Adnan Kapau Gani yang tampan itu sekali waktu bertandang ke Istana Negara. Gani saat itu menjabat Menteri Perhubungan era Kabinet Ali yang pertama. Ada agenda yang yang hendak dibicarakan Gani dengan Presiden Sukarno.
Kedatangan Gani diterima oleh Bung Karno. Alih-alih membincangkan soal pemerintahan, Gani malah meminta advis presiden sehubungan dengan pembuatan film perjuangan Pangeran Diponegoro yang akan diperankan oleh dirinya. Selain sebagai pejabat negara, Gani memang telah malang melintang di dunia seni peran sebagai aktor.
Sebelum memberikan masukan dan arahannya, Bung Karno ingin mengajak Gani terlebih dahulu makan siang. Gani mengiyakan. Guntur, putra sulung Bung Karno menyaksikan kedatangan Gani dan mengenang dialog antara Gani dan ayahnya pada hari itu dalam memoar Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku.
“Kapau, jij (kamu) makan siang disini ya,” ajak Bung Karno, “Ayolah Kapau, ik (aku) kebetulan masak rendang kesukaan jij.”
Baca juga:
Makanan Sederhana Presiden Pertama
Gani bersedia namun dengan mengajukan satu syarat: Ibu Fatmawati menyediakan sambal yang pedas bersama petai dan jengkol muda. Sukarno menyanggupi.
“Yah, en Bung mesti juga makan petai plus jengkol,” kata Gani menggoda.
Bung Karno berkilah, katanya, “Aku anti petai dan jengkol. Jij kan tahu aku ndak mau kamar mandiku bau.”
“Aaaahhhh. Bung, buat apa toh anti sama petai dan jengkol. Mereka toh bukan kapitalisme of kolonialisme. Bahkan itu adalah makanan asli rakyat Indonesia! Sesekali Bung cobalah, rasakan nikmatnya dan itu baik sekali buat Bung punya nier (ginjal),” kata Gani meyakinkan.
Bung Karno memang punya keluhan dengan ginjalnya. Gani menjamin dengan memakan petai dan jengkol, organ ginjal Bung Karno bakal sehat. Bung Karno tidak terpengaruh. Dia benci bau pesing lantaran aroma yang ditimbulkan biji-bijian itu.
Baca juga:
Sembari masakan dipersiapkan Ibu Fatmawati, Bung Karno dan Gani melanjutkan pembicaraan soal film. Bung Karno pada prinsipnya sangat setuju ide pembuatan film Diponegoro yang lakon utamanya akan diperankan Gani. Namun dia menyarankan agar Gani juga meminta persetujuan Ali Sastroamidjojo selaku perdana menteri. Guntur ikutan nimbrung dengan mengatakan wajah Gani mirip dengan Pangeran Diponegoro dalam lukisan Basuki Abdullah.
Tidak berapa lama, Ibu Fatmawati memanggil dari ruang makan, tanda hidangan telah disajikan. Gani dan Bung Karno pun siap bersantap ditemani Ibu Fatmawati beserta Guntur. Gani memakan petai dan jengkol dengan lahapnya.
“Aha! Bukan main rasanya ini jengkol,” kata Gani sambil mengunyah jengkol dengan sambal terasi. “Ayo Bung, coba petainya! Ayolah coba jengkol ini! Sekerat kecil sajalah!“ kata Gani pada Bung Karno.
Ibu Fatmawati tidak ketinggalan. Dia ikutan membujuk suaminya mencicip petai seraya menekankan pentingnya bagi kesehatan ginjal. Akhirnya Bung Karno tidak kuasa menolak. Dia minta diberi sedikit petai. Dimakanlah petai itu oleh Bung Karno untuk kali pertama.
Baca juga:
Keluarga Berencana ala Bung Karno
“Yah… boleh juga,” ujar Bung Karno. Sejurus kemudian, Bung Karno meminta jengkol kepada Fatmawati. Lama-lama, Bung Karno memakan petai dan jengkol dengan lahapnya.
“Sudahlah Bung! Jangan banyak pikir. Hantam saja!” Gani mengompori, “Biarlah tu kamar mandi bau…. Ha..ha..ha..”
Keesokan harinya, Bung Karno mau ambil air wudhu di kamar mandi buat salat maghrib. Dia mendapati kamar mandi bau pesing nan menyengat. Dipanggilnya Sa’in, pelayan Istana yang bertugas mengurusi kamar mandi.
“Saiiiiinn! Saiiiiin!” teriak Bung Karno, “Saha nu kiih di kamar mandi Bapak? (Siapa yang kencing di kamar mandi Bapak?) Kamar mandi bau jengkol”
Sain menjawab tidak tahu. Kemudian Sukarno memanggil Fatmawati. Agak dihardiknya Ibu Negara itu.
Baca juga:
Membesuk Sejarah Rumah Sakit Fatmawati
“Faaatt!! Faaatt! Aku kan sudah bilang berkali-kali kalau kau makan petai atau jengkol jangan pipis di kamar mandiku! Sekarang kamar mandiku jadi bau.”
“Sabaaar.... Jangan marah-marah, nanti lekas gaek (tua)," kata Fatmawati dengan logat Bengkulunya. “Siapo yang kemarin makan jengkol dengan Kapau?? Siapo yang kemarin makan petai dengan Menteri Perhubungan Republik Indonesia?? Hayoo!”
Mendengar itu, Bung Karno baru sadar bahwa dirinya kemarin ikutan makan petai dan jengkol. Bung Karno yang tadinya mau meledak amarahnya buru-buru balik kanan lalu melengos pergi. Rupanya, menurut guyonan Fatmawati, Bung Karno jadi pikun gara-gara ketularan petai dan jengkol dari menteri perhubungannya sendiri.