Masuk Daftar
My Getplus

Bermain Boneka Barbie

Sempat kurang laku di awal kemunculannya, Barbie kemudian menjadi mainan populer dan ikonik di dunia. Barbie mengubah konsep permainan boneka bagi remaja.

Oleh: Amanda Rachmadita | 18 Jul 2023
Permainan boneka Barbie. (Het Geheugen).

SIAPA yang tak mengenal Barbie? Boneka mainan favorit anak-anak ini bahkan diminati orang dewasa karena tampilannya yang fashionable. Popularitas Barbie membuat boneka ini diadaptasi menjadi film animasi. Bahkan, kini Barbie diangkat ke layar lebar yang tayang di bioskop pada 19 Juli 2023.

Kehadiran Barbie tak dapat dilepaskan dari sosok Ruth Handler dan perusahaan Mattel. Perusahaan mainan ini didirikan Ruth dan suaminya, Elliot Handler bersama Harold “Matt” Matson, kawan Elliot pada 1945.

Lee Slater dalam Barbie Developer: Ruth Handler menulis Mattel merupakan gabungan dari nama Matt dan Elliot. “Handler dan Matson membuat furnitur rumah boneka. Tapi mereka paling senang membuat mainan. Jadi, mereka memutuskan Mattel Creations akan membuat dan menjual mainan,” tulis Slater.

Advertising
Advertising

Salah satu mainan yang diproduksi adalah Mattel’s Uke-a-Doodle, sebuah ukulele mini yang mendapat respons positif dari publik. Tak berhenti di miniatur ukulele, Mattel juga memproduksi berbagai mainan salah satunya Barbie.

Baca juga: Sigale-gale, Boneka Arwah dari Tanah Batak

Pada 1950-an, boneka busana remaja terlihat sangat mirip dengan boneka balita. Putri Ruth, Barbara dan teman-temannya bosan dengan boneka tersebut sehingga memilih bermain boneka kertas. Anak-anak memasangkan boneka kertas itu dengan beragam pakaian yang juga dipotong dari kertas. Pakaian tersebut melekat pada boneka dengan tab lipat. “Gadis-gadis itu suka mengarang cerita untuk boneka kertas mereka. Sambil memperhatikan anak-anak tersebut, Ruth Handler mengerti bahwa mereka sedang membayangkan masa depan mereka sendiri dan ia percaya bahwa ini merupakan bagian penting dari pertumbuhan mereka,” tulis Slater.

Ruth yang lahir di Denver, Colorado, Amerika Serikat, 4 November 1916 kemudian terdorong untuk menciptakan sebuah boneka remaja, yang tak hanya fashionable tetapi juga tidak terbuat dari kertas. Sementara itu, pada 1952 kartunis Reinhard Beuthien membuat sebuah karakter untuk surat kabar di Hamburg, Jerman. Karakter bernama Lilli itu digambarkan sebagai sosok yang berkelas, modis, dan menarik. Tak butuh waktu lama bagi Lilli untuk menarik perhatian publik. Popularitasnya yang begitu tinggi membuat Beuthien memutuskan untuk memproduksi boneka Lilli.

Ketika melakukan perjalanan ke Eropa bersama kedua anak remajanya, Barbara dan Kenneth pada 1956, Ruth melihat boneka Lilli di sebuah toko. Ruth menyadari boneka seperti itulah yang ingin ia produksi bersama Mattel. Ia kemudian membeli satu boneka Lilli untuk Barbara dan dua untuk para desainer Mattel untuk dikembangkan.

Baca juga: Horor Boneka Chucky dalam Kehidupan Nyata

Setelah melalui proses pengembangan dan produksi, boneka remaja yang diinginkan Ruth pun lahir. Boneka itu diberi nama Barbara Millicent Roberts yang lebih dikenal dengan nama Barbie.

Karen Goldman dalam “La Princesa Plastica: Hegemonic and Oppositional Representations of Latinidad in Hispanic Barbie”, yang termuat dalam Gender, Race, and Class in Media: A Critical Reader menyebut nama depan boneka tersebut diambil dari nama asli putri Ruth Handler, yakni Barbara. Sementara nama belakangnya, Robert dipilih sebagai bentuk penghormatan kepada perusahaan periklanan Mattel, yakni Carson-Roberts.

“Di masa awal kemunculannya, Barbie yang digambarkan memiliki orang tua bernama George dan Margaret ini dikisahkan sebagai seorang remaja yang menjalani kehidupan glamor, namun biasa-biasa saja di sebuah kota kecil di Amerika bernama Willows,” sebut Goldman.

Barbie tampil pertama kali di American International Toy Fair pada 9 Maret 1959. Barbie mengenakan pakaian renang hitam putih ikoniknya dan memegang kacamata hitam putih. Baju renang tersebut dibuat khusus dengan kain yang mudah dilepas dan dipasang. Boneka tersebut dikemas dalam kotak kardus dilengkapi buklet kecil yang mengiklankan pakaian serta aksesoris Barbie. Pakaian itu dijual sebagai set sehingga pembeli bisa mendapatkan pakaian dan aksesoris secara bersamaan.

Baca juga: Boneka Bicara dan Ilmu Mengolah Suara Perut

Boneka baru Mattel itu menarik perhatian masyarakat yang ramai-ramai berdatangan ke pameran untuk melihat Barbie. Sayangnya, menurut Robin Gerber dalam Barbie Forever: Her Inspiration, History, and Legacy, antusiasme publik memudar dengan cepat saat mereka berjalan mengelilingi ruangan. “Tiga perempat pembeli keluar tanpa melakukan pemesanan,” tulis Gerber.

Berbulan-bulan setelah Toy Fair penjualan Barbie belum juga mampu menutupi biaya produksinya. Guna menarik minat masyarakat untuk membeli Barbie, Mattel mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya, yakni mengirimkan Barbie dengan berbagai pakaian berbeda sebagai pajangan ke sejumlah toko mainan. Namun, hasilnya juga masih kurang memuaskan.

Salah satu faktor penyebab lambatnya penjualan Barbie di awal kemunculannya karena pembeli skeptis bahwa para ibu akan mengizinkan Barbie masuk ke rumah mereka hingga memunculkan pertanyaan: “apakah anak perempuan benar-benar ingin bermain dengan boneka yang memiliki fitur seperti orang dewasa?”

Baca juga: Kamishibai, Kisah dari Kotak Teater

Kritik dan sikap skeptis terhadap Barbie tak mematahkan semangat Ruth untuk terus memasarkan boneka tersebut. Ia kemudian memanfaatkan televisi untuk meningkatkan penjualan Barbie. Wanita yang dikenal sebagai ahli pemasaran itu memahami pada pertengahan 1950-an, mayoritas orang Amerika memiliki televisi, dan mereka menonton bersama keluarga. Ledakan penduduk khususnya generasi muda setelah Perang Dunia II menyebabkan program anak-anak di media tumbuh subur. Acara anak-anak yang diselingi iklan itulah yang dimanfaatkan Mattel untuk memasarkan produk-produk mereka termasuk Barbie.

Perusahaan periklanan Carson-Roberts mulai merencanakan iklan televisi Barbie pertama, yang tayang dalam program The Mickey Mouse Club pada musim semi tahun 1959. Syuting iklan tersebut mengandalkan peralatan paling canggih dan dilengkapi dengan musik serta lagu yang mengalun saat kamera menyorot boneka tersebut. “Penata rambut siap siaga untuk melakukan sentuhan seolah-olah boneka itu adalah model nyata. Barbie berpose berulang kali saat para produser menguji penampilannya,” sebut Gerber.

Baca juga: Pertunjukan Propaganda untuk Anak-Anak

Iklan yang dapat dinyanyikan itu terus diputar sepanjang musim semi, sehingga ketika sekolah usai, Barbie telah muncul dalam pikiran anak-anak perempuan sebagai mainan yang ingin mereka mainkan selama musim panas. Penjualan Barbie pun melonjak, bahkan sejumlah toko kehabisan pasokan karena permintaan yang banyak.

Iklan Barbie yang menampilkan boneka itu dalam berbagai pakaian dan aksesoris membuat anak-anak perempuan menginginkan lebih dari satu Barbie, yang juga berarti lebih banyak pakaian. Sedikitnya 351.000 boneka Barbie terjual pada akhir tahun itu. Barbie pun tak hanya dijuluki boneka fesyen pertama, tetapi juga menjadikannya ikon global.

Melalui Barbie, Ruth tidak hanya membuktikan dirinya sebagai penemu mainan populer yang ikonik, tetapi juga melakukan revolusi permainan boneka bagi anak remaja. Kehadiran Barbie membuat anak perempuan tidak lagi melihat boneka sebagai bayi mereka, melainkan sebagai diri mereka sendiri.

“Kehidupan fantasi jenis baru telah dilepaskan bagi mereka berkat kemampuan Ruth melihat peluang,” sebut Gerber, “orang yang ragu terhadap Barbie umumnya bertanya, ‘bagaimana mungkin Anda memberi seorang anak sebuah boneka dengan tubuh wanita untuk dimainkan?’ Namun, Ruth telah menunjukkan bahwa Mattel mempercayai anak-anak untuk mengetahui apa yang harus dilakukan, dan dia terbukti benar,” tambahnya.

Baca juga: Cita-Cita Favorit Anak-Anak Tiap Zaman

Setelah bertahun-tahun memegang boneka bayi gemuk atau boneka pajangan yang rapuh –umumnya terbuat dari porselen– bermain dengan boneka Barbie memberi perasaan yang unik bagi anak perempuan. Barbie itu kokoh. Dia bisa dipegang dengan satu tangan, bahkan oleh seorang anak kecil. Pakaiannya mudah dipakai dan dilepas, dan nilai permainan ini tidak hanya datang dari membayangkan Barbie sebagai wanita sejati yang melakukan berbagai aktivitas, tetapi juga melihat katalog pakaian mungilnya, dan membayangkannya dalam berbagai pakaian.

Catherine Driscoll dalam “Barbie Culture”, yang dipublikasikan dalam Girl Culture, An Encyclopedia Volume 1, menilai popularitas Barbie yang tak lekang oleh zaman meski boneka serupa terus bermunculan karena kemampuan Barbie beradaptasi dengan dinamikan sosial dan cara pandang masyarakat. “Boneka Barbie tidak pernah hanya menjadi ‘boneka mode’, tetapi selalu menjadi serangkaian peluang untuk menambah citra anak perempuan,” tulis Catherine.

Meski feysen masih menjadi hal yang penting bagi Barbie, tetapi sebagai bagian dari jaringan sosial yang merujuk pada masa depannya, permainan tentang masa depan mungkin merupakan aksesori Barbie yang paling penting. Seiring berjalannya waktu, Barbie tak lagi muncul sebagai sebuah boneka yang dilengkapi dengan berbagai pakaian dan aksesoris menawan, tetapi juga menjadi aspirasi bagi anak-anak hingga orang dewasa bahwa perempuan dapat menjadi apa pun yang ia inginkan.*

TAG

boneka anak anak

ARTIKEL TERKAIT

Dulu Cabbage Patch Kids, Kini Labubu Dakocan dari Boneka ke Lagu Anak-anak Cerita di Balik Keriuk Keripik Kentang Lebih Dekat Mengenal Batik dari Kota Batik (Bagian I) Warisan Budaya Terkini Diresmikan Menteri Kebudayaan Merekatkan Sejarah Lakban Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Kisah Tukang Daging yang Menipu Bangsawan Inggris Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Depresi Besar dan Kegilaan Menari di Amerika