Masuk Daftar
My Getplus

Mengulek Sejarah Sambal

Sambal bikin makan makin mantap. Berapa level pedasmu?

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 21 Jul 2021
Sambal dan lalap. (Gunawan Kartapranata/Wikimedia Commons).

Sambal tak bisa dilepaskan dari hidangan orang Indonesia. Bahkan nyaris setiap daerah memiliki versi sambal masing-masing dan beragam hidangan yang diolah dengan bumbu cabai.

“Sambal memang khas Indonesia. Saya tak menemukan sambal seperti di Indonesia di negara-negara lain,” kata Andreas Maryoto, wartawan Kompas yang menekuni sejarah kuliner.

Orang Indonesia menganggap makan belum mantap tanpa sambal. Menurut Achmad Sunjayadi, ahli sejarah pariwisata dari Universitas Indonesia, hal ini karena kuliner Nusantara bersifat koud eten (hidangan dingin). Rasa pedas sambal bukan hanya menggugah selera tapi juga memiliki fungsi sebagai pengganti temperatur panas.

Advertising
Advertising

Baca juga: Jejak Eropa dalam Kuliner Nusantara

Cabai dan pemanfaatnnya sudah ada setidaknya sejak 6.000 tahun lalu. Ini terungkap dalam “Starch Fossil and the Domestication and Dispersal of Chili Peppers (Capsicum spp.L.) in the Americas”, hasil penelitian ilmuwan yang dikepalai Linda Perry dari Smithsonian Institution dan dimuat jurnal Science, 16 Februari 2007. Kesimpulan ini didasarkan atas temuan mikrofosil bubuk cabai dalam hidangan suku Indian Zapotec yang ditemukan di tujuh lokasi berbeda di Kepulauan Bahama hingga bagian selatan Peru.

Penyebaran cabai tak lepas dari andil penjelajah sohor Christopher Columbus. Ketika pulang ke Spanyol dari Amerika Latin, Columbus membawa biji-biji cabai yang dikiranya lada hitam untuk dipersembahkan kepada Ratu Isabella. Dari Spanyol biji cabai merambah Eropa. Manguelonne Toussain-Samat, penulis Prancis, dalam A History of Food menyebut, untuk perut orang Eropa yang sensitif, rasa cabai terlalu panas. Cabai pun tak digunakan dalam makanan.

Baca juga: Menusuk Sejarah Sate

Orang-orang Portugis memperkenalkan cabai ke Nusantara pada akhir abad ke-16. Namun, menurut arkeolog Titi Surti Nastiti dalam Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna Abad VII-XIV, jauh sebelumnya cabai telah menjadi komoditas perdagangan pada masa Jawa Kuno. Bahkan, dalam teks Ramayana dari abad ke-10, cabai disebut sebagai salah satu contoh jenis makanan.

Fadly Rahman, ahli sejarah kuliner, dalam Jejak Rasa Nusantara menyebut, bahan sambal pada abad ke-10 mungkin masih menggunakan cabe jawa (Piper retrofractum), tak sama dengan genus cabai dari benua Amerika yang baru diperkenalkan pada abad ke-16.

Segera cabai menjadi primadona sebagai bahan pemedas baru. Sambal juga cukup populer di kalangan orang Eropa. Ragam sambal menjadi bagian dari rijsttafel, yaitu set hidangan komplet berisi nasi, lauk-pauk, dan sayuran khas Indonesia. Salah satu juru masak, Catenius van der Meijden, bahkan menguasai keahlian membuat puluhan jenis sambal yang dituangkan dalam bukunya, Makanlah Nasi pada 1922.

Baca juga: Sejarah Pecel Lele, Bisnis Ikan Berkumis

Menurut Sunjayadi, beberapa buku panduan turisme memuat peringatan kepada para turis agar berhati-hati mengkonsumsi sambal. Tentu tak mengesankan bila liburan terganggu karena gara-gara sakit perut.

Namun, tetap saja ada turis yang nekat. Salah satunya Justus van Maurik, pengusaha cerutu asal Amsterdam yang mengunjungi Batavia akhir abad ke-19. “Mulut saya terbuka dan mata sepertinya mau keluar karena rasa panas dan pedas. Rasanya mau meledak. Ini semua gara-gara rasa penasaran dan bisikan pelayan yang menawari saya sambil berbisik: Sambal, toewan?”

Hingga kini sambal tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kebiasaan makan orang Indonesia. Begitu pentingnya cabai sampai-sampai ketika harganya melambung, ibu-ibu menjerit, bukan karena kepedasan tapi karena tak bisa menghidangkan sambal di meja makan keluarga.

TAG

kuliner

ARTIKEL TERKAIT

Maqluba Tak Sekadar Hidangan Khas Palestina Terites, dari Kotoran Hewan yang Pahit jadi Penganan Nikmat Kontes Memasak Tempo Dulu Sejarah Panjang Mi Kuah Khas Jepang Mula Restoran All You Can Eat Popcorn dari Jalanan ke Bioskop Meriung di Warung Makan Tempo Dulu Kuliner Eropa yang Diadopsi di Nusantara Rumah Merah Kapitan Lim Fatmawati Suka Memasak