Tahun 2018 menjadi momen yang cukup indah bagi Persija. Dua Gelar juara berhasil diraih : Piala Presiden dan Liga Indonesia. Pesta pun digelar di jalanan utama Ibukota. Bahkan mereka hampir meraih gelar ketiga. Tapi mereka takluk oleh PSM Makassar di final Piala Indonesia. Pesta pun urung digelar.
Berdiri sejak 1928, Persija mempunyai sejarah panjang. Sebuah stadion menjadi saksi bisu lahirnya tim kebanggaan kota Jakarta ini. Letak stadion tersebut berada di Petojo, Jakarta Pusat. Kawasan ini sekarang padat penduduk dan banyak bangunan berhimpit. Nama stadionnya merujuk pada nama lama Persija, Stadion Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ).
Dibangun pada 1928, tadinya nama stadion VIJ adalah Lapangan Petojo. Di balik sejarah stadion VIJ, tergurat nama tokoh Pergerakan Nasional, Mohammad Hoesni (M.H.) Thamrin. Dia figur penting dalam sejarah VIJ dan sepakbola kota Jakarta.
Thamrin menggunakan sepakbola sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Tidak tanggung-tanggung, dia keluarkan uang sebesar 2000 gulden (sekarang senilai Rp 170 juta) untuk memperbaiki Lapangan Petojo. Tujuannya agar pemuda anak negeri mempunyai stadion layak pakai untuk menggelar kompetisi.
Thamrin berharap, tumbuhnya kompetisi sepakbola anak negeri akan membuat klub VIJ mampu bersaing dengan klub milik orang Belanda, Nederlandsch Indie Voetbal Bond, yang melarang anak negeri bergabung ke klubnya. Dan pada gilirannya, ide-ide kebangsaan juga akan ikut tumbuh dari lapangan sepakbola.
Namun sayang, Stadion VIJ sekarang sangat tidak terawat. Papan skor rusak dan patah, kontur lapangan tidak ideal, tanahnya bergelombang, dan rumputnya mulai botak. Seakan menutupi keanggunan Stadion VIJ pada masa lampau.
Kerusakan di sana-sini memaksa pengelola mengalihkan stadion VIJ untuk berbagai fungsi. Tidak lagi hanya digunakan untuk bermain sepakbola, tetapi juga disewakan untuk acara musik dan pesta pernikahan. Ada sedikit keuntungan, tapi tidak mampu menutup biaya perbaikan sehingga mengurangi minat orang bermain bola di sini.
“Ya, sekarang sudah tidak sebanyak dulu yang bermain sepakbola disini. Dulu saat saya kecil, hampir tiap hari ada yang main sepakbola di sini. Timnya macam-macam. Sekarang paling hanya Sekolah Sepak Bola Atamora, Tim Rantau FC, dan Persites,” ujar Roby (60) yang bekerja sebagai tukang parkir VIJ.
Ironis. Tempat yang menjadi cikal bakal Persija Jakarta, kini telah kehilangan pesona. Tempat yang dulu melahirkan banyak bintang sepakbola Indonesia, kini sudah ditinggalkan. Tempat yang dulu menarik Bung Karno untuk datang menyaksikan pertandingan antara VIJ vs PSIM pada 1932, kini mulai dilupakan.
Apapun kondisinya saat ini, VIJ akan tetap dicatat sebagai salah satu tempat bersejarah. Perjuangan bangsa Indonesia menggapai kemerdekaan ternyata bukan hanya dengan senjata, tetapi juga melalui sepakbola.