TERNYATA, efisiensi anggaran tidak hanya untuk mengongkosi program Makan Bergizi Gratis (MGB). Kala berbicara peringatan HUT ke-17 Partai Gerindra pada Sabtu (15/2/2025) lalu, Presiden Prabowo Subianto akan mengalirkan 20 miliar dolar (setara Rp325 triliun) hasil pemangkasan sejumlah anggaran kementerian dan lembaga untuk pendanaan awal investasi Danantara.
Danantara, kependekan dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, merupakan super holding yang dibentuk khusus untuk mengelola investasi dan aset-aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia baru akan diluncurkan pada Senin (24/2/2025). Singkatnya, Danantara akan jadi kekuatan ekonomi komersial tapi tetap di bawah pemerintah. Mirip Temasek Holdings di Singapura dan 1MDB di Malaysia.
“Mereka (Temasek) juga terkagum-kagum kita bisa mengonsolidasikan aset negara yang nilainya mungkin bisa beberapa ratus miliar dolar, saya kira itu dividen saja. Kalau kita buat untuk investasi, kita bisa generate sampai 25 miliar dolar,” klaim Ketua Dewan Ekonomi Nasional Jenderal (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan di acara “Kumparan The Economics Insights 2025”, Rabu (19/2/2025).
Pembentukan Danantara berlandaskan persetujuan DPR akan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang kemudian disahkan DPR menjadi UU pada 4 Februari 2025. Salah satu poinnya, Danantara memiliki tugas pengelolaan aset dan operasional perusahaan-perusahaan pelat merah untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen. Sementara Danantara berwenang sebagai pengelolanya, ke depannya Kementerian BUMN hanya akan bertindak sebagai regulator dan pengawas.
Baca juga: Efisiensi Mahathir Potong Gaji Menteri
Setidaknya ada tujuh BUMN dari sektor finansial hingga pertambangan yang pengelolaan aset-asetnya akan diampu Danantara untuk pengembangan inovasi dan investasinya, yakni Bank Mandiri Tbk., Bank Rakyat Indonesia (BRI Tbk), Bank Negara Indonesia (BNI Tbk), PT Telkom Indonesia Tbk, PT PLN, PT Pertamina, dan PT Mineral Industri Indonesia Persero (MIND ID). MIND sendiri merupakan holding pertambangan yang membawahi PT ANTAM Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT INALUM, dan PT Timah Tbk.
Terlepas dari adanya holding sejenis seperti Temasek dan 1MDB di negeri jiran, sejatinya gagasan perusahaan baru untuk mengelola aset dan investasi BUMN bukan barang baru di Indonesia. Pada akhir 1980-an, ayah Presiden Prabowo, begawan ekonomi era Orde Lama dan Orde Baru Sumitro Djojohadikusumo, pernah mengusulkan ide serupa. Sumitro, sebagaimana diinformasikan artikel harian Suara Karya edisi 17 Desember 1996 berjudul “Prof Sumitro: Ekonomi 197 Tidak Suram”, pernah menyampaikan ide pembentukan Lembaga Dana Investasi kepada Menteri Keuangan (periode 1988-1993) Johannes Baptista Sumarlin. BUMN diharapkan menyisihkan 1-5 persen keuntungan yang didapat untuk ditampung dan dimanfaatkan lembaga itu sekaligus mendukung dan membina usaha kecil dan menengah, serta koperasi.
Di podium rapat anggota IKPRI (Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia) pada 16 Desember 1996, Sumitro mengatakan bahwa di samping berperan sebagai semacam investment trust, lembaga itu juga dimungkinkan membeli saham-saham korporasi partikelir. Namun usulan itu ditolak Sumarlin karena dianggap lembaga semacam itu belum diperlukan. Adapun Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Indonesia Subiakto Tjakrawerdaya yang turut hadir dalam rapat IKPRI itu mengaku akan mempelajarinya.
Namun, dalam soal Danantara, tidak adanya pengawasan mekanisme tata kelola yang independen dan transparan membuat Danantara rawan skandal. Danantara juga ditengarai kebal hukum karena draf RUU tadi turut mengatur bahwa pimpinan pengurus maupun pengawas Danantara dapat terbebas dari pertanggungjawaban jika terjadi kerugian asalkan kerugiannya tidak terjadi karena kesalahan atau kelalaian, serta tidak dipengaruhi konflik dan benturan kepentingan.
Maka patut dipertanyakan, apakah kelak Danantara akan seperti Temasek yang cukup berhasil atau sebaliknya, boncos seperti 1Malaysia Development Berhad (1MDB) gegara skandal korupsinya?
Baca juga: Di Sekitar Nasionalisasi Bank Sentral
Temasek Untung, 1MDB Buntung
Temasek Holdings Limited didirikan pada 25 Juni 1974. Menurut Rajeswary Ampalavanar Brown dalam The Rise of Corporate Economy in Southeast Asia, Temasek merupakan holding investasi multinasional baru sebagai hasil dari restrukturisasi Economic Development Board yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Keuangan (Inkorporasi) Singapura. Lahirnya Temasek juga didorong kajian informal tentang bagaimana BUMN Singapura bisa merespon tekanan dan situasi internasional saat itu yang salah satu problem ekonominya disebabkan Krisis Minyak 1973.
“(Temasek) bertanggungjawab langsung kepada Presiden Singapura. Holding ini mulanya jadi organisasi yang sangat dirahasiakan dan tak pernah menerbitkan laporan-laporan apapun sebelum Oktober 2004, di mana pada tahun itu Temasek memegang total dana investasi 90 miliar dolar Singapura,” tulis Brown.
Temasek juga jadi wadah berbagi beban Kemenkeu Inkorporasi Singapura yang sebelumnya menaungi hampir semua BUMN beserta problem-problem persaingan dan perlindungannya. Oleh karenanya, Temasek beroperasi secara independen meski tetap berada dalam koridor-koridor yang ditentukan dalam Singapore Companies Act.
Baca juga: Gonjang-ganjing Nasionalisasi Perusahaan Asing
Temasek mulanya sekadar mengelola investasi dan aset serta saham 70 perusahaan pelat merah Singapura. Beberapa di antaranya maskapai Singapore Airlines, Singapore Telecommunications (SingTel), Singapore Technologies Engineering, Neptune Orient Lines, dan Keppel Corporation.
“Pada 1970-an Temasek berkonsentrasi pada investasi di Singapura (domestik, red.) dengan memiliki saham mayoritas SingTel (63 persen), Singapore Technologies (100 persen), Singapore Power (100 persen), Keppel Corporation (31 persen), dan Sembcorp (51 persen). Pada 1974 Temasek Holdings juga memiliki ekuitas senilai 345 juta dolar Singapura yang didistribusikan ke 36 perusahaan. Pada 1983 sudah memiliki investasi langsung 2,9 miliar dolar Singapura di 58 perusahaan,” tambah Brown.
Pada awal 1990-an hingga awal 2000-an, Temasek mulai ekspansi secara global. Selain ke Thailand, juga ke Korea Selatan dan Indonesia. Di Indonesia, Temasek terjun ke beberapa sektor seperti perbankan dengan memiliki 67 persen saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk melalui Fullerton Financial Holdings, lalu telekomunikasi dengan memegang 35 persen saham di PT Telkomsel melalui SingTel, dan perdagangan dengan menguasai 26,1 persen saham PT Matahari Putra Prima Tbk (swalayan Hypermart) melalui Anderson Investments.
Baca juga: Dari Piano Casablanca hingga Perang Dagang
Memang, awalnya Temasek juga mendapat beberapa kritik dan tekanan. Selain investasinya pada sejumlah perusahaan dianggap merusak lingkungan, Temasek cukup kental aroma politisnya karena dekat dengan para pejabat pemerintahan sehingga rawan konflik kepentingan. Terlepas belakangan sudah mulai pula beralih ke beberapa perusahaan yang lebih ramah lingkungan, Temasek dianggap cukup berhasil karena pada 2024 saja punya portofolio bersih mencapai 288 miliar dolar Amerika.
“Bersama GIC (perusahaan pengelola dana asing Singapura), Temasek sampai bisa mengendalikan lebih dari 1 triliun dolar dalam bentuk aset hingga membuatnya menjadi stakeholder ekonomi terbesar di Singapura saat ini (per 2024),” ungkap Chase C. Englund dalam The Politics of Attracting Investment.
Cerita Temasek amat berbeda dari 1MDB Malaysia. Sebelum 1MDB, pemerintah Malaysia sempat mendirikan perusahaan terbatas Khazanah Nasional Berhad (KNB) pada 3 September 1993. Lembaga penampung dan penjamin laba dan investasi BUMN Malaysia yang “11-12” dengan gagasan Sumitro ini baru berjalan pada 1994.
“Pada dekade pertama kehadirannya, Khazanah tetap menjadi organisasi yang relatif bersifat rahasia tetapi sepenuhnya dimiliki pemerintah dan bertanggungjawab langsung kepada perdana menteri (PM) yang memberikan arahan investasinya,” tulis Lai Jikon dalam artikel “Khazanah Nasional: Malaysia’s Treasure Trove” yang termaktub di Journal of the Asia Pacific Economy, Volume 17 Tahun 2012.
Baca juga: Mahaguru Investasi Tipu-tipu
KNB mulanya “bermain” di sektor hiburan dan pariwisata, perbankan, layanan kesehatan, dan konsumsi. Tetapi mulai awal 2000-an, KNB melebarkan sayap ke sektor telekomunikasi, teknologi informasi, otomotif, hingga transportasi dengan menggandeng Telekom Malaysia, Pos Malaysia, Astro, dan Proton.
Namun, kontroversi mengiringinya karena KNB lebih memfasilitasi distribusi kekayaan negara pada masyarakat mayoritas Melayu dan tak begitu memerhatikan kalangan masyarakat dari kalangan-kalangan minoritas. Hingga 2022, nilai aset yang dikelola KNB mencapai 30 miliar dolar Amerika.
Namun meski sudah punya KNB, pemerintah Malaysia pada 25 Juni 2009, empat bulan setelah Najib Razak menjabat perdana menteri, mendirikan 1MDB. Mengutip artikel “Why a need for 1MDB when Khazanah is there?” di Malaysia Kini, 3 April 2013, 1MDB merupakan transformasi dari Terengganu Investment Authority yang diambilalih pemerintah federal untuk menjadi super holding strategis yang juga diampu Kementerian Keuangan (Diperbadankan).
Di atas kertas, keduanya serupa tapi tak sama. Tugas KNB pada dasarnya mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan membuat investasi strategis atas nama pemerintah. Sedangkan 1MDB adalah holding yang bertugas mengembangkan investasi strategis dengan memanfaatkan ide-ide dan sumber daya-sumber daya baru demi pertumbuhan ekonomi. Sementara KNB mengelola aset perusahaan-perusahaan pelat merah cenderung berdasarkan “koneksi” politik, 1MDB mengambil dan mengelola aset sesuai opsi terbaik, utamanya yang belum dijangkau KNB, seperti sektor transportasi hingga real estate.
Baca juga: Jurus Devaluasi dan Deregulasi Radius Prawiro
1MDB mengelola aset dan investasi BUMN macam maskapai Malaysia Airlines, Bandar Malaysia, Tun Razak Exchange, dan KL-Singapore Rail Link. Namun belum lama berjalan, pada September 2009 1MDB sudah membentuk 1MDB-PetroSaudi Ltd, perusahaan kemitraan bersama dengan PetroSaudi Holdings (Cayman) Ltd.
“1MDB jadi firma milik pemerintah yang menargetkan proyek-proyek pembangunan strategis di sektor energi, real estate, pariwisata, dan agrobisnis. Akan tetapi pertengahan 2015 1MDB sudah terjerat skandal finansial yang kemudian menyeret skandal politis,” tulis Ooi Keat Gin dalam Historical Dictionary of Malaysia.
Skandalnya cukup menggemparkan dunia lantaran gugatannya datang dari pihak asing, Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ). DOJ mulanya menyelidiki Jho Low, salah satu petinggi 1MDB yang mengalirkan dana internasional 1MDB ke sejumlah perusahaan cangkang dan bank-bank lepas pantai.
“Malapraktik utama dalam skandal 1MDB juga adalah penggelapan uang dalam skala besar yang terjadi dalam empat tahap (2009-2013) dan melibatkan penyelewengan dana yang mayoritas berasal dari pinjaman melalui penerbitan obligasi dan sukuk serta pinjaman bank,” tulis Tanggor Sihombing dkk. dalam Kumpulan Kasus-Kasus Audit Perusahaan.
Baca juga: Pemberantasan Korupsi Setengah Hati Rezim Orde Baru
Kleptokrasi pun terkuak di antara para petinggi 1MDB, termasuk PM Najib Razak setelah didapati adanya korupsi dan aliran dana ke kantong pribadi yang mencapai 3,5 juta dolar Amerika. Kotak pandora terbuka lebar setelah laporan penyelidikan lain, termasuk beberapa media massa nasional dan internasional, kemudian mendapati fakta adanya aliran dana 1MDB ke rekening pribadi PM Najib Razak sebesar 700 juta dolar Amerika.
Skandal yang pada akhirnya meliputi korupsi, penyuapan, dan konspirasi pencucian uang itu mencoreng wajah PM Najib. Ia lantas kalah dalam Pemilu 2018 yang dimenangkan Mahathir Mohamad usai comeback dari masa pensiunnya.
Najib akhirnya diseret ke Mahkamah Persekutuan Malaysia medio 2022 dengan dakwaan berupa penyelewengan kekuasaan dan pencucian uang. Pada 23 Agustus 2022, Najib divonis bersalah dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda 1,69 miliar ringgit.
Baca juga: Krisis Perbankan hingga Gesekan Lembaga Pemberantasan Korupsi