perkampungan di pedalaman Negara Bagian Perak, Malaysia. 

Selama ini Cikgu Sunan tak pernah punya motif lain dalam meneruskan kariernya sebagai guru selain demi gaji yang tak seberapa. Hingga ia pindah ke pedalaman setelah 40 tahun, ia hanya mampu punya rumah sederhana, mobil sedan Proton Saga usang, serta utang biaya rumahsakit mendiang istrinya yang wafat karena kanker. 

Itulah alasannya dalam sebuah adegan alur maju di tahun 2024, ia tak ingin putri tunggalnya, Kamariah (Nabila Huda), mengikuti jejaknya untuk menjadi guru. Ia paham betul susahnya menjadi guru. Tak bisa dimungkiri juga karena toh Kamariah semasa kecil turut jadi saksi bagaimana pergulatan ayahnya ketika mengajar di sebuah sekolah dasar di pedalaman dengan peringkat sekolah paling buncit. 

Baca juga: Gerakan Anti-Gundul Pelajar Masa Jepang

 

Meski begitu, banyak hal belum dipahami Kamariah kecil saat ikut diajak pindah ke pedalaman. Padahal, banyak silang sengkarut yang terjadi di batin ayahnya di balik citranya sebagai guru yang tegas lagi galak. 

Sunan juga mencoba berubah dalam sudut pandangnya, utamanya kepada trio Alias-Mat-Mihad. Meski egonya begitu tinggi, tingkah dan polah anak-anak itu perlahan mengubah hati Cikgu Sunan yang sekeras batu karang untuk mau membimbing mereka dengan pendekatan-pendekatan personal. 

Hanya saja, saat ia sudah mulai berbaur dengan salah satunya, Mihad –hanya karena sama-sama hobi mancing ikan gabus, terjadi tragedi pahit. Mihad meninggal tragis usai tenggelam di sebuah danau. Cikgu Sunan pun terpukul dan selalu berurai air mata setiap kali mengingatnya. 

Bagaimana kelanjutan cerita yang mengiris hati itu? Saksikan sendiri Memoir Seorang Guru yang meski sudah tayang di bioskop-bioskop Malaysia sejak 30 Mei 2024 tapi masih dapat disaksikan via Netflix. 

Momen sang cikgu hendak memancing gabus sebelum Mihad tewas di danau (Netflix)

Menyegarkan Karya “Sang Guru” 

Walaupun selalu jadi tema yang menggelitik pemikiran publik, karya-karya yang menyisipkan tema pendidikan memang masih kalah segmen dari tema-tema komedi atau horor. Terlebih jika memotret realita pendidikan di pedalaman yang lazimnya tertinggal seperti film Laskar Pelangi (2005) yang juga berangkat dari novel berjudul sama karya Andrea Hirata. Bedanya, Memoir Seorang Guru mengambil sudut pandang dari seorang guru, bukan dari mata murid-muridnya. 

Bagi penonton Indonesia, Memoir Seorang Guru juga bisa jadi pembuka wawasan menyoal pendidikan di negeri tetangga. Meski sistem atau kurikulumnya berbeda, nyatanya dinamika di baliknya nyaris serupa. Murid-murid yang dicap bengal tidak serta-merta anak-anak berhati jahat. Mereka hanya anak-anak yang aktif, polos, penuh dengan rasa penasaran akan hal-hal baru dan itu butuh bimbingan para pendidik yang berdedikasi. 

Adegan Cikgu Sunan menurunkan egonya untuk menyambangi kediaman sederhana Alias usai bocah itu ditamparnya begitu keras, contohnya. Rupanya Chot bukan sekadar peliharaan tapi juga sosok yang membantunya mencari nafkah dengan memetik kelapa sebagai mata pencaharian keluarganya.

 Baca juga: Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah

 

Pun begitu ketika Cikgu Sunan menengok lebih dalam kehidupan murid-murid lainnya. Baik Mat yang hobi mencari katak untuk dijual demi tambahan ekonomi keluarga atau Mihad yang seorang yatim tapi senantiasa membantu ibunya dengan menjual ikan-ikan gabus hasil tangkapannya. 

Maka selain iringan-iringan music scoring sendu dan penampakan alam pedalaman Malaysia nan elok yang ditampilkan Kyoll, pergulatan hidup anak-anak di pedalaman serasa begitu relate dengan apa yang ada di Indonesia. Meski temanya tergolong “berat”, Memoir Seorang Guru jadi satu tontonan yang menggugah. Tak hanya memantik gelak karena kejenakaan tingkah anak-anak itu tapi juga membuat penonton bisa bersilang sengkarut perasaan sendu. 

“Sejujurnya saya bimbang juga. Film Memoir Seorang Guru genre-nya agak berat. (Tetapi) jika saya tolak rasanya rugi besar karena peluang seperti ini tak mudah datang. Apalagi (novel) Memoir Seorang Guru sebuah naskah yang cukup bagus. Harapannya akan membuka sisi baru pada mata (dan hati) penonton,” ujar Kyoll dikutip Kosmo!, 10 Juni 2024. 

Potret sekolah di pedalaman Negeri Jiran di film Memoir Seorang Guru (Netflix)

Memoir Seorang Guru digarap Kyoll tidak hanya mengadaptasi tapi juga menyegarkan salah satu novel terakhir karya Azizi Abdullah sebelum sang sastrawan wafat pada 21 Agustus 2011 dalam usia 69 tahun. Novel Memoir Seorang Guru (2008) ibarat representasi kehidupannya karena Azizi juga seorang guru.

Film garapan Kyoll begitu terasa menyegarkan novel Beruk dan Memoir Seorang Guru lewat “jahitannya” dalam satu film drama. Pasalnya, adegan Cikgu Sunan menampar Alias dan adegan Cikgu Sunan yang diserang beruk milik Alias hingga meninggalkan bekas luka di lengan itu terdapat di cerpen dan novel Beruk. Dalam novel dan cerpennya, Cikgu Sunan terluka karena menyelamatkan Alias yang diserang beruknya sendiri. Sementara, dalam film Cikgu Sunanlah yang diserang beruknya. 

Lalu dalam novel Memoir Seorang Guru, Azizi sama sekali tak menyebut nama sang guru si tokoh utama –sekadar menyebut “bapa” atau “ustaz”. Kyoll menyisipkan identitasnya sebagai Cikgu Sunan dengan meminjam identitas dari tokoh guru agama di novel Beruk. 

Baca juga: Munculnya Si Doel dalam Novel

 

Hal lain yang juga disegarkan Kyoll adalah profesi si tokoh utama. Dalam novel, sang guru killer itu merupakan guru mata pelajaran agama. Adapun dalam film, Cikgu Sunan menjadi guru mata pelajaran bahasa Melayu. 

“Hendak mengerjakan (ibadah) haji pun aku tidak mampu. Aku ingin menghadap Kaabah tapi wang simpananku entah ke mana. Ia susut sedikit demi sedikit. Aku jadi keder sepanjang waktu. Yang lebih menyeksa sepanjang aku bermuhasabah ialah kerana aku guru agama. Ya Allah...sesungguhnya aku telah menzalimi diriku,” ujar sang Bapa membatin, yang dituliskan Azizi dalam novel Memoir Seorang Guru. 

Murid-murid Cikgu Sunan yang dicap bengal (Netflix)

Lainnya adalah Kyoll memberi porsi cukup untuk menampilkan tokoh Kamariah kecil dan Kamariah dewasa dalam alur maju-mundur. Termasuk ketika Kamariah jadi bidikan Alias yang terpesona dan jatuh hati padanya. Dalam versi novelnya, Kamariah tak pernah diikutsertakan sang guru ketika ia dimutasi dari kota besar ke pedalaman. 

“Aku tidak sampai hati hendak meluahkan semua apa yang aku rasai sepanjang aku menjadi guru. Memang pun dia (Kamariah) tidak tahu kerana apa yang berlaku ketika dia belum dilahirkan dan ketika dia tinggal di asrama. Mungkin dia mampu berhujah lagi jika aku menceritakan halku yang menyebabkan profesion itu tidak ada keberkatan,” imbuh sang Bapa. 

Baca juga: Jalan Perjuangan Tak Berujung dalam Perang Kota

Itu hanya sekian dari dari beberapa bumbu tambahan yang digarap Kyoll. Tetapi pesan-pesan moral dan inti hikmahnya tetap tersalurkan lewat adegan-adegan dan dialog-dialog yang inspiratif dan menyentuh hati mengenai bagaimana seorang guru yang sudah puluhan tahun mengajar tapi karena egonya membuatnya insyaf berkali-kali dan bahkan belajar menjadi lebih humanis sehingga selalu kekal diingatan murid-muridnya. 

“Guru dalam kehidupan nyata itu seperti manusia super. Saya berpikir bagaimana semangat para guru di manapun bisa tersampaikan lewat peran saya sebagai Cikgu Sunan. Saya sendiri jadi teringat guru saya di masa lalu, Cikgu Halimah. Dialah yang menasihati saya untuk jadi aktor jika saya tak ingin belajar (pendidikan) tinggi. Berkat nasihat dan doa-doanya, saya ada di sini. Terima kasih Cikgu,” tandas Rosyam, dikutip The Star, 4 Juni 2024.

Aktor Datuk Mohamed Noor bin Shamsuddin alias Rosyam Nor yang memerankan Cikgu Sunan (Netflix)

Realita “Sang Guru” 

Mengutip salah satu otobiografi Azizi, Pendoa yang Ikhlas, ia lahir di Kampung Bukit Meryam, Kota Kuala Muda, Kedah pada 4 April 1942. Selepas lulus dari Sekolah Melayu Bukit Meryam, Azizi yang mantap memilih jalan hidup sebagai guru pelajaran agama meniti pendidikan lanjutannya di Sekolah Agama Kepala Batas di Seberang Perai kurun 1956-1965. 

“Lalu Azizi bekerja sebagai guru agama bermula di Sekolah Kebangsaan Sungai Taka, Serdang, Kedah, hingga tahun 1970. Selepas itu mengajar pula di Sekolah Kebangsaan Ladang Dublin di Karangan, dan sejak tahun 1973 mengajar di Sekolah Kebangsaan (Rendah) Tuanku Abdul Malik, Kulim,” tulis Mohd. Thani Ahmad dalam Wajah: Biografi Penulis. 

Azizi pensiun mengajar pada 1997. Ia lalu berkarier di media massa sebagai redaktur bulanan Utusan Pengguna hingga akhir hayatnya. Semasa bersekolah hingga jadi guru pun Azizi sudah produktif menghasilkan novel, cerita pendek (cerpen), hingga drama teater dan drama radio. Cerpen pertamanya dimuat dalam suratkabar Warta Negara pada salah satu edisi tahun 1963 dengan satu tema yang kontroversial: menyoal perempuan dalam sepakbola. 

“Karyanya (cerpen) yang pertama tersiar dalam suratkabar Warta Negara pada tahun 1963 ialah berkenaan dengan pro dan kontra wanita bermain bola sepak. Sejak itu Azizi terus menulis beberapa buah lagi cerpen, drama pentas, drama radio, dan drama TV. Namun begitu penulisan ini belum mengangkat nama Azizi,” imbuh Thani Ahmad. 

Baca juga: Sekelumit Kisah Mahathir Mohamad

 

Garis Lintang Anak Haram jadi novel pertamanya yang diterbitkan Pustaka Sari pada 1968. Namun baru pada novel Senja Belum Berakhir (1971) namanya mulai dikenal dunia sastra di Malaysia, terutama karena novelnya itu menghasilkan penghargaan pertamanya, Hadiah Karya Sastera tahun 1971. 

“Dalam ulasannya, panel Hadiah (Karya) Sastera berpendapat: ‘Azizi berjaya melukiskan ketajaman konflik-konflik sebagai konflik nilai-nilai hidup lama dan tradisional dengan nilai-nilai hidup baru’,” ungkap Ilias Zaidi dalam Kesusasteraan Melayu Modern: Novel. 

Dari puluhan novel dan cerpennya kurun 1963-2011, novel Beruk (1991) dan Sangheetha (2006) turut mensejajarkan nama Azizi di antara para sastrawan beken yang dihormati. Novel Sangheetha membuahkan penghargaan Hadiah Sastera “MASTERA ke-5” pada 2007 dan Beruk membuahkan anugerah Hadiah Sastera Perdana Malaysia 2011. Azizi tercatat juga sudah menerima penghargaan dari kerajaan, Ahli Mangku Negara pada 1974, medali Bintang Kebaktian Masyarakat pada 1986 dari Negara Bagian Kedah, dan Anugerah S.E.A Write Awards pada 1988. 

Guru dan novelis Haji Azizi bin Haji Abdullah dan karyanya (ilmuandarulaman.com.my)

Bukan hal mengherankan Azizi melejit jadi satu sastrawan yang dihormati. Dalam laman kata pengantar otobiografi lain yang dituliskan Azizi, Seeds of Love, akademisi Science University of Malaysia, Prof. Dato’ Haji Shahnon Ahmad menguraikan bahwa karya-karya Azizi dari waktu ke waktu berkembang pesat dalam hal sastrawi. Novel-novelnya tak terobsesi merekam peristiwa-peristiwa tersembunyi tapi lebih kepada mengeksplorasi peristiwa-peristiwa untuk bisa memahami motif dari masing-masing karakternya. 

“Ketika kita mempelajari cerita-ceritanya, kita bisa melihat betapa intimnya karakter-karakter itu terlibat dalam keseharian Azizi. Dengan pintarnya Azizi mengambil inspirasi dari banyak orang di sekitarnya, utamanya orang-orang terdekat dan yang dia sayangi. Akhirnya kita bisa merasakan hangatnya hubungan Azizi dengan orang-orang itu dalam konteks bagaimana dia memperlakukan karakter-karakter dalam cerita-ceritanya,” tulis Prof. Shahnon Ahmad. 

Hal itu sangat tampak terlihat ketika Azizi menelurkan Beruk dan Memoir Seorang Guru. Isi jeduanya sangat intim dengan realita Azizi sebagai guru agama dalam karakter Cikgu Sunan yang juga guru agama. 

“Azizi Haji Abdullah mengekalkan tema asalnya, tema kasih sayang dalam cerpen dan novel Beruk, dengan watak Cikgu Sunan sebagai guru yang suka bertindak melulu garang; dikekalkannya imejnya supaya konflik yang berlaku antara beliau dengan Alias akan berkepanjangan dan seterusnya mewarnai keseluruhan isi hipogram yang menjadi inti kepada keseluruhan perjalanan plot,” tulis Rahimah A. Hamid dalam Rekayasa Kearifan Tempatan dalam Sastera Melayu. 

Deskripsi Film:   

Judul: Memoir Seorang Guru | Sutradara: Kyoll Hamzah | Produser: Datuk Arisz Ab Rahman | Pemain: Rosyam Nor, Kiky Hannah, Nabila Huda, Danish Zamri, Baqir Jamalullail, Hafiy Altamis, Dhiyaa Raidah, Zul Huzaimy, Trisha Ooi, Johan As’ari, Rafique Iskandar | Produksi: Tanah Merah Ventures, Kalam Ariff Holding, Mache Allstar United | Distributor: Netflix | Genre: Drama | Durasi: 120 menit | Rilis: 30 Mei 2024. 

TAG

film novelis novel malaysia guru

ARTIKEL TERKAIT

Jalan Perjuangan Tak Berujung dalam Perang Kota Empat Film Korea Selatan yang Menggambarkan Darurat Militer Senna Si Raja Lintasan Basah The Children’s Train dan Nasib Anak-anak Korban Perang di Italia Mengenal Tang Soo Do dari Cobra Kai Munculnya Si Doel (Bagian III – Habis) Munculnya Si Doel (Bagian II) Munculnya Si Doel (Bagian I) Rahayu Effendi Pernah Susah di Awal Karier Yok Koeswoyo Bicara Sukarno