Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Tukang Daging yang Menipu Bangsawan Inggris

Seorang tukang daging berpura-pura menjadi putra tuan tanah kaya dan berpengaruh di Inggris demi hidup bergelimang harta. Banyak orang tertipu dan curiga hingga dia dimejehijaukan.

Oleh: Amanda Rachmadita | 07 Nov 2024
Potret Roger Tichborne (kiri) dan Thomas Castro alias Arthur Orton (kanan). Pada tahun 1860-an, Orton mengaku sebagai Roger yang merupakan keturunan keluarga kaya dan terpandang di Inggris. (Thomas Helsby/Wikimedia Commons).

TAK ada yang lebih menarik perhatian penduduk Inggris pada abad ke-19 selain sebuah skandal penipuan yang menyeret salah satu keluarga terpandang di negara itu. Besarnya perhatian terhadap kasus ini bahkan membuat opini publik terbelah dua.

Skandal penipuan tersebut bermula pada 1854, ketika Bella, kapal yang tengah berlayar dari Rio de Janeiro menuju New York, dilaporkan hilang di laut. Salah satu penumpang kapal itu adalah Roger Tichborne, seorang pria muda yang merupakan putra tuan tanah di Inggris. Keluarga sang ayah dikenal sebagai pewaris baron Tichborne yang cukup berpengaruh. Sementara ibunya, Lady Henriette Tichborne, berkebangsaan Prancis.

Llyod A. Wells menulis dalam “Imposture Syndromes: A Clinical View”, termuat di The Mythomanias bahwa Roger menghabiskan tahun-tahun awal kelahirannya di Prancis. Bahasa pertamanya adalah bahasa Prancis. Setelah kematian sepupunya yang masih muda, Roger dipersiapkan untuk menjadi pewaris baron Tichborne. Meski begitu, Lady Tichborne menentang rencana kepindahan putranya ke Inggris, atau sekadar berkunjung ke negara tersebut, hingga ketika Roger berusia 16 tahun, pamannya yang merupakan baronet ke-8 meninggal dunia. Lady Tichborne kemudian mengizinkan Roger pergi ke pemakaman pamannya bersama sang ayah, dengan janji bahwa ia akan segera kembali. Namun yang terjadi Roger justru didaftarkan ke sebuah sekolah bahasa Inggris, di mana ia tinggal selama tiga tahun.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Marie Antoinette dan Skandal Kalung Berlian yang Menyulut Revolusi Prancis (Bagian I)

Setelah menempuh pendidikan di akademi tersebut, Roger memulai karier di dunia militer. Dalam artikel “The Tichborne Case: A Victorian Melodrama” yang termuat di laman elektronik State Library New South Wales disebutkan bahwa pria kelahiran tahun 1829 itu bergabung dengan 6th Dragoon Guards di Dublin pada usia 20 tahun. Namun karier militernya singkat, sebab setelah tiga tahun bertugas ia melepaskan jabatannya pada 1852.

“Di tahun 1853, ayah Roger menjadi baronet ke-9 setelah dua kakak laki-lakinya meninggal. Pada tahun yang sama, Roger, yang kini menjadi pewaris gelar dan kekayaan sang ayah, memulai perjalanannya ke Amerika Selatan,” kata artikel tersebut.

Hari demi hari Lady Tichborne menunggu kabar sang putra yang tengah berkelana di belahan dunia lain. Alih-alih mendapat kabar mengenai kepulangan putra kesayangannya, ia justru dikejutkan dengan laporan yang menyatakan Bella hilang di laut. Sejumlah pihak, termasuk beberapa anggota keluarga Roger, beranggapan bahwa kapal itu telah tenggelam dan tak ada satupun penumpang yang berhasil selamat. Lady Tichborne tentu sangat terpukul. Namun, harapan akan keselamatan putranya kembali muncul ketika Lady mendengar laporan bahwa para korban selamat dari kapal itu telah dievakuasi dan dibawa ke Australia. Ia sangat yakin bahwa putranya masih hidup dan karena itu Lady Tichborne memasang iklan di seluruh dunia untuk mencari kabar keberadaan Roger. Ia bahkan menawarkan hadiah cukup bernilai untuk mereka yang dapat memberikan informasi tentang putranya.

Bertahun-tahun orang tua Roger menanti informasi tentang keberadaan putra mereka dengan penuh harap hingga pada 1862, ayah Roger meninggal dunia. Keberadaan Roger yang masih tidak diketahui membuat gelar baronet Tichborne diwariskan kepada adik laki-lakinya, Alfred yang memegang gelar tersebut selama empat tahun sebelum akhirnya tutup usia. Putra Alfred yang lahir beberapa bulan sebelum kematiannya kemudian mewarisi gelar baronet Tichborne pada 1866.

Iklan bulan Agustus 1865 di The Argus yang mencari informasi mengenai keberadaan Roger Tichborne. (The Argus, Melbourne/Wikimedia Commons).

Sementara itu, di saat beberapa keluarga lain telah menganggap Roger sudah meninggal dunia, Lady Tichborne masih terus menolak untuk percaya bahwa putranya telah tenggelam. Ia masih terus membuat iklan di berbagai surat kabar untuk menemukan keberadaan Roger. Belasan tahun berlalu, upaya yang dilakukan Lady Tichborne mulai menemukan hasil ketika pada tahun 1865 seorang pengacara Australia bernama William Gibbes menulis surat kepadanya dan memberitahu bahwa ia mendengar informasi dari seseorang yang mengaku sebagai Roger.

“Orang itu adalah seorang tukang daging dari Wagga Wagga yang bernama Tom Castro. Dia memiliki tubuh yang lebih besar dari Sir Roger, memiliki rambut yang lebih terang, tidak bisa berbahasa Prancis, dan tidak memiliki aksen Prancis, namun hal ini tidak mengganggu Lady Tichborne yang tidak bertemu dengan putranya selama lebih dari 10 tahun, dan apa pun bisa terjadi selama itu. Wanita itu kemudian mengundang Castro yang tiba di London pada bulan Desember 1866,” tulis artikel yang termuat di State Library New South Wales.

Setibanya di London, Castro segera mengunjungi perkebunan keluarga dan bertemu dengan orang-orang yang mengenal Roger. Melalui pertemuan tersebut, Castro mengumpulkan informasi mengenai “kehidupannya” di masa lalu. Di sisi lain, ia menceritakan kehidupannya selama di Amerika Selatan dan Australia, bagaimana ia harus bertahan hidup sebagai seorang tukang daging untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kisahnya cukup berhasil untuk membuat beberapa kerabatnya percaya bahwa Roger yang telah bertahun-tahun hilang kini telah kembali.

Baca juga: 

Kasus Penipuan Buku Harian Adolf Hiltler

Meski begitu, tak sedikit juga anggota keluarga Roger yang curiga bahwa Castro tengah menipu keluarga bangsawan Inggris itu. Namun mereka tak dapat melakukan apapun karena Lady Tichborne yang begitu bahagia karena bertemu kembali dengan ‘’Roger’’ kesayangannya menyatakan bahwa Castro memang benar anaknya yang hilang. Wanita itu segera menghujani Castro dengan berbagai kemewahan, ia memberikan tukang daging itu banyak uang untuk hidup.

Seakan tak puas dengan hidup mewah yang kini tengah dijalaninya sebagai Roger, Castro mulai menuntut hak untuk mendapatkan gelar baronet Tichborne. Dalam setiap pertemuan dengan kerabat dan keluarganya, Roger alias Castro mulai “mengenang” masa lalu mereka yang sesungguhnya tak banyak diketahuinya.

“Namun, bagi anggota keluarga yang lain, ‘Roger’ ini jelas-jelas seorang penipu. Dalam ingatan mereka, pria yang hilang itu bertubuh kecil, berperilaku lembut, dan suaranya yang dipengaruhi oleh masa kecilnya di Prancis terdengar khas. Semua itu sangat berbeda dengan pria yang baru muncul ini yang berperawakan besar dan kasar dalam penampilan. Nada bicara ‘Roger’ yang kini ada di hadapan mereka juga terkesan tidak sopan. Setelah kematian Lady Tichborne, keluarga menantang klaim ‘Roger’ atas tanah dan gelarnya di meja hijau. Pengadilan perdata dan pidana yang panjang yang terjadi setelahnya menimbulkan sensasi publik,” tulis The Crime Book yang dipublikasikan oleh DK Publishing.

Melalui persidangan yang berlarut-larut itu pula identitas Castro yang sesungguhnya akhirnya terungkap. Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan, diketahui bahwa Tom Castro sebenarnya adalah Arthur Orton, pria kelahiran London yang pernah mengunjungi Chili hingga akhirnya menetap di Australia. Menurut Wells, Orton yang melihat iklan yang dipasang oleh Lady Tichborne mengenai putranya yang hilang tergerak untuk melakukan penipuan karena mendapat tantangan dari seorang teman. Kendati berhasil membuat beberapa orang percaya dengan penipuannya, semakin banyak orang yang curiga terhadapnya karena ia tidak dapat menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan Roger, seperti detail masa kecilnya, tempat ia bersekolah, informasi mengenai tanah milik keluarganya, pengetahuan soal bahasa Prancis, nama gadis ibunya, hingga detail hubungan Tichborne dengan tunangannya.

Ilustrasi toko daging Thomas Castro alias Arthur Orton di Wagga Wagga, Australia. (Museum of the Riverina/Wikimedia Commons).

“Fakta bahwa Castro memiliki inisial ‘A.O.’ yang ditato di lengannya, tidak membantu kasusnya. Arthur Orton didakwa dan dijatuhi hukuman 14 tahun penjara. Orton menjalani hukuman 10 tahun penjara, mengakui dan mempublikasikan penipuannya, dan meninggal dalam kemiskinan, 14 tahun setelah ia dibebaskan dari penjara. Seorang penipu sampai akhir hayatnya, di mana peti matinya bertuliskan ‘Sir Robert Charles Doughty Tichborne’,” tulis Wells.

Baca juga: 

Ketika Pangeran Inggris Jadi Korban Pencurian

Proses pengadilan Castro alias Arthur Orton menjadi berita utama dalam berbagai suratkabar di Inggris. Salah satu daya tarik persidangan Tichborne bersumber pada fakta bahwa banyak anggota masyarakat yang melihat Orton sebagai penantang atas dominasi kelas atas dan oleh karena itu memberikan dukungan penuh kepada tukang daging tersebut. Sedangkan yang lain menganggap persidangan itu sebagai pertandingan yang spektakuler yang menarik untuk didiskusikan dan ditertawakan, mengingat penipuan yang dilakukan Orton sesungguhnya begitu mudah terbongkar karena banyaknya kejanggalan, baik secara fisik maupun kebohongan yang dilontarkan oleh Roger palsu itu.

Perhatian besar yang diarahkan pada skandal penipuan ini pada akhirnya melambungkan nama Orton. Bak seorang selebriti, ia kerap diminta tampil di teater maupun pertemuan dan menjadi tamu kehormatan di sejumlah pesta. Saat ia dijebloskan ke penjara, perlakuan layaknya selebriti masih didapatkannya. Namun, tanpa akses ke kekayaan Tichborne, Orton hidup dalam kemiskinan dan melarat hingga saat kematiannya.

TAG

penipuan

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Penipu Ulung yang Mencoba Menjual Menara Eiffel Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Depresi Besar dan Kegilaan Menari di Amerika Ali Sadikin Gubernur Necis Bergaya Lewat Karung Dari Manggulai hingga Marandang Ranah Rantau Rumah Makan Padang Pahlawan Berbulu di Perang Dunia II Peristiwa PRRI Membuat Rumah Makan Padang Ada di Mana-mana Desa Bayu Lebih Seram dari Desa Penari