Masuk Daftar
My Getplus

Romantika Cinta Gus Dur dan Nuriyah

Menjalani hubungan jarak jauh, kisah cinta dua anak manusia itu bahkan sempat melibatkan tukang ramal.

Oleh: M. Fazil Pamungkas | 25 Jul 2020
Potret Gus Dur dan Sinta Nuriyah. (Wikimedia Commons).

Sejak remaja Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidak pernah lepas dari buku. Dari sekian waktu yang dijalani, dia lebih memilih menghabiskan untuk membaca. Itulah yang membuat Gus Dur, meski sudah berusia 20-an, belum pernah berkencan, apalagi mempunyai pacar. Fokusnya teralihkan oleh alam pikir yang liar, hasil kebebasan membaca beragam buku. Ditambah dia pun "menggilai" sepakbola dan film.

Gus Dur dikenal sebagai pria serius, tapi pemalu. Melihat sifatnya itu, K.H. Fatah, paman Gus Dur merasa khawatir. Apalagi keponakannya itu telah mendapat tawaran kuliah di Kairo, Mesir. Makin jauh saja dia dengan romantika percintaan yang seharusnya dirasakan oleh remaja seusianya. Sang paman menganjurkan agar Gus Dur mencari istri terlebih dahulu sebelum berangkat ke Kairo.

Baca juga: Gus Dur dan Buku

Advertising
Advertising

“Soalnya, kalau menunggu pulang dari luar negeri, kamu hanya akan mendapat wanita tua dan cerewet,” ujar K.H. Fatah kepada Gus Dur seperti ditulis M. Hamid dalam Gus Gerr: Bapak Pluralisme dan Guru Bangsa.

Gus Dur cukup tertegun dengan ucapan sang paman. Rupanya dia juga khawatir jika perkataan itu menjadi kenyataan. Untungnya K.H. Fatah tidak cuma memberi saran saja. Sejak awal dia memang berniat mencarikan calon buat keponakannya. Lalu disodorkan putri seorang pedagang terkenal di Jombang, H. Abdullah Syukur, bernama Sinta Nuriyah. Gus Dur tidak menolak.

Sayangnya, Nuriyah tidak langsung menerima Gus Dur. Ada keraguan dalam diri si gadis tentang calon pendamping hidupnya itu. Gus Dur pun mau tidak mau terbang ke Kairo masih dengan status lajangannya. Kepada Greg Barton, Gus Dur mengenang jika selama menghabiskan tahun-tahun di Kairo dia terus berkorespondensi dengan Nuriyah. Surat yang datang secara teratur membuktikan bahwa Gus Dur tidak benar-benar ditolak.

Baca juga: Petualangan Intelektual Gus Dur di Luar Negeri

Dalam Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of KH. Abdurrahman Wahid, Barton menyebut kalau keduanya mulai yakin satu sama lain menjelang tahun 1966. Bahkan demi meyakinkan dirinya, Nuriyah sempat pergi ke “tukang ramal”. Dia ingin memastikan jika pemuda yang dipilihnya itu benar-benar tepat untuknya.

“Jangan mencari-cari lagi. Yang sekarang ini akan menjadi teman hidup Anda,” ujar Nuriyah, menirukan perkataan si “tukang ramal”, kepada Barton.

Meski begitu, Nuriyah masih belum sepenuhnya yakin. Gus Dur sebenarnya bukanlah satu-satunya pemuda yang tertarik kepadanya. Banyak pemuda lain yang menaruh hati dan bahkan berusaha meminangnya. Tetapi pribadi yang halus, serta pikiran yang tajam, sebagaimana terlihat dari surat-suratnya, menjadi Gus Dur memiliki nilai lebih di mata Nuriyah. Dan dia menyukai sisi Gus Dur tersebut.

Pertengahan tahun 1966, seperti biasa Gus Dur mengirimi Nuriyah sepucuk surat. Namun isi surat kali ini amat berbeda dengan surat-surat sebelumnya. Gus Dur mencurahkan segenap perasaan sedih karena kegagalan studinya di Mesir. Mengungkapkan rasa putus asa, dan segala hal yang telah dialaminya di negeri itu.

Baca juga: Gus Dur yang Poliglot

“Mengapa orang harus gagal dalam segala hal? Anda boleh gagal dalam studi, tetapi paling tidak Anda berhasil dalam kisah cinta,” kata Nuriyah.

Surat balasan Nuriyah menjadi obat bagi Gus Dur. Kesedihannya berubah menjadi kebahagiaan. Tanpa menunggu Gus Dur segera menulis surat kepada ibunya di Jombang untuk meminang Nuriyah.

Pernikahan Unik

Tahun 1968, Nuriyah diterima di  Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sebelum memulai studi dan mondok di Kota Pelajar itu, orang tua Nuriyah memutuskan agar putrinya melangsungkan pernikahan terlebih dahulu dengan Gus Dur. Namun ada sedikit kendala. Gus Dur saat itu belum pulang ke tanah air. Dia baru setengah jalan menempuh studi di Baghdad, Irak.

Setelah berembuk, permasalahan jarak itu akhirnya dapat dipecahkan. Kedua keluarga pun sepakat melangsungkan pernikahan bulan September (sumber lain menyebut Juli) tahun itu juga. Lalu bagaimana dengan Gus Dur yang terpaut jarak lebih dari 12.000 kilometer dari Indonesia? Di sinilah keunikan pernikahannya.

Baca juga: Sinta Nuriyah Berkisah tentang Gus Dur

“Pemecahan masalah ini malah menimbulkan spekulasi yang tidak-tidak bagi mereka yang tidak tahu apa rencana ini sebenarnya,” ungkap Barton.

Gus Dur tidak bisa meninggalkan studinya. Dia juga tidak bisa seenaknya pulang ke tanah air. Sebab tidak bisa hadir langsung sebagai mempelai pria, sosok Gus Dur diwakilkan oleh Kiai Bisri Syansuri, kakeknya. Para tamu mendadak heboh ketika melihat seorang kiai berusia 80 tahun bersanding di pelaminan dengan seorang pengantin perempuan belia.

“Walaupun secara teknis Gus Dur dan Nuriyah telah menikah, mereka menganggap pernikahan itu tak lebih daripada sekedar pertunangan. Mereka sepakat bahwa mereka akan hidup bersama hanya setelah keduanya menyelesaikan studi mereka masing-masing,” lanjut Barton.

Pada 1971, setelah gagal melanjutkan studi di Eropa, Gus Dur pulang ke Jawa. Pasangan yang selama tiga tahun terakhir menjalani hubungan jarak jauh itu pun akhirnya bertemu. September 1971 mereka mengadakan resepsi pernikahan dan memulai hidup berumah tangga. Nuriyah pun kerap menemani Gus Dur dalam banyak kegiatan, seperti berkunjung secara teratur ke Jombang.

TAG

gus dur abdurrahman wahid

ARTIKEL TERKAIT

Senembah Tan Malaka Gunung Semeru, Gisius, dan Harem di Ranupane Peliharaan Kesayangan Hitler Itu Bernama Blondi Kisah Sabidin Bangsawan Palsu Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Hukuman Penculik Anak Gadis Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Masa Kecil Sesepuh Potlot Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi