RATUSAN tahun sudah sejak keris Nogo Siluman milik Pangeran Diponegoro dianggap hilang dari tempat penyimpanannya di museum Belanda. Lewat pencarian yang panjang, keris itu ditemukan dan dikembalikan kepada Indonesia.
Sejumlah penelitian dilakukan untuk menemukan Kiai Nogo Siluman. Pada 1984, Pieter Pott, mantan kurator Museum Volkenkunde (sekarang National Museum of World Cultures, NMVW) di Leiden yang kemudian menjadi direkturnya itu mencoba melacak Kiai Nogo Siluman dalam koleksi Museum Volkenkunde.
Penelitian ini juga termasuk kelanjutan dari perjanjian pada 1975 antara pemerintah RI dan Belanda mengenai pengembalian warisan budaya yang berkaitan dengan tokoh bersejarah.
“Dilanjutkan karena masih ada keterangan bahwa keris Diponegoro masih di Belanda. Kemungkinan besar ingin melengkapi benda milik Diponegoro di Belanda yang sudah lebih dulu dikembalikan ke Indonesia,” ujar Sri Margana, ketua Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada, kepada Historia.
Baca juga: Hilang Ratusan Tahun, Keris Diponegoro Ditemukan di Belanda
Margana adalah salah satu peneliti yang diminta untuk mengkonfirmasi identitas koleksi keris di National Museum of World Cultures (NMVW) di Leiden, Belanda. Keris berhias kepala naga tadi salah satunya.
Berdasarkan Laporan Penelitian yang dibuat NMVW pada 20 Januari 2020, Pott menduga keris bernomor RV-360-5821 sebagai Kiai Nogo Siluman. Menurutnya, keris milik Diponegoro itu disumbangkan oleh Hamengku Buwono V pada akhir Perang Jawa kepada Kolonel Jan-Baptist Cleerens. Temuannya didasarkan pada arsip KKZ yang disimpan oleh Rijksmuseum. “Tetapi temuan kami memiliki kesimpulan yang berbeda,” catat laporan itu.
Penelusuran Pott sempat dihentikan karena mungkin dianggap tak membawa hasil yang signifikan. “Karena mungkin konsen museum dan pemerintah Belanda sudah terarah pada kerjasama lainnya,” ujar Margana.
Pendekatan Baru
Pada 2017, NMVW kembali melacak keberadaan keris. Museum ini mempekerjakan sejumlah peneliti. Tak cuma peneliti dari Belanda, tapi juga tim ahli dari museum di Wina, Austria. Tugasnya menyelidiki keberadaan keris tanpa menjadikan penelitian sebelumnya sebagai referensi.
Pendekatan baru pun dilakukan dengan menggunakan arsip dan sumber-sumber sekunder. Salah satunya adalah membandingkan keris dalam koleksi Museum Volkenkunde dengan dua dokumen, yaitu korespondensi antara sekretariat negara dan Direktur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum, Industri Nasional dan Koloni, serta dokumen Sentot Alibasyah Prawirodirdjo yang di dalamnya terdapat pula kesaksian pelukis Raden Saleh.
Dari arsip itu diketahui paling tidak ada empat ciri yang bisa menandai Keris Nogo Siluman. Keris ini berasal dari Kesultanan Yogyakarta, paling tidak ditempa sebelum tahun 1830, terdapat hiasan naga, dan memiliki jejak emas pada bilahnya.
“Keris dalam koleksi Museum Volkenkunde yang terkait dengan KKZ kemudian dicocokkan kriteria ini,” catat laporan itu.
Ditemukanlah satu keris yang cocok dengan deskripsi Raden Saleh tentang Kiai Nogo Siluman. Sejumlah ahli kemudian dimintai pendapat tentang keris itu secara terpisah.
Baca juga: Keris Kiai Nogo Siluman Tak Pernah Hilang
Pakar yang pertama mencatat bahwa keris memiliki bilah dari abad ke-18. Namun gagangnya tidak terlalu tua. Pakar kedua menilai pula kalau pegangan keris lebih muda daripada bilahnya. Bilahnya sendiri sangat tua dan usang. Namun akibat ritual jamasan yang dilakukan terhadapnya, tubuh naga hampir menghilang. Ahli kedua ini juga menyebut keris itu milik anggota Kesultanan Yogyakarta.
Pihak Rijksmuseum juga ditanyai soal keris. Ini untuk mengesampingkan kemungkinan kalau Kiai Nogo Siluman dibawa ke Museum Nasional Sejarah dan Seni pada 1883. Koleksi mereka kini menjadi bagian koleksi Rijksmuseum. Dari sana ditetapkan kalau empat keris dan dua senjata tajam lainnya yang berasal dari KKZ di Rijksmuseum tak cocok dengan kriteria Kiai Nogo Siluman.
Selanjutnya, pada Januari 2019, beberapa pakar keris dari Indonesia mengunjungi Museum Volkenkunde. Mereka diminta melihat keris yang diduga sebagai Kiai Nogo Siluman dan beberapa keris lain yang tak terkait dengan KKZ. Karena kasus ini dinilai sensitif, mereka tidak diberitahu kesimpulan sementara soal satu koleksi yang diduga kuat sebagai Kiai Nogo Siluman.
Dalam pengamatan, mereka menemukan adanya candrasengkala pada bilah keris yang diduga kuat sebagai Kiai Nogo Siluman. Candrasengkala yang dimaksud terdiri dari simbol binatang yang merujuk pada tahun tertentu.
Baca juga: Keris Pangeran Diponegoro Tiba di Tanah Air
Para ahli menyebut ada tiga binatang pada bilah keris itu, yaitu naga, rusa, dan gajah. Ini menandakan senjata itu diditempa pada 1633.
“Menurut para ahli, keris dimiliki oleh Sultan Agung (1593-1645), leluhur Pangeran Diponegoro. Kualitas besi dan desain senjata menunjukkan bahwa dulunya milik Sultan Agung,” catatnya.
Setelah kunjungan para ahli keris dari Indonesia, NMVW mencari lagi pendapat kedua. Lagi-lagi mereka tidak mengungkapkan hasil sementara penelitian yang sedang berlangsung.
Pakar pertama yang sebelumnya sudah disebutkan diminta melihat candrasengkala pada keris. Interpretasinya berbeda. Selain naga dan rusa, si pakar ini melihat hewan ketiga bukan sebagai gajah tetapi singa atau harimau.
Kombinasi simbol-simbol ini mengarah pada abad ke-18, mungkin 1759. Si pakar tadi percaya keris ini milik orang berpangkat tinggi di Kesultanan Yogyakarta. Namun tak mungkin Sultan Agung.
Baca juga: Memetakan Perjalanan Keris Pangeran Diponegoro
Pakar itu juga diminta memeriksa keris lain yang dulu pernah diajukan oleh Pieter Pott. Kesimpulannya keris itu tak bisa dikaitkan dengan Pangeran Diponegoro.
“Karena bukan dari periode yang tepat. Keris dengan nomor RV-360-5821 dibuat sekira 1850,” catat laporan itu.
Pada Desember 2019, NMVW meminta agar metode penelitian mereka sejauh ini diperiksa dan dievaluasi oleh pakar. Pakar peninjau itu didatangkan ke Belanda. Ia mewawancarai para peneliti, meninjau koleksi keris di museum, dan mempertimbangkan temuan yang sudah ada.
Pakar peninjau akhirnya menyimpulkan bahwa penelitian itu sudah dilakukan secara komprehensif. “Semua sumber dan koleksi tampaknya telah dipertimbangkan oleh para peneliti NMVW yang melakukan pekerjaan ini sejak 2017,” catat laporan itu.
Si pakar juga akhirnya mengkonfirmasi temuan para peneliti NMVW bahwa keris yang diajukan dalam penelitian 2017 memang Kiai Nogo Siluman milik Pangeran Diponegoro.
Penanda Nogo Siluman
Pada awal 2020, tim dari Indonesia kebagian tugas untuk mengkonfirmasi kesimpulan yang dibuat oleh peneliti Belanda. Apakah benar yang diajukan pihak Belanda memang keris Kiai Nogo Siluman milik Pangeran Diponegoro.
“Ternyata setelah kami datang ke sana kami punya pandangan yang sedikit berbeda dari para peneliti sebelumnya,” kata Margana.
Ukiran hewan ketiga yang oleh tim verifikasi sebelumnya disebut sebagai gajah, singa atau harimau rupanya menurut Margana adalah seekor naga. “Ketika saya melihat langsung keris itu, binatang yang dianggap gajah, harimau atau singa itu ternyata justru adalah kunci apa yang disebut Nogo Siluman itu,” ujarnya.
Dia menggambarkan, pada bagian paling bawah dari bilah keris, di dekat pegangannya, ditemukan ukiran naga tersembunyi dengan kepala menoleh ke kanan. Tangan kanan dan kirinya seperti hendak mencakar.
Baca juga: Riwayat Keris Bertuah Milik Diponegoro
“Versi naga siluman Jawa itu kalau lihat patung-patungnya yang biasanya terbuat dari perunggu atau kuningan terlihat sekali ini. Jadi agak berbeda dari naga versi wayang Jawa,” kata dia.
Kalau dalam wayang, kata Margana, umumnya mereka memakai mahkota. Di bagian tubuhnya juga terdapat sayap.
Sementara kalau naga siluman tidak digambarkan dengan mahkota. Alih-alih mahkota, naga itu seperti berambut yang terurai, kemudian juga memiliki cakar.
“Kalau wayang kan tidak ada tangan tapi sayap,” lanjutnya.
Dengan begitu, dalam keris itu terdapat ukitan dua naga. Naga pertama adalah yang dideskripsikan Raden Saleh, yaitu pada bagian tubuhnya terdapat jejak emas. Naga kedua adalah si naga yang menjadi cerminan Nogo Siluman, sebagaimana keris itu diberi nama.
Baca juga: Keris Diponegoro Dikembalikan Belanda, Ini Kata Peter Carey
“Jadi terkonfirmasi kalau ini Kiai Nogo Siluman tapi dengan catatan,” kata Margana. “Lalu apakah di dalam keris ini memang ada candrasengkalan, mungkin perlu diteliti lebih lanjut.”
Dengan dikembalikannya keris Pangeran Diponegoro kepada Indonesia, Margana pun bilang, bahwa tak cukup jika hanya menerima dengan senang. Keris ini menyimpan makna yang besar. Melihat kemungkinan kalau keris ini dipakai dalam peperangan, artinya ia bisa menjadi simbol perlawanan Diponegoro secara keseluruhan.
“Ini penting, artinya harus punya nilai tambah bagi historiografis Indonesia. Harus dibuat narasi yang pas. Jadi bisa ditempatkan sesuai perannya,” kata Margana lagi.*