Masuk Daftar
My Getplus

Kalau Ditindas Ya Melawan

Murid memang tak melulu mesti seiring sejalan dengan guru. Sudah sejak lama orang-orang mengatakan, guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Oleh: Wenri Wanhar | 20 Feb 2017
Maia Estianty nyekar ke makam eyangnya, HOS Tjokroaminoto, sebelum syuting Guru Bangsa. (Dok. Pribadi).

Di jagat hiburan tanah air, Maia Estianty, 38 tahun, dikenal sebagai musisi. Dia pentolan Ratu. Melalui tangan dinginnya, band duo ini melejitkan nama Pingkan Mambo dan Mulan. Setelah Ratu bubar, Maia membentuk Duo Maia bersama Mey Chan.

Kini, mantan istri Ahmad Dhani itu mulai merambah dunia perfilman. Dia dapat peran sebagai mertua Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto dalam film Guru Bangsa: Tjokroaminoto besutan Garin Nugroho dan Dewi Umaya.

Saat berbincang dengan Historia di sela-sela syuting film di bilangan Senayan September 2014, Maia menyebut sosok Tjokroaminoto sebagai idolanya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kakek Buyut Sang Guru Bangsa Tjokroaminoto

HOS Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882. Pemimpin Sarekat Islam (SI) ini adalah guru Sukarno, Musso, Alimin, dan Kartosoewirjo yang masing-masing memilih jalan berbeda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Maia Estianti cicit Tjokroaminoto. Namun bukan karena pertalian darah itu dia mengagumi eyangnya. Bahkan dia bilang baru akhir-akhir ini saja dia mulai mendalami eyangnya. “Emang cicit kurang ajar ya,” ujarnya tertawa.

Sejak kapan mengenal Tjokroaminoto?

Dari kecil. Ketika itu bapak bilang, “kamu keturunan eyang Tjokroaminoto.” Dia suka cerita kalau eyang jago pidato. Suaranya keras berapi-api. Kalau dia pidato, satu lapangan sampai dengar. Dan itu yang kemudian diikuti Sukarno.

Tapi waktu itu saya cuek. Tak mau tahu. Dalam hati saya, siapa sih (Tjokro)?. Begitu sekolah, waktu pelajaran sejarah, nama itu disebut-sebut guru. Oh, itu eyangku. Tapi itu pun tahu sekadarnya saja.

Baca juga: Ketika Tjokroaminoto Dituduh Korupsi

Saya baru memahami detail tentang Tjokro ketika sebuah majalah bikin liputan khusus tentang Tjokroaminoto. Setelah baca itu, ooo… gila ya ternyata eyang gue. Emang cicit kurang ajar ya… Haahaha.

Kenapa mengagumi Tjokroaminoto?

Tjokro punya pemikiran yang sangat maju pada zamannya. Dia melahirkan tokoh-tokoh revolusioner dan militan, yang berani mendobrak dan tidak bergantung pada bangsa lain. Itu nggak gampang. Kalau gurunya nggak gila, murid-muridnya nggak mungkin gila juga.

Setelah memahami lakon hidup dan sepakterjang Tjokroaminoto, nilai apa yang Anda ambil darinya?

Kalau kita diinjak harus melawan. Kalau ditindas ya harus melawan. Dalam hal ini secara tidak sadar, ada darah dia dalam diri saya. Kayaknya bawaan badan. Ya, ngelawan aja. Mungkin eyang Tjokro lebih gila. Dia nggak ada takut-takutnya.

Kalau eyang melahirkan Sukarno, Kartosoewirjo, Muso, saya melahirkan Pinkan, Mulan, Mey Chan. Hahaha…

Relevansi pemikiran Tjokroaminoto?

Sekarang kan orang-orang berpolitik, beda partai saling makan. Kalau dulu kan perjuangannya bagaimana melepaskan ketergantungan kita dari bangsa asing. Bagaimana kita terbebas dari kedzaliman penjajah.

Baca juga: Tuduhan Tak Terbukti, Tjokro Maafkan Darsono

Kalau sekarang politik kita politik transaksional. Dagang. Dulu kan benar-benar murni. Bangsa ini harus besar. Bangsa ini harus merdeka. Bangsa ini harus punya pendidikan yang nggak boleh kalah sama orang-orang luar.

Pemikiran-pemikiran Tjokro tidak transaksional. Dia bukan politikus yang kaya, punya banyak duit, tapi eyang punya pemikiran-pemikiran politik yang luar biasa.

TAG

Film

ARTIKEL TERKAIT

Ibu dan Kakek Jenifer Jill Pyonsa dan Perlawanan Rakyat Korea Terhadap Penjajahan Jepang Benshi, Suara di Balik Film Bisu Jepang Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri Jenderal Orba Rasa Korea Sisi Lain dan Anomali Alexander Napoleon yang Sarat Dramatisasi Harta Berdarah Indian Osage dalam Killers of the Flower Moon