BULAN baru muncul. Aroma dupa semerbak di sekitar taman Tugu Perjuangan, Kabupaten Indramayu. Sekira 21 penari bertopeng Klana dari berbagai usia, masuk memenuhi panggung yang sudah tertata, dan menari dengan dinamis. Mereka memakai kedok berwarna merah menyala, senada dengan warna kostumnya.
Gerakan para penari ini nampak tangkas dan telengas diiringi komposisi gending yang rancak. Tak beberapa lama, para penari duduk bersila. Dari belakang panggung terlihat siluet sepasang penari sedang bergerak lembut. Kemudian muncul seorang penari perempuan dengan rambut sepinggang, membawa topeng yang masih terbungkus mori putih. Dia bergerak ke tengah, melangkahi para penari yang duduk bersila.
Tepat di tengah, penari ini berdiri dengan kaki dibuka hingga selebar bahu. Topeng yang semula terbungkus, kemudian dibuka dan dipakai. Kedoknya berwarna putih, menandakan karakter Panji. Gerakannya hanya perlahan meski diiringi gending yang dinamis. Itulah tari topeng Panji yang diperagakan oleh Aerli, cucu maestro tari topeng dari Indramayu: Mimi Rasinah.
Penampilan Aerli sebagai Panji dan 21 siswinya sebagai Klana membuka acara Tribute to Mimi Rasinah, yang dihelat selama dua hari, 4-5 Mei 2018.
“Sebenarnya acara demikian kami helat setiap tahun, namun kali ini memakai nama acara dari bahasa Inggris karena kami mengundang beberapa rekan seniman dari luar negeri untuk meramaikan acara ini,” ujar Ade Jayani, suami Aerli Rasinah, kepada Historia.
Agenda tahunan ini adalah wujud generasi sekarang, anak dan cucu Rasinah, untuk kembali mengingat pendahulu mereka.
“Acara ini disebut ngunjung, yaitu menghargai serta mengingat kembali apa yang dilakukan pendahulu, bahwa apa yang kita miliki sekarang adalah hasil perjuangan para pendahulu. Misalnya, bangunan sanggar Mimi Rasinah yang sekarang sudah kokoh, adalah dari perjuangan beliau melestarikan seni topeng. Kami sekarang pun tak harus mengikuti musim ketika latihan, kami sudah aman dari panas dan hujan,” terangnya.
Sarat Ritual
Sehari sebelum pagelaran Tribute to Mimi Rasinah, kesibukan luar biasa terjadi di sanggar tarinya. Waci (53), putri mendiang Mimi Rasinah, konsentrasi penuh saat merangkai bunga melati menjadi kalung. Setelah itu, dia kembali sibuk menyusun jajanan pasar, telur ayam kampung, minuman kopi, teh, susu dan kelapa hijau di atas tampah. Kemudian, dia membawa sesaji itu ke dekat kotak berisi topeng kayu, selendang dan beragam alat peninggalan Mimi Rasinah.
“Sudah hampir magrib, ritual harus lekas selesai,” ujar Aerli.
Aerli lalu duduk di depan kotak dan mengeluarkan topeng satu per satu. Dengan tekun, dia mengasapi sekira 12 topeng beragam karakter dengan hio yang terbakar. Ritual ini rutin dilakukannya setiap malam Jumat.
“Topeng-topeng ini berasal dari kayu yang sudah berumur lama. Jadi harus diasapi supaya terhindar dari serangan serangga kayu, dan juga wangi,” ujar Aerli. Topeng-topeng itu dibiarkan di luar kotak semalaman.
Keesokan harinya, orang-orang tua siswa sanggar seni tari Mimi Rasinah di Desa Pekandangan, Indramayu, datang membawa tumpeng lengkap dengan lauk pauknya. Ada 30 tumpeng dan beberapa makanan lain. Semua itu sesuai kemampuan masing-masing orang tua siswa. Jika tak mampu membawa tumpeng, dapat membawa buah-buahan bahkan ada yang hanya membawa telur asin. Semua makanan disusun di tengah sanggar dan semua yang hadir duduk mengelilinginya. Seorang pemuka agama memimpin doa selamatan pagi itu. Usai doa, Aerli selaku tuan rumah mempersilakan kepada segenap yang hadir untuk menikmati tumpeng-tumpeng tersebut.
Selepas salat Jumat, semua yang hadir di sanggar menuju makam Mimi Rasinah yang terletak di samping rumah. Mereka menabur bunga dan memanjatkan doa untuk Mimi Rasinah. Akhirnya, di bawah terik matahari, siswi-siswi berkostum tari merah berbaris menuju lokasi pagelaran.
“Tiap tahun kami selalu mengenang Mimi Rasinah dalam bentuk pagelaran, namun sebatas di sanggar saja. Nah, ini kami mencoba untuk pertama kalinya memperingati Mimi Rasinah dengan cukup besar dengan melibatkan seniman-seniman lain baik dari lingkup nasional atau internasional,” terang Ade Jayani.
Seniman yang mendukung pagelaran itu antara lain Bundengan grup (Wonosobo), Wayang Angslup (Solo dan Italia), Lengger Lanang Langen (Banyumas), Wergul W Darkum (Indramayu), Modivad Filsofica (Argentina), Victor Melendez Bona (Spanyol), Inig Sanz Vega (Spanyol), Katia Sophia Ditzler (Jerman), Noopur Singah (Singapura), dan Christian (Costarica).