Masuk Daftar
My Getplus

Keberuntungan Italia di Piala Eropa

Trofi Piala Eropa tak hanya bisa direbut dengan strategi dan skuad mumpuni, tapi juga keberuntungan. Italia pernah mengalaminya.

Oleh: Randy Wirayudha | 13 Jul 2021
Selebrasi Timnas Italia usai memenangkan Euro 2020 secara dramatis lewat adu penalti (figc.it)

TIM sepakbola Inggris terpaksa gigit jari. Walau berhasil mencapai final turnamen untuk kali kedua sejak Piala Dunia 1966, keberuntungan belum berpihak padanya. “The Three Lions” (julukan Inggris) kalah dramatis dari “Azzuri” Italia dalam laga final Piala Eropa 2020 pada Senin (12/7/2021) dini hari WIB.

Padahal, Harry Kane cs. mendapat dukungan penuh suporter tuan rumah yang menyesaki Stadion Wembley. Terlebih, mereka unggul lebih dulu.

Namun sial bagi Inggris lantaran tak bisa mengamankan keunggulan. Alhasil, 90 menit waktu normal dan dua kali babak tambahan, skor bertahan 1-1. Penentuan pemenangnya mesti dilakukan lewat adu penalti.

Advertising
Advertising

Italia yang menang mental pun sukses menutup adu penalti dengan skor 3-2. Gembar-gembor publik Inggris bahwa “Football is coming home” seketika berubah menjadi “Football is coming to Rome”.

Baca juga: Arena Sejarah Piala Eropa

Allenatore Roberto Mancini yang mengantarkan Italia juara Euro 2020 (uefa.com)

Dewi Fortuna dalam Lemparan Koin

Kendati punya prestasi mentereng di Piala Dunia dengan empat kali juara (1934, 1938, 1982, 2006), prestasi Italia di Piala Eropa tak sementereng itu. Sukses Italia di Euro 2020 merupakan kali kedua negeri itu merebut mahkota raja Eropa. Italia pertamakali juara ketika melakoni debutnya di putaran final Piala Eropa tahun 1968.

Setelah melalui kualifikasi pada 1967, Italia dipilih UEFA sebagai tuan rumah putaran final Euro 1968. Ketika itu putaran final hanya menyuguhkan empat partai: dua semifinal, satu perebutan juara tiga, dan partai final. Selain Italia, empat tim yang lolos kualifikasi ke semifinal yakni Uni Soviet, Inggris, dan Yugoslavia.

Italia kebagian menjamu Uni Soviet. Inggris berhadapan dengan Yugoslavia.

“Pertandingan antara Italia-Soviet paling menjadi buah bibir. Tim Soviet sebelumnya menyingkirkan Italia di Piala Dunia (1966) di Inggris dan Piala Eropa (1964) di Spanyol. Tim Azzurri sangat waspada dan tak sabar balas dendam,” tulis Johnny Morgan dalam For the Love of Football: A Companion.

Baca juga: Fasisme Kontra Komunisme di Final Euro

Timnas Italia masih dilatih Ferrucio Valcareggi yang gagal di Piala Dunia 1966. Skuadnya di Piala Eropa 1968 pun tak berubah banyak dari skuad Piala Dunia dua tahun sebelumnya. Masih ada kapten Giacinto Facchetti dan Tarnisio Burgnich di lini belakang, Aristide Guarneri dan Gianni Rivera di sektor tengah, serta Sandro Mazzola di depan. Perbedaannya terletak di kiper utama, di mana Dino Zoff mulai dipercaya mengawal mistar menggantikan Enrico Albertosi; dan dimasukkannya Luigi Riva di lini depan.

Stadion San Paolo, Napoli jadi saksi bisu laga alot dan keras antara tuan rumah dan Uni Soviet pada 5 Juni 1968. Facchetti, dikutip laman resmi UEFA, 29 Januari 2013 mengenang, saking alotnya pertandingan dalam kondisi cuaca buruk itu, timnya mesti bermain 90 menit tanpa adanya pemenang. Skor masih 0-0.

Laga sengit Italia vs Uni Soviet di semifinal Euro 1968 (uefa.com)

Lantas pada dua kali 15 menit waktu tambahan, Italia mesti bermain dengan sembilan orang. Setelah Gianni Rivera cedera dalam waktu normal setelah bertabrakan dengan Valentin Afonin, Italia mesti merelakan Giancarlo Bercellino yang diterpa cedera lutut.

“Italia hampir memainkan segenap waktu permainan dengan sembilan orang saat itu. Pergantian pemain yang cedera belum ada aturannya. Dua pemain kami mengalami cedera, jadi kami harus mengakhiri pertandingan dengan hanya sembilan setengah orang,” kenang Facchetti.

Baca juga: Kegagalan Italia di "Battle of Belfast"

Dua kali 15 menit babak tambahan tak berhasil mengubah skor. Padahal, saat itu UEFA belum punya regulasi tentang adu penalti untuk menentukan pemenang. Penentuan pemenang mesti dilakoni dengan laga ulang tapi untuk babak-babak selain itu ditentukan lewat jalan lain.

Lucunya, pemenang antara Italia dan Uni Soviet di semifinal itu harus ditentukan dengan lempar koin. Usai 120 menit pertandingan, wasit Kurt Tschenscher asal Jerman Barat memanggil perwakilan pemain dan ofisial tim ke kamar ganti.

“Saya hanya bisa berharap keberuntungan ada di pihak kami. Salah satu rekan setim, Burgnich, sempat bertanya siapa yang akan mewakili Italia. Ketika tim menyatakan orangnya adalah saya, dia bilang: ‘semua sudah ditentukan, Facchetti adalah orang yang beruntung,’” ujar Facchetti yang mesti adu “bejo” melawan kapten Albert Shesternyov selaku wakil Uni Soviet.

Baca juga: Klenik di Balik Final Italia vs Brasil

Semua kerja keras, keringat, dan air mata hari itu ditentukan oleh gambar kepala atau buntut sebuah koin. Pihak Soviet dan Italia, sambung Morgan, punya cerita berbeda tentang hal itu. Koin yang digunakan juga jadi perdebatan, apakah peseta, rubel, atau dolar. Namun semua ditolak hingga akhirnya semua bersepakat menggunakan koin gulden.

Shesternyov lalu memilih gambar kepala dan Facchetti memilih gambar buntut. Wasit Tschenscher pun melempar koinnya, kedua kapten menyilangkan jari sebagai respon. Sial, koin mendarat entah di mana dan hilang. Terpaksa Tschenscher mengulangi. Di lemparan kedua, gambar buntut yang muncul. Italia pun lolos ke final.

“Untungnya segalanya berjalan sesuai yang kami prediksikan. Di koridor saya segera berteriak dan ketika publik melihat reaksi saya dan tim, publik tak meragukan hasilnya. Publik merayakannya karena kami masuk final (di internasional) dalam 30 tahun terakhir,” lanjut Facchetti.

Baca juga: Koin Macan Jawa di Final Piala Dunia

Namun, ke mana hilangnya koin pertama?

“Sebuah rumor mengemuka bahwa tidak lama setelah kedua kapten melihat lemparan koin kedua, seorang ofisial mencari-cari koin pertama yang hilang itu. Setelah dilakukan pencarian dan investigasi, sang ofisial itu menemukannya. Gambar apa yang dia lihat di permukaan? (gambar) kepala,” sambung Morgan.

Skuad Gli Azzurri di final Euro 1968 yang memenangkan trofi pertama (uefa.com)

Di partai puncak, Italia menghadapi Yugoslavia yang menyingkirkan Inggris dengan skor 1-0. Laga yang digelar di Stadion Olimpico pada 8 Juni 1968 itu tak kalah dramatis. Lebih dari 68 ribu suporter tuan rumah jadi saksi betapa Italia dipaksa berjuang mati-matian setelah tertinggal 0-1 di babak pertama.

“Di Roma kami mengalami masalah besar melawan Yugoslavia yang timnya sangat bagus. Mereka unggul duluan 1-0 lewat tendangan bebas sebelum turun minum, tetapi kemudian (Angelo, red.) Domenghini menyelamatkan kami. Sejujurnya kami tak layak punya hasil imbang. Namun kami bisa menyamakan skor, jadi final harus dilakukan ulang dua hari kemudian,” kata kiper Italia Dino Zoff mengenang pertandingan dramatis di mana Italia baru bisa menyamakan kedudukan pada 10 menit sisa babak kedua itu.

Penentuan pemenang pun dilakukan. Kali ini tidak lewat lempar koin. UEFA menyatakan mesti dilakukan laga final ulang.

Final ulang digelar di Olimpico pada 10 Juni. Kendati hanya dihadiri setengah jumlah penonton dari final pertama, Italia mampu menampilkan permainan yang lebih menggigit dan menang 2-0.

“Di pertandingan (final) ulangan, kami melakoni performa yang lebih sempurna dan menang 2-0 berkat gol (Luigi) Riva dan (Pietro) Anastasi. Di saat itulah kami baru merasa laik sebagai pemenang pertandingannya,” tandas Zoff.

Baca juga: Olimpico, Kuil Sepakbola "Kota Abadi" Roma

TAG

italia piala eropa piala-eropa

ARTIKEL TERKAIT

Mula Finalissima, Adu Kuat Jawara Copa América dan Piala Eropa Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian II – Habis) Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian I) Luka Lama Konflik Balkan di Gelanggang Sepakbola Eropa Lebih Dekat Menengok Katedral Sepakbola di Dortmund Tendangan dari Sakartvelo Ibunya Dieksekusi, Alfa Balas Dendam kepada Wali Kota Mussolini di Arena Tenis Jatuh Bangun Como 1907 Comeback ke Serie A Rossoblù Jawara dari Masa Lalu