Masuk Daftar
My Getplus

Amuk Pengikut Sun Yat Sen di Sanga-sanga

Kelompok Samseng mengamuk di kota minyak Sanga-sanga. Mereka terkait Kuo Min Tang.

Oleh: Petrik Matanasi | 02 Agt 2024
Para petinggi Kuo Min Tang (KMT) memberi penghormatan kepada makam Sun Yat-sen di Beijing, 1928, setelah keberhasilan Ekspedisi Utara. Di Sanga-sanga, KMT membuat kerusuhan. (Wikimedia Commons).

SAM Kok yang ini tidak ada kaitannya dengan Kisah Tiga Kerajaan Dinasti Han di Tiongkok daratan tempo dulu. Sam Kok yang ini bahkan tak tinggal di daratan Tiongkok. Sam Kok yang lahir sekitar tahun 1890 dan berasal dari Kanton ini tinggal jauh dari tanah leluhurnya. Dia berada di sebuah tempat bernama Sanga-sanga, Kalimantan Timur. Dia adalah Sam Kok Lin.

Sam Kok Lin sehari-harinya adalah seorang pedagang yang mengelola toko di Sanga-sanga, begitu laporan koran De Indisch Courant tanggal 2 April 1928. Di sana, Sam Kok Lin berkawan dengan Tang Seng alias Tan Kin Wai. Dia berasal Sam Soey, dekat Kanton dan lahir sekitar 1895. Tang Seng bekerja di perusahaan minyak Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) Sanga-sanga.

Sanga-sanga menjadi kota yang berkembang cepat sejak minyak ditemukan BPM sejak 1896 dan dieksplorasi kemudian. Industri minyak dengan sendirinya mendatangkan bermacam kebutuhan yang –awalnya untuk pegawai kolonial BPM, seperti perumahan dan sekolah– tak dikenal sebelumnya ke Sanga-sanga.

Advertising
Advertising

“Minyak telah diproduksi secara komersial di Kutai sejak Miosen bawah sejak tahun 1906, terutama di sepanjang antiklin Sanga Sanga pada apa yang disebut Kubah Sanga Sanga di Konsesi Louise; di kubah yang tidak disebutkan namanya di hulu Delta Mahakam di Konsesi Muara; dan di Kubah Semboja di Konsesi Nonny yang berbatasan dengan Konsesi Louise di barat daya,” tulis United States Federal Oil Conservation Board dalam Report of the Federal Oil Conservation Board to the President of the United States Part 2-3.

Baca juga: Sekilas Riwayat Minyak di Sanga-sanga

Seiring dengan kemajuan industri minyak tersebut, berbagai kuli untuk tenaga kasar pun didatangkan atau berdatangan dari berbagai daerah untuk mencari peruntungan di Sanga-sanga. Selain orang Jawa, kuli-kuli itu banyak yang orang Tionghoa baik yang berasal dari daerah lain di Nusantara ataupun langsung datang dari Tiongkok.

Tang Seng jelas bukan satu-satunya pekerja Tiongkok di Sanga-sanga. Koran De Locomotief tanggal 26 Mei 1928 menyebut, pekerja BPM Tiongkok lain adalah: Lay Sam (kelahiran Singapura, 1894), Tam Kiang Po alias Tang Nam (kelahiran Kanton, 1880), Auw Hong alias Auw Man Hong (kelahiran Kanton, 1877), Lay Sin Poeng alias A Ting sebagai teknisi (kelahiran di Hay Lam, 1887), Wong Pan (kelahiran Makau, 1905), Lo Nang sebagai pandai besi (kelahiran di Kanton, 1884), Kwam A Tjo (kelahiran Kanton, 1886); dan Poe Khou alias Pang Tjie (kelahiran 1882). Selain mereka, ada pula seorang Tionghoa pembuat sepatu bernama Go Tjin Thoy (kelahiran Hong Ciu, 1889) dan juga pedagang obat bernama Tjhong Yat Min alias Tjiang A Boey (kelahiran Kanton, 1860).

Kuo Min Tang Kaltim

Di Balikpapan, sekitar 75 km dari Sanga-sanga, ada Tjiauw Soe Kai alias Tjioe Sioe Djin (kelahiran Kanton, 1880) yang bekerja sebagai penjahit dan fotografer. Begitu juga di Samboja, sekitar 50 km dari Sanga-sanga, ada kawan mereka bernama Teng Giok Tin alias Teng Giok Sm alias Tan A Heng. Pria asal Hongkong ini juga bekerja di BPM. Di Samarinda, juga ada orang-orang Tionghoa seperti mereka.

Kebanyakan mereka berasal dari Kanton. Kendati jauh dari tanah air, mereka tak lupa pada perjuangan mereka sebagai bagian dari Partai Nasionalis Tiongkok, Kuo Min Tang. Alhasil selama berada di Kalimantan Timur mereka masih berserikat dan sering berkumpul meskipun berbeda-beda tempat tinggal dan cara mencari makan.

Kendati angkutan antara Balikpapan, Samboja, Sanga-sanga, dan juga Samarinda kala itu hanya ada kapal, mereka tak merasa terhalang oleh keterbatasan itu. Mereka sebagai Kuo Min Tang pernah berkumpul pada 5 Desember 1926 di Samarinda. Dalam pertemuan itu, De Locomotief  edisi 26 Mei 1928 melaporkan, mereka bersepakat hendak membangun semacam Kuo Min Tang cabang Kalimantan Timur yang terpusat di Balikpapan.

Baca juga: Pencarian Minyak di Kutai Kartanegara

Pada 19 Desember 1926, mereka kembali berkumpul. Kali ini di Balikpapan. Wakil Kuo Min Tang dari Sanga-sanga, Samboja, dan Samarinda hadir di sana. Kuo Min Tang cabang Balikpapan pun berdiri. Pada 1 Januari 1927, pengurusnya dilantik. Tam Kiang Po alias Tang Nam salah satu anggota pengurusnya.

Kuo Min Tang, yang didirikan pada akhir abad ke-19, diperkirakan sudah ada di Kalimantan sejak dekade kedua abad ke-21. Koran De Locomotief tanggal 6 Oktober 1927 menyebut bahwa mereka sudah ada di Kalimantan Timur sejak Agustus 1915. Mereka hadir sebagai Balikpapan Communicatie Instituut der Chineesche Revolutionnaire Partij. Organisasi ini didirikan oleh 13 orang Kuo Min Tang. Di sekitar Balikpapan, Samboja, Sanga-sanga dan Samarinda, yang semuanya tumbuh pesat dari industri minyak anggota mereka sekita 200-an orang.

Habis Dilarang May Day

May day tiap 1 Mei adalah perayaan penting bagi kaum buruh sedunia. Para buruh minyak BPM yang sejatinya adalah anggota Kuo Min Tang di Balikpapan pun mementingkan perayaannya di tahun 1927 itu. Hong Ie Lin bekerja keras menyebarkan surat edaran untuk aksi mereka. Sebagaimana diberitakan Koran Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 8 Juni 1927, ada rencana bahwa pada 1 Mei 1927 itu beberapa ribu orang Tionghoa akan mengadakan parade ke sekitar rumah-rumah orang Eropa di Balikpapan untuk berdemonstrasi.

Namun, lebih banyak orang Tionghoa menahan diri untuk tidak berdemontrasi. Terlebih, keinginan untuk parade atau demonstrasi buruh minyak itu dihalangi oleh pemerintah kolonial di Balikpapan.

Esoknya, 2 Mei 1927, sekitar pukul 20.00 waktu setempat, kontrolir Balikpapan mendapat kabar dari kawannya di Balikpapan bahwa seorang agitator Tiongkok yang terlibat dalam demonstrasi tersebut berada di Sanga-Sanga. Sang kontrolir langsung memerintahkan penangkapan dan penggeledahan di Sanga-sanga.

Sang kontrolir sendiri berangkat ke Sanga-sanga dengan diantar Letnan Tionghoa (Pemuka masyarakat sipil Tionghoa) dan seorang perwira polisi. Mereka tiba di Sanga-sanga sekitar pukul 0.30 dini hari.

Baca juga: Orang Tionghoa di Tambang Timah dan Emas

Orang yang mereka cari ternyata tinggal di atas ruang sekolah Tionghoa di Sanga-sanga. Orang itu merupakan agitator. Ternyata, agitator itu adalah Sam Kok Lin.

Aparat pemerintah langsung menangkap Sam Kok Lin. Selain menyeret Sam Kok Lin, aparat pemerintah juga menyita barang-barang yang bersifat politik.

Setelah Sam Kok Lin dan Tang Seng ditahan polisi di Sanga-sanga, kawan-kawan buruh BPM sesama Kuo Min Tang tak tinggal diam sebagai bentuk solidaritas. Gerakan mereka dikenal sebagai Samseng, barangkali diambil dari nama depan Sam Kok dan nama belakang Tang Seng.

Lay Sam, Lo Nang, dan lainnya bergerak. Pada 3 Mei 1927, kerusuhan di Sanga-Sanga pun pecah. Ketika Massa Kuo Min Tang Sanga-sanga itu bergerak, aparat hukum kolonial melihat Sam Kok dan Tang Seng sama sekali tak menghentikan gerakan kawan-kawan Kuo Min Tang mereka. Sam Kok malah meminta Go Kok Ning untuk menghimpun pasukan yang terdiri dari orang Tionghoa Sanga-sanga. Pasukan itu diperkirakan bisa mencapai 150 orang.

Pemerintah kolonial lalu memilih memakai cara kekerasan dengan menggerakkan pasukan bersenjatanya. Pertumpahan darah pun terjadi. Pemerintah lalu melakukan penahanan besar-besaran terhadap orang-orang Kuo Min Tang yang merusuh di Sanga-sanga.

Baca juga: Kontes Kuasa Alam di Kalimantan

Ketika penangkapan terjadi, banyak orang di sekitar mereka marah lalu berkumpul. Di antara massa itu ada yang membawa senjata tajam. Mereka lalu melempari botol, batu, dan kayu ke udara ketika tahu yang ditahan dinaikkan ke atas kapal. Dua polisi bahkan ditembak oleh massa.

Polisi langsung melepaskan tembakan ke udara. Cara kekerasan diambil untuk mengatasi kekerasan massa. Massa yang berkumpul itu akhirnya mundur.

Mereka yang ditangkapi di Sanga-sanga itu lalu ada yang ditahan di Samarinda. Sam Kok dkk. sendiri dideportasi dari Hindia Belanda dengan alasan mereka tak lahir di Hindia Belanda. Satu detasemen kecil – berisi tak lebih dari 20 orang– tentara kolonial yang dipimpin seorang sersan lalu ditempatkan di Sanga-sanga.

“Mereka telah terbukti membahayakan bagi ketentraman dan ketertiban umum dan oleh karena itu ada alasan untuk menerapkan kepada mereka, karena mereka tidak lahir di Hindia Belanda, pasal 35 Konstitusi Hindia Belanda,” demikian De Nieuwe Vorstenlanden tanggal 4 April 1928 memberitakan.*

TAG

kalimantan timur bpm tionghoa

ARTIKEL TERKAIT

Pengaruh Tionghoa pada Masjid Demak dan Masjid Angke Orang Tionghoa di Tambang Timah dan Emas Kaum Papa Tionghoa dari Benteng Tangerang Om Genit Mata Keranjang Njoo Han Siang, Pengusaha yang Tak Disukai Soeharto Mencari Ruang Narasi Peran Etnik Tionghoa dalam Sejarah Bangsa Pajak Judi Masa Kompeni Mula Pedagang Kelontong Kala Penduduk Tionghoa di Batavia Dipimpin Wanita Kala Kepala dan Kuku Dipungut Pajak