SUDAH 189 tahun keris Kiai Nogo Siluman berada di Belanda. Hari ini, Kamis (5/3/2020) atau lima hari jelang kunjungan Raja Belanda ke Indonesia, keris kondang milik Pangeran Diponegoro ini dikembalikan dan disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Sebelumnya, selama bertahun-tahun, dokumen tentang keris Kiai Nogo Siluman raib bak ditelan bumi dan baru ditemukan dan diidentifikasi lagi medio 2017. Keris yang sebelumnya berada di Museum Volkenkunde, Leiden itu lantas secara resmi diserahkan ke Duta Besar RI untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja pada Selasa (3/3/2020) dan dibawa pulang ke tanah air untuk diserahkan ke Museum Nasional pagi ini.
“Saya agak heran, bagaimana bisa sebegitu teledor keris dari seorang Diponegoro bisa hilang. Padahal keris ini masuk dalam koleksi kerajaan (Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden atau KKZ) sejak Januari 1831,” ujar sejarawan Peter Carey kepada Historia.
Keris Kiai Nogo Siluman didapatkan Kolonel Jan-Baptist Cleerens pada negosiasi pertama dengan Pangeran Diponegoro di Banyumas. Lantas dibawa ke Belanda untuk dipersembahkan ke Raja Willem I pada Januari 1831 sebagai simbol kemenangan Belanda pada Perang Jawa (1825-1830).
Baca juga: Hilang Ratusan Tahun, Keris Diponegoro Ditemukan di Belanda
Keris itu kemudian disimpan di KKZ. Bahkan pernah turut jadi benda yang dipamerkan dalam sebuah pameran budaya dunia di Amerika Serikat, yakni Centennial Exposition di Philadelphia, pada 1876. Namun pada 1883, menyusul pembubaran KKZ, semua koleksi disebar ke tujuh museum lain. Sialnya, seabrek dokumen tentang koleksi-koleksi itu, termasuk keris Kiai Nogo Siluman, dinyatakan hilang.
“Jadi setelah KKZ dibubarkan pada 1883, sama sekali tidak ada informasi yang betul-betul merujuk kepada keris (Kiai Nogo Siluman). Keris seperti hilang. Dari sekian banyak keris lain juga tidak dipelihara dengan baik oleh koleksi kerajaan (KKZ),” ujar Peter Carey yang dikenal sebagai Indonesianis peneliti kehidupan Pangeran Diponegoro.
“Lain dengan apa yang dipunya koleksi Kerajaan Inggris. Ada beberapa benda dari Indonesia tapi sudah didaftarkan, sudah diteliti, punya nomor yang jelas, sehingga kita bisa melacaknya lewat laman daring. Semua itu tidak dibuat Belanda,” ketus Carey.
Baca juga: Keris Pangeran Diponegoro Tiba di Tanah Air
Pun saat Belanda dan Indonesia terlibat Cultural Accords pada 1975, keris Kiai Nogo Siluman masih misterius. Hanya tombak Kiai Rondhan dan pelana kuda Diponegoro yang kembali dan jadi koleksi Museum Nasional, Jakarta.
Adapun riset tentang keris Kiai Nogo Siluman baru terjadi medio 2017. Selain desakan eksternal akan isu dekolonisasi, risetnya dipicu beberapa buku yang terbit kemudian mengenai Diponegoro. Salah satunya karya Peter Carey, The Power of Prophecy: Prince Dipanegara and the End of and Old Order in Java, 1785-1855.
“Setelah ada beberapa buku, termasuk buku saya, mulai ada arus yang mau menguak sorot Diponegoro. Tahun 2017 mereka baru melakukan riset. Dalam pandangan saya, ini mencerminkan tidak bertanggungjawabnya Belanda. Jika mereka punya rasa hormat, mereka akan merawat betul benda bersejarah itu,” ujar Carey.
“Mungkin riwayat yang terjadi dengan keris ini mencerminkan apa yang terjadi dengan sekian banyak pembuangan tokoh lainnya yang kemudian dilupakan setelah dikuasai. Ini seperti citra Belanda terhadap perlakuan mereka atas kebudayaan Jawa. Mereka datang ke sini untuk menjadi kolonialis yang sukses, menangkap Diponegoro, lantas peduli setan dengan hal lainnya,” tandas Carey.
Baca juga: Keris Mistis Pangeran Diponegoro