NUN jauh di Zurich, Swiss sana, terdapat bangunan megah bernama Villa Patumbah. Nama villa itu tak berbau Eropa, melainkan mirip nama sebuah daerah di Sumatra Utara. Villa itu dibantung Karl Fürchtegott Grob (1830-1893) setelah dia kaya sepulang dari Sumatra.
Selagi muda, Grob merupakan lelaki yang putus sekolah lalu mengadu peruntungan dengan menjadi pedagang. Mula-mula dia pergi ke Messina, di sekitar pulau Sisilia, Italia. Di sana dia mengenal Hermann Naeher. Keduanya lalu bersatu dalam Firma Grob & Naeher.
Kabar kesuksesan penanaman tembakau di Deli sampai kepada mereka sekitar tahun 1869. Mereka pun berangkat ke Medan. Mula-mula seorang Swiss bernama Albert Breker menampung mereka untuk sementara waktu di sekitar Medan. Breker adalah pendiri perkebunan yang dikenal sebagai Onderneming Halvetia. Sampai Kesultanan Serdang memberi mereka kesempatan.
Baca juga: Helvetia, Tanah Tuan Kebun Swiss di Medan
“Pada tahun 1871 mereka mendapat kontrak ekstensif sebesar 7.588 bau oleh Swapraja Serdang; kontrak ini pada tahun 1876 ditambah dengan sebidang tanah yang terletak di Deli dan pada 1886 diperluas secara signifikan sampai ke pegunungan dan pantai, sehingga pada 1889 kepemilikan mereka mencakup 31.565 bau,” catat buku Senembah Maatschappij 1889-1939.
Tanah-tanah di Tebingtinggi dan Tanjung Morawa itu mereka sulap menjadi perkebunan tembakau. Salah satu lahan yang mereka buka untuk tembakau berada di Kecamatan Patumbak, namanya Onderneming Patoembah.
Sejak 1875, usaha Firma Grob & Naeher disokong keuangannya oleh NV Deli Maatschappij, sebagai bankir. Deli Maatschappij juga ikut menjual tembakau mereka ke luar negeri. Reputasi baik dari Grob & Naeher memunculkan ide di antara pebisnis Eropa itu untuk bersekutu lebih kuat lagi.Dengan dukungan beberapa kolega seperti Richard von Seutter (1855-1911), maka anggaran dasar Senembah Maatschappij disetujui Kerajaan Belanda pada 30 September 1889. Seutter lalu menjadi pimpinan Senembah Maatschappij itu.
Richard von Seutter, disebut De Sumatra Post tanggal 4 Februari 1911, tiba di Sumatra tahun 1876 ketika masih sangat muda. Sedari tahun 1880-1889 dia menjadi administrator firma Grob & Naeher.
Dirinya dianggap berkontribusi besar dalam perkembangan Senembah Maatschappij. Di masanya, banyak kuli dari Tiongkok didatangkan untuk menjalankan perkebunan Senembah Maatschappij. Selain orang Tionghoa, ada juga orang-orang pribumi. Senembah Maatschappij jika semua perkebunannya digabungkan, membutuhkan ribuan kuli untuk menjalankannya.
Baca juga: Dari Tiongkok ke Deli
Sebagai maskapai besar, Senembah punya beberapa perkebunan yang dipimpin seorang administrator. Perkebunan Senembah di Tanjung Morawa Kiri pernah dipimpin oleh JA Bosschart. Koran De Sumatra Post edisi 12 November 1935 menyebut dia memimpin perkebunan itu dari Maret 1919 hingga Desember 1923. Ketika dia di sana, perkebunan-perkebunan Senembah punya banyak sekolah rendah di perkebunan. Sekolah-sekolah itu ikut diurus oleh seorang pemuda Minangkabau bernama Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka.
“Kehidupannya di Senembah Corporation penuh dengan serangan-serangan yang pahit terhadap kebodohan dan arogansi rekan-rekan sekerjanya bangsa Belanda,” catat Rudolf Mrazek dalam Semesta Tan Malaka (1994:23).
Tan Malaka tak berdaya atas penderitaan para kuli di Senembah itu. Dia akhirnya hanya sebentar mengajar di sana. Bukan karena tak suka pada anak-anak kuli miskin di sana, dia dengan cepat jengah dengan penderitaan para kuli dan keluarganya di sana. Tan Malaka kemudian undur diri dan hijrah ke Semarang guna membangun sekolahnya sendiri.
Baca juga: Derita Kuli di Tanah Deli
Perkebunan Senembah terus berjalan sepeninggal Tan Malaka. Perkebunan Senembah menyumbang besar bagi kas kerajaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka dan nasionalisasi dilancarkan pada 1958, perkebunan-perkebunan bekas Senembah Maatschappij diambil alih pemerintah dan belakangan menjadi PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II).