Masuk Daftar
My Getplus

Arena Sejarah Piala Eropa

Turnamen yang sejak lama ramai penolakan. Edisi perdananya didominasi negara-negara kiri.

Oleh: Randy Wirayudha | 02 Jun 2021
Trofi Henri Delaunay yang akan kembali diperebutkan untuk ke-16 kalinya di Euro 2020 (figc.it/Twitter @EURO2020)

PIALA Eropa atau UEFA European Championship (Euro) 2020 (11 Juni-11 Juli 2021) akan berbeda dari 15 gelaran sebelumnya. Pesta sepakbola terpopuler kedua setelah Piala Dunia itu tak lagi dihelat hanya di satu atau dua negara tuan rumah, melainkan 11 kota di 11 negara Eropa. Inggris dengan Stadion Wembley-nya diberi kehormatan jadi host partai semifinal dan finalnya.

Format baru itu digagas eks Presiden UEFA Michel Platini pada 2012 silam. Format ini mirip dengan edisi Piala Eropa perdana pada 1960 di Prancis. Partai kualifikasi hingga perempatfinalnya tak dimainkan di satu negara, melainkan di negeri masing-masing tim peserta dengan sistem home-away. Saat itu Prancis baru menjamu empat tamunya ketika sudah masuk babak semifinal dan kemudian final.

Hanya saja, di edisi perdana itu Piala Eropa masih minim tim mentereng macam Inggris, Belanda, Italia, dan Jerman Barat. Tim-tim asal Eropa Timur yang merajai saat itu.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kuil Sepakbola "Kota Abadi" Roma

Trofi Henri Delaunay bersama maskot Euro 2020 bernama "Skillzy" (euro2020.affa.az)

Mimpi Henri Delaunay

Piala Eropa berangkat dari ide Henri Delaunay yang diupayakannya sejak 1920-an. Deputi Presiden FIFA (1924-1928) cum sekretaris jenderal FFF atau induk sepakbola Prancis (1919-1955) itu menggagas kompetisi pan-Eropa bahkan sebelum UEFA sebagai otoritas sepakbola Eropa lahir.

Gagasan Delaunay berangkat dari banyaknya kompetisi regional antarnegara Eropa pasca-Perang Dunia I. Namun, kompetisi-kompetisi itu lazimnya dikhususkan untuk negara-negara serumpun saja, semisal kompetisi Inggris Raya dan Skandinavia. Oleh karena itu Delaunay mencoba mendobrak sekat teritorial itu.

Tetapi bukan hal mudah bagi Delaunay untuk mendapat dukungan. Pasalnya, di era 1920-an profesionalisasi sepakbola di level klub Eropa juga sedang digencarkan hingga melahirkan Mitropa Cup pada 1927 yang disebut-sebut sebagai pendahulu Liga Champions.

“British Championship yang digelar perdana pada 1883 menjadi turnamen transnasional pertama dengan diikuti Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia. Praktik kejuaraan regional itu diikuti negara-negara Skandinavia selama 1924-1977. Satu langkah lebih jauh tentang didirikannya kerangka sepakbola pan-Eropa lalu dimulai dengan Mitropa Cup yang digagas Hugo Meisl asal Austria,” tulis Jürgen Mittag dan Benjamin Legrand dalam “Towards a Europeanization of Football? Historical Phases in the Evolution of the UEFA European Football Championship” yang termuat dalam Governance, Citizenship, and the New European Football Championships.

Baca juga: Mula Turnamen Para Juara

Ketika Mitropa Cup diratifikasi FIFA pada kongres Juli 1927, Delaunay mengajukan proposal kompetisi antarnegara Eropa. Namun upayanya belum mendapat lampu hijau FIFA karena alasan teknis dan ekonomis. Selain karena FIFA masih sibuk dengan agenda Piala Dunia, letak geografis semua negara Eropa memerlukan teknis waktu perjalanan dan biaya yang tidak sedikit.

Alhasil kompetisi antarnegara Eropa sekadar digelar dalam lingkup regional yang lebih kecil. Selain kejuaraan antarnegara Inggris Raya dan Skandinavia, pada 1927 Meisl memunculkan Švehla Cup yang diikuti negara-negara Eropa Tengah. Pada 1948, kompetisi ini berganti nama menjadi Dr. Gerö Cup.

Henri Delaunay teknokrat sepakbola Prancis (fff.fr)

Tak ingin menyerah, Delaunay mengajak Presiden FIGC (Induk Sepakbola Italia) Ottorino Barassi dan Sekjen RBFA (Induk Sepakbola Belgia) José Crahay merancang cetak-biru konfederasi sepakbola Eropa pada 13 Mei 1952. Setelah diajukan sebagai proposal ke FIFA, proposal mereka disetujui dalam sebuah konvensi luar biasa FIFA di Paris pada November 1953.

Sebagai kelanjutannya, pada 15 Juni 1954 didirikanlah Union des Associations Européennes de Football (UEFA). UEFA lalu menyebar undangan permintaan agar federasi-federasi sepakbola di Eropa jadi anggotanya. Pada kongres pertama UEFA di Basel, 22 Juni 1954, total anggotanya berjumlah 30 federasi. Birokrat sepakbola Denmark, Ebbe Schwartz, terpilih jadi presiden pertamanya, sementara Delaunay dan dua pemrakarsa lain duduk sebagai sekjen.

Baca juga: Europa League Tempo Doeloe

Sayangnya, Schwartz yang ingin mewujudkan gagasan Delaunay terhalang penolakan mayoritas anggotanya. Dari 30 negara anggota, hanya 10 yang –kebanyakan berasal dari Eropa Timur– berkenan mendukung gagasan menggelar kejuaraan Eropa. Ironisnya, sampai Delaunay wafat pada 9 November 1955 pun, mimpinya tak jua terwujud.

“Setelah meninggalnya Delaunay pada 1955, putranya, Pierre yang menggantikannya untuk meneruskan cita-cita European Nations’ Cup. Proposalnya masih saja ditolak mayoritas anggota pada Kongres UEFA Juli 1956 dengan alasan kalender internasional sudah penuh dan beberapa negara Eropa masih berjuang untuk pulih pasca-Perang dunia II,” sambung Mittag dan Legrand.

Pierre Delaunay (kiri) melanjutkan cita-cita ayahnya melahirkan Piala Eropa (uefa.com)

Sebagaimana ayahnya, Pierre juga menolak lempar handuk. Ia lalu mengajukan proposal dengan format baru, di mana turnamen dimainkan sepanjang dua tahun, termasuk satu fase final di satu negara. Perjuangan Pierre berbuah manis kala ia menang suara di Kongres UEFA di Copenhagen, Denmark pada Juni 1957.

“Hasil voting-nya menyatakan 14 anggota bersedia dan tujuh menolak, sementara lima lainnya abstain. Demi mencapai kuota 16 peserta, deadline pendaftarannya diperpanjang sampai empat bulan kemudian. Pada Kongres UEFA 1958 di Stockholm (Swedia), 17 dari 33 negara anggota menyatakan bersedia ikut European Nations’s Cup. Tim mapan sepakbola dunia seperti Inggris, Italia, dan Jerman Barat, serta Belgia, Belanda, dan Swiss, memutuskan melewatkan kesempatan untuk berpartisipasi,” imbuhnya.

Baca juga: Preambul Piala Dunia Pertama Amburadul

Lima dari enam negara yang menolak itu mengusung alasan diplomatis dan ekonomis. Selain karena ingin lebih banyak memenuhi kalender dengan partai persahabatan yang secara ekonomis menguntungkan bagi federasi, mereka ingin lebih dulu jadi pemantau kompetisi anyar itu. Mereka ragu kompetisi bakal populer, sebagaimana Piala Dunia pertama pada 1930.

Sementara, Inggris punya alasan politis di samping alasan ekonomi. Sebagai pelopor sepakbola modern, Inggris punya dunia sepakbola sendiri dan sudah cukup bangga dengan British Home International Championship-nya sebagai kompetisi transnasional pertama dunia. Selain itu yang tak kalah penting, orang-orang Inggris merasa organisasi sepakbola macam FIFA dan UEFA terlalu didominasi orang Prancis.

“Sepakbola Inggris Raya seperti mengisolasi diri sendiri. Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara menolak ikut inagurasi Europan Nations Cup. Empat induk sepakbolanya menghindari turnamen baru itu dan percaya diri bahwa turnamen Home International lebih penting. Memang European Nations Cup saat itu statusnya belum sekondang sekarang tapi fakta bahwa kami pernah menolak bermain melawan tim-tim kompetitif justru membuat kami melangkah mundur ketimbang maju sepakbolanya,” aku Gordon Banks, kiper timnas Inggris periode 1963-1972, dalam Banksy: The Autobiography of an English Football Hero.

Dominasi Partisipan Kiri dan Trofi Kehormatan

Sesuai proposal awal Pierre Delaunay, inagurasi European Nations’ Cup atau Euro didahului fase kualifikasi yang diikuti 18 partisipan dalam titimangsa 28 September 1958-29 Mei 1960. Sistem kualifikasinya dimainkan secara home-away di negara masing-masing peserta.

Mengingat penolakan negara-negara Eropa Barat langganan Piala Dunia, peserta kualifikasi Euro 1960 itu pun didominasi negara-negara kiri (Komunis-Sosialis). Delapan dari total 18 peserta berasal dari Eropa Timur dan Eropa Tengah: Uni Soviet, Cekoslovakia, Hungaria, Rumania, Yugoslavia, Bulgaria, Jerman Timur, dan Polandia.

Baca juga: Sepakbola Soviet Era Stalin

Ketika turnamen sudah bergulir hingga babak perempatfinal, Spanyol memutuskan mundur karena bertemu Uni Soviet yang berseberangan haluan politik. Diktator fasis Spanyol, Francisco Franco, memerintahkan La Furia Roja (julukan Timnas Spanyol) mundur ketimbang harus main di tanah negeri komunis di partai away. Lucunya, kritik terhadap Spanyol justru jamak datang dari pers Inggris yang negaranya menolak ikutan turnamen.

“Tindakan sewenang-wenang secara paksa terhadap para pemain Spanyol yang ingin bermain melawan Uni Soviet menunjukkan bahwa diktator fasis Spanyol melanggar prinsip Olimpiade internasional dan federasi internasional,” tulis suratkabar Inggris The Times edisi 26 Mei 1960.

Partai semifinal Euro 1960 antara tuan rumah Prancis vs Yugoslavia (uefa.com)

Mundurnya Spanyol menjadi berkah buat Lev Yashin dkk. Mereka siap menyongsong semifinal dengan kondisi lebih bugar. Di semifinal, selain Uni Soviet ada pula Cekoslovakia dan Yugoslavia di samping tuan rumah Prancis.

Langkah Prancis harus terhenti di babak semifinal itu juga setelah kalah 4-5 dari Yugoslavia di Parc des Princes, 6 Juli 1960. Sementara Uni Soviet mencapai partai puncak untuk bertemu Yugoslavia setelah menumbangkan Cekoslovakia, 3-0, di Stade Vélodrome, Marseille. Di final, panji merah berhias bintang emas dan palu-arit berkibar di pucuk tertinggi setelah Uni Soviet menang 2-1 atas Yugoslavia melalui perpanjangan waktu.

Baca juga: Wartawan Pencetus Ballon d'Or

Selain mendapat hadiah uang 200 dolar per pemain, tim Uni Soviet berhak mengusung trofi The Henri Delaunay Cup. Trofi itu disediakan langsung oleh Pierre Delaunay.

“Sejak aspirasi (Piala Eropa) terwujud pada 1958, hanya ada satu kemungkinan nama untuk dilekatkan pada trofinya. Seperti Piala Dunia yang trofinya dinamai Jules Rimet. Trofi itu sempat jadi hak milik Brasil setelah kemenangan ketiga pada 1970 dan hilang pada 1983. Bedanya Henri Delaunay Cup tetap lestari sampai sekarang,” tulis Huw Richards dalam “The Game-Changers: Henri Delaunay” yang termuat dalam buku The Cambridge Companion to Football.

Timnas Uni Soviet jadi pemilik pertama Trofi Henri Delaunay (fff.fr)

Trofi Henri Delaunay didesain dan diproduksi perusahaan emas Chobillion –kemudian lisensi dan hak ciptanya dibeli perusahaan perhiasan dan medali Arthus-Bertrand–  dengan bentuk mirip guci dengan sepasang “telinga” di kedua sisinya. Berbahan dasar perak dengan dimensi tinggi 42 centimeter dan bobot enam kilogram, tiga sisi trofi itu dipahat tulisan berbunyi: Coupe Henri Delaunay, Coupe d’Europe, dan Championnat d’Europe.

Sejak 1960-2004, trofi itu diperebutkan setiap empat tahun sekali sampai akhirnya dibuat trofi baru yang hampir sepenuhnya meniru trofi lama untuk Euro 2008 hingga sekarang. Desainnya tetap sama, perubahannya hanya pada dimensinya. Trofi baru lebih tinggi 18 centimeter dan lebih berat dua kilogram (60cm/8kg). Untuk Euro 2020, trofi itu sejak 30 April sudah dibawa keliling ke 11 kota di 11 negara Eropa yang dimulai di Budapest (Hungaria) dan akan berakhir di London (Inggris) pada 5 Juni 2021. 

Baca juga: Trofi Piala Dunia Tinggal Kenangan

TAG

piala eropa piala-eropa sepakbola

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia