Masuk Daftar
My Getplus

Goresan Tinta Seniman Australia Merekam Revolusi Kemerdekaan

Perang Pasifik hingga Pertempuran Surabaya yang diabadikan dalam karya-karya Tony Rafty ditampilkan di Pameran “Two Nations: A Relationship is Born”.

Oleh: Randy Wirayudha | 14 Agt 2024
Salah satu sketsa (reproduksi) karya Tony Rafty yang melengkapi pameran “Two Nations: A Relationship is Born” (Randy Wirayudha/Historia)

SEKILAS goresan-goresan tinta pena di atas kertas berukuran 16 x 20,2 cm itu tampak kasar. Namun, detail dari ilustrasinya begitu nyata: seonggok tank ringan M3 Stuart dengan seorang komandannya melongok dari palka kubah atas dan di samping tank terdapat dua sosok prajurit Inggris berhelm brodie mengawaki sepucuk senapan mesin Vickers. Sketsa karya seniman dan jurnalis perang asal Australia Tony Rafty itu diberi tajuk Tank in Surabaya.

Karya sketsa versi reproduksi itu merupakan satu di antara sketsa dan narasi tentang keterlibatan orang-orang Australia dalam Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949) di pameran “Two Nations: A Relationship is Born” yang kembali digelar di Jakarta kurun 15 Agustus-1 September 2024. Kali ini bertempat di Ruang Serba Guna Ir. H. Djuanda di Museum Bahari, Jakarta Utara. 

Menurut Duta Besar (dubes) Australia untuk RI Penny Williams dalam pembukaan pameran, Selasa (13/8/2024), pameran yang dikurasi dengan kerjasamanya bersama Australian National Maritime Museum itu dihelat dalam rangka merayakan 75 tahun hubungan diplomatik RI-Australia sekaligus juga perayaan hubungan antar-masyarakat kedua negeri bertetangga itu. Indonesia-Australia punya irisan sejarah di masa revolusi kemerdekaan Indonesia. 

Advertising
Advertising

Baca juga: Larangan Hitam untuk Armada Hitam

Hal itu diamini Kepala Biro Kerjasama Daerah Provinsi DKI Jakarta Marulina Dewi. Keterkaitan sejarah antara Indonesia dan Australia, katanya, dihadirkan sebagai edukasi publik, utamanya untuk generasi muda melalu, terkait dukungan publik Australia terhadap kemerdekaan Indonesia. Sikap itu dihadirkan lewat berbagai foto, surat, siaran berita, sketsa, dan memorabilia lain.

“Memang kan hubungan Indonesia dan Australia bermula tahun 1945. Jadi narasi-narasi kemerdekaan ini juga sesuai dan tepat momennya (menjelang HUT RI). Kita, Pemprov DKI, juga menggaungkan dan mengundang masyarakat datang ke museum, serta kita juga mau meng-arrange study tour untuk anak-anak SMP supaya dapat edukasi tentang hubungan baik Indonesia dan Australia,” kata Marulina.

Sketsa Tank in Surabaya (kiri) dan ilustrasi-ilustrasi lain karya Tony Rafty (Randy Wirayudha/Historia)

Sekilas Petualangan si Seniman Perang 

Di antara narasi-narasi itu terdapat tujuh sketsa karya Rafty versi reproduksi. Selain sketsa ilustrasi tentang tank di atas, ada pula karya sketsa bergaya serupa bertajuk Soerabaya Docks, Surabaya Street Fighting, Dutch Soldier Fully Armed at the Alert Throughout the Street, dan Portrait of Sutan Sjahrir. Karya-karya yang dihasilkan Rafty semasa bertualang di Jawa itu aslinya tersimpan di National Library of Australia. 

Lahir di Paddington, 3 kilometer timur Sydney, pada 12 Oktober 1915 dengan nama Anthony Raftopoulos, Rafty yang berdarah Yunani sudah menggeluti seni rupa sejak kecil. Sebelum masa perang, Rafty nyambi jadi kartunis di harian olahraga Referee di sela pendidikannya di Sydney Technical College.

Seiring Perang Pasifik (1941-1945) melibatkan Australia, Rafty bergabung ke pasukan Persemakmuran pada 29 Desember 1941 dan ditugaskan sebagai seniman perang berpangkat sersan di Military History Section. Mengutip Scott Bevan dalam Battle Lines: Australian Artists at War, Rafty bersama seniman William Dargie ikut diberangkatkan pasukan Batalyon 57/60 Angkatan Darat Australia ke Papua Nugini pada awal 1944.

Baca juga: Menyesapi Cerita-Cerita Tersembunyi di Pameran Revolusi!

Dubes Penny Williams & Karo KSD Pemprov DKI Marulina Dewi membuka pameran “Two Nations: A Relationship is Born” (Randy Wirayudha/Historia)

Petualangannya kemudian juga membawanya ke Kuching di Sarawak dan turut meliput penyerahan sisa-sisa pasukan Jepang di Singapura pada September 1945. Setelahnya, ia terbang ke Surabaya. Di sanalah ia jadi saksi mata pertempuran di Surabaya sebagai jurnalis dan sejak itu mulai berteman dengan Presiden Ir. Sukarno.

“Tony Rafty yang bekerja (koresponden) di suratkabar Melbourne Sun dan dua rekannya dari harian Herald, Ian Flemming, termasuk di antara tujuh jurnalis asing yang ‘terperangkap’ di Hotel Oranje saat pertempuran berlangsung sengit. Presiden Soekarno, pada tanggal 30 Oktober (1945), akhirnya menjamin keselamatan mereka untuk pulang ke negara masing-masing,” tulis Frank Palmos dalam Surabaya 1945: Sakral Tanahku.

Pascaperang, Rafty meneruskan kariernya sebagai karikaturis, termasuk ketika ikut menggambar sejumlah sketsa atlet sejak Olimpiade London 1948 hingga Olimpiade Atlanta 1996. Pada 9 Oktober 2015, ia menghembuskan nafas terakhirnya di Sydney pada usia 99 tahun akibat komplikasi paru-paru.  

Baca juga: Kisah Revolusi Kemerdekaan Indonesia dalam Pameran

Anthony Raftopoulos alias Tony Rafty di masa senjanya (Randy Wirayudha/Repro Pameran)
 

TAG

indonesia australia australia indonesia australia seniman seni rupa perang kemederdekaan kemerdekaan indonesia kemerdekaan pertempuran-surabaya pertempuran surabaya pameran

ARTIKEL TERKAIT

Cerita Dua Arca Ganesha di Pameran Repatriasi Protes Sukarno soal Kemelut Surabaya Diabaikan Presiden Amerika Sebelum Jenderal Symonds Tewas di Surabaya Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Pisang Asal Jawa Dibutuhkan Australia Bos Sawit Tewas di Siantar Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Saat Peti Laut jadi Penanda Pangkat Pegawai VOC KNIL Jerman Ikut Kempeitai Dewi Dja Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia di Amerika