Adu Pedang Djojo Menggolo vs. Soerio Dento

Benteng Geger di Gunung Kidul termasuk yang sulit diduduki Belanda. Di sanalah seorang panglima perang Diponegoro duel pedang dengan sersan Belanda-Jawa.

Oleh: Petrik Matanasi | 14 Mar 2025
Adu Pedang Djojo Menggolo vs. Soerio Dento
Sketsa pertempuran pasukan Diponegoro melawan pasukan Belanda. (Repro "Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro, 1785-1855")

GEGER merupakan nama sebuah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ada yang di Kabupaten Kulonprogo, ada pula di Kabupaten Gunungkidul.

Menurut Peter Carey dalam Kuasa Ramalan, Desa Geger Kulonprogo adalah daerah tempat pembuatan mesiu bagi Pangeran Diponegoro. Selain itu desa tersebut, menurut Saleh Asʼad Djamhari dalam Strategi Menjinakkan Diponegoro: Stelsel Benteng, 1827-1830, pada 1829 juga jadi palagan.

“Desa Geger, pos depan pasukan Diponegoro yang dijaga oleh 50-60 orang mengibarkan dua bendera (panji-panji) dan menyambut pasukan Cochius dengan tembakan gencar,” tulis Saleh.

Advertising
Advertising

Desa tersebut punya posisi penting bagi Diponegoro. Oleh karenanya, dipegang oleh seorang komandan yang punya kecakapan sekaligus kesetiaan.

“Yang menjadi kepala perang di situ adalah seorang bernama Tumenggung Djojo Menggolo alias Pangeran Djojo Negoro,” kata  J.P. Schoemaker dalam Nederlandsch-Indische Krijgsverhalen.

Di daerah bernama Geger, Gunungkidul, mereka membuat benteng pertahanan di sebuah perbukitan yang dikelilingi hutan rimba. Jalur menuju benteng itu hanyalah sebuah jalan sempit penuh lubang dalam dan duri-duri. Pihak tentara kompeni Belanda mendapat informasi bahwa Djojo Menggolo punya 500 orang pasukan di sana.

Namun, Djojo Menggolo dan pasukannya di Geger tak dibiarkan leluasa begitu saja oleh Belanda. Letnan Kolonel (Letkol) Le Bron de Vexela ditugasi memimpin pasukan gerak cepat ke sana. Di dalam pasukan itu ada 80 serdadu kompeni dan 200 serdadu dari Legiun Mangkunegaran. Mereka berangkat tanggal 16 Juli 1829.

Butuh waktu sekitar dua hari untuk mencapai Benteng Geger. Dalam perjalanan, pasukan Letkol Le Bron bertemu kavaleri Diponegoro, yang kemudian mereka atasi. Maka sampailah pasukan Le Bron di jalan sempit akses ke benteng yang, suka-tak suka, mesti dilalui setiap prajurit Letkol Le Bron.

Perjalanan mulanya sepi. Hanya tumbuhan lebat di sekitar jalan dan suara hewan yang menemani. Namun begitu sampai sebuah tebing bukit, mereka mendengar teriakan kombatan-kombatan Jawa dan tembakan-tembakan senjata api. Pasukan Le Bron diperangkap oleh Laskar Djojo Menggolo meski tetap memberi perlawanan.

Sambil terus bertahan menghadapi pertempuran sulit itu, Letkol Le Bron tak tinggal diam. Dalam Nederlanders in Indie, AG van Poelje menyebut ia sempat mengirim pesan permintaan bantuan kepada Kolonel Cochius.

Sembari menunggu kedatangan bantuan yang diminta, Letkol Le Bron mengatur serangan ke bukit. Satu peleton serdadu Jawa ditugaskannya untuk memanjat sisi kiri bukit di siang bolong yang terik, sementara dua peleton serdadu Madura akan menjaga sisi kanan bukit. Serdadu-serdadu Ambon sementara waktu jadi cadangan sehingga hanya berjaga-jaga.

Bala bantuan yang diminta Letkol Le Bron akhirnya datang. Yakni sepasukan pimpinan Kapten Jacob Roeps. Mereka baru datang dari daerah Gamping. Bersama pasukan Jawa, Roeps ikut memanjat di tengah hari bolong itu.

“Batu itu harus didaki: mundur di sini sama saja dengan kekalahan. Djojo-Mongolo harus diusir dari sarang elangnya,” catat AG van Poelje dalam Nederlanders in Indie.

Di tebing bukit itu ada akar pohon beringin. Akar itulah yang dijadikan alat satu-satunya Sersan Soerio Dento untuk memanjat tebing dengan posisi paling depan. Kapten Roeps pun mengikuti Sersan Soerio Dento.

”Tanpa bersenjata apa pun (kecuali kerisnya), Sersan Jawa pemberani Soerio-Dento memanjat pohon raksasa itu melalui akarnya, dan yang lain mengikuti teladannya dengan penuh semangat, tetapi banyak dari mereka mencoba dengan sia-sia dan jatuh menuruni lereng curam.”

Ketika rombongan Soerio Dento sedang memanjat itu, Djojo Menggolo sedang dalam situasi hati yang buruk. Anaknya yang masih kecil baru saja tertembak musuh. Namun di sisi lain, hal itu memacu semangat tempurnya.

Soerio Dento berhasil sampai paling dulu ke hadapan Djojo Menggolo dan kawan-kawan. Dia diikuti Kapten Roeps, lalu sersan dan kopral dari Legiun Mangkunegaran, dan terakhir beberapa serdadu dari Barisan Sumenep asal Madura.

Djojo Menggolo yang sedang amat bersemangat tempur karena kesumatnya, langsung menyambut Soerio Dento dengan duel satu lawan satu. Mereka adu tebas menggunakan pedang masing-masing.

Pada akhirnya, tulis van Poelje, sebuah serangan Soerio Dento berhasil merobohkan Djojo Menggolo. Namun Soerio Dento sendiri terluka parah. J.P. Schoemaker menyebut Kaji Kamid (baca: Haji Hamid) berusaha menolong Djojo Menggolo, namun dilumpuhkan Sersan Merto Rono. Soerio Dento dan Djojo Menggolo pun dianggap gugur dalam pertempuran yang dikenal sebagai Geger Gunung Kidul itu.

TAG

diponegoro perang diponegoro

ARTIKEL TERKAIT

Legiun Sentot “Direndang” Belanda di Padang Jasa Pasukan Sentot dalam Padamkan Kerusuhan Tionghoa di Karawang Kyai Modjo Sahabat Pendeta Riedel Musuh Napoleon di Waterloo Hina Diponegoro Hilangnya Pusaka Sang Pangeran Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Dedikasi Peter Carey Meneliti Pangeran Diponegoro Ke Mana Perginya Barisan Sentot Pengikut Diponegoro? Jenderal "Jago Perang" Belanda Meregang Nyawa di Pulau Dewata Tongkat Kiai Cokro Diponegoro