Masuk Daftar
My Getplus

Kampung Akuarium, Cagar Budaya dan Kehidupan Baru

Cerita tentang kawasan yang dulu menjadi tempat penelitian fauna laut. Kini bersiap menjadi hunian warga.

Oleh: Fernando Randy | 06 Sep 2020
Seorang warga menatap puing-puing bangunan di kawasan Kampung Akuarium, Jakarta. (Fernando Randy/Historia.id).

Jakarta Utara termasuk salah satu wilayah perdagangan tersibuk di Jakarta. Di sini ada Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok. Sunda Kelapa berkembang sejak abad ke-16, sedangkan Tanjung Priok bergeliat memasuki masa kolonial Belanda abad ke-19. Selain perdagangan, aktivitas keilmuan juga tumbuh di wilayah ini.

Ustaz Wahyu Alimudin berpose di belakang pelabuhan Sunda Kelapa. (Fernando Randy/Historia.id).

Catatan sejarah menunjukkan adanya aktivitas keilmuan di Jakarta Utara. Di Kampung ini pernah berdiri Visscherij Station (Stasiun Perikanan). Penggagasnya bernama Dr. J.C. Koningsberger, kepala laboratorium Zoologi Pertanian di Kebun Raya Bogor. Didirikan pada Desember 1905, bangunan Visscherij Station ini awalnya berukuran kecil dan semipermanen.

Bangunan bekas laboratorium di kawasan Kampung Akuarium. ( Foto : Repro dari dokumen Chandrian Attahiya )
Gambar mural tentang laut yang banyak terpampang di tembok Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Kampung Akuarium yang berbatasan langsung dengan laut di pelabuhan Sunda Kelapa. (Fernando Randy/Historia.id).

Chandrian Attahiyat, arkeolog Universitas Indonesia, mengatakan kepada historia.id bahwa Visscherij Station berkembang pesat dalam 15 tahun. Perkembangan ini menuntut perbaikan dan perluasan bangunan Visscherij Station. Sepanjang 1919–1922, pemerintah Hindia Belanda membangun ulang Visscherij Station.

Advertising
Advertising

Baca juga: Miris, Nasib Bandara Internasional Pertama di Indonesia

Setelah rampung, nama Visscherij Station berganti menjadi Laboratorioum voor het Onderzoek der Zee disingkat LOZ. LOZ kemudian lebih dikenal dengan sebutan Aquarium karena memiliki akuarium yang terbuka untuk umum sebagai tempat rekreasi.

Pada 1955, nama LOZ berubah menjadi Lembaga Penyelidikan Laut (LPL). Nama LPL berubah menjadi Lembaga Oseanologi Nasional (LON) di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 1970. Tujuh tahun kemudian, LON-LIPI pindah kantor. 

Suasana saat di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Aktivitas warga yang menghuni rumah sementara di kawasan Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).

Gedung lama LON pun terbengkalai. Daerah sekitarnya jadi tak bertuan. Orang-orang dari berbagai latar belakang mendudukinya dan membangun permukiman.

Baca juga: Nasib Kawasan Kastil Batavia yang Tergerus Zaman

“Saya pertama kali datang ke sini tahun 1994. Tidak jelas ini tanah siapa. Banyak nelayan yang membangun bangunan tinggal di sini, termasuk saya. Hingga sekarang,” ujar Rohim (60), warga setempat.

Para warga yang beraktivitas di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Maket bangunan rumah susun yang akan di bangun di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Seorang warga melintas di depan kamar mandi umum di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Rohim dan anaknya Nur Hasanah yang sudah puluhan tahun tinggal di kawasan Kampung Akuarium.  (Fernando Randy/Historia.id).

Kian hari, daerah Aquarium kian padat. Hingga muncullah sebutan Kampung Akuarium. Untuk mengatasi masalah sosial dan kekumuhan di daerah ini, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menggusur permukiman ini pada 2016. Tapi Gubernur Anies Baswedan membangun kembali permukiman di sini melalui rumah susun. Bahkan pelatakan batu pertama sudah dilakukan pada 17 Agustus 2020. 

Baca juga: Saat Jakarta Sunyi karena Pendemi

Pro-kontra pun mengalir. Sebab wilayah ini termasuk dalam Kawasan Cagar Budaya. Para penentang pembangunan rusun berpendapat tidak seharusnya Kawasan Cagar Budaya dibangun tempat tinggal. Sebaliknya para pendukung kebijakan ini berpendapat, penetapan Kawasan Cagar Budaya bukan berarti tak boleh ada pembangunan permukiman.

Gawang sepakbola yang digunakan oleh warga untuk berolahraga setiap sore di kawasan Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Indri berpose di kawasan tempat tinggalnya Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Dua orang warga saat beristirahat di kawasan Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Suasana saat ini di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Ada sekitar 99 KK yang menunggu untuk pembangunan rumah susun di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Aktivitas warga di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).

Perdebatan tentang pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya bukan hal baru di kota ini. Saat ini mungkin yang paling tepat adalah menemukan titik temu. Seperti kata Wasiyem (59), salah satu warga yang sudah hampir 20 tahun hidup di sana. “Saya berharap kami dapat hidup berdampingan dengan cagar budaya. Saling menjaga dan tidak menggusur satu sama lain.”

Suasana malam hari di Kampung Akuarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Wasiyem berharap dapat hidup bersama dengan kawasan Cagar Budaya. (Fernando Randy/Historia.id).

 

TAG

cagar budaya jakarta bangunan bersejarah cerita sejarah sejarah jakarta kampung pasar ikan jakarta utara

ARTIKEL TERKAIT

Menuturkan Sejarah Jakarta Lewat Furnitur Kapitan Melayu dan Kisah di Balik Nama Cawang Samsi Maela Pejuang Jakarta Ketika Hujan Es Melanda Jakarta Sri Nasti Mencoba Melepas Trauma 1965 dengan Suara Ketika Perayaan HUT RI Marak Lagi di Jakarta Buah dan Susu di Duren Tiga Menikmati Pameran “Para Sekutu Yang Tidak Bisa Berkata Tidak” Tempat Jin Buang Anak Jejak Bung Karno di Jakarta