UCAPAN adalah doa. Begitu kata pepatah. Apa yang diucapkan pesepakbola muda Spanyol yang ikut mengantarkan negerinya menjuarai Piala Eropa, Lamine Yamal, untuk bersua idolanya, Lionel Messi, sangat mungkin terwujud di lapangan. Winger berusia 17 tahun yang meniti karier di klub FC Barcelona itu bakal adu kuat di ajang Finalissima setelah Messi cs. memastikan diri jadi kampiun Copa América.
“Saya berharap Messi memenangkan Copa América dan saya memenangkan Euro agar saya bisa bermain melawannya di Finalissima,” tutur Yamal kepada RAC1, dilansir The Daily Star, Sabtu (13/7/2024) menjelang duel final Piala Eropa.
Yamal tampil gemilang sepanjang Piala Eropa 2024. Ia turut menyumbang sebutir gol indah di semifinal kontra Prancis yang berkesudahan 2-1 untuk Spanyol pada 9 Juli 2024. Gol itu membuatnya, yang lahir di Esplugues de Llobregat pada 13 Juli 2007, mengukir rekor sebagai pencetak gol termuda di ajang Piala Eropa (16 tahun 362 hari), yang sebelumnya dipegang Johan Vonlanthen (18 tahun, 141 hari) saat mencetak gol penggembira untuk Swiss ketika kalah 1-3 dari Prancis pada 21 Juni 2004.
Baca juga: Lima Kiper dengan Rekor Gol Paling Subur
Di final Piala Eropa 2024 kontra Inggris di Olympiastadion Berlin, Minggu (14/7/2024), Yamal juga tampil atraktif saat Spanyol membekap Inggris, 2-1. Beberapa jam berselang di hari yang sama di Hard Rock Stadium, Miami, skuad Argentina mempertahankan trofi Copa América lewat kemenangan 1-0 atas Kolombia usai laga final sengit. Namun, di tengah pertandingan Messi mengalami cedera.
Maka, Yamal begitu antusias lantaran sangat berpotensi bersua idolanya itu di lapangan. Asalkan, Messi yang kini berumur 37 tahun belum gantung sepatu. Terlebih Yamal punya kenangan unik bersama Messi ketika ia masih bayi.
Pada akhir 2007, Messi saat masih berkarier di FC Barcelona terlibat dalam sebuah sesi foto amal untuk UNICEF. Dari sekian anak-anak yang ikut, Yamal yang terpilih untuk sesi foto yang dilakukan fotografer Joan Monfort. Monfort mengambil gambar sesi foto bayi Yamal sedang digendong Messi dan dimandikan Messi bersama ibundanya, Sheila Ebana
“Saya menjalani mimpi. Foto yang membuat saya ikut bangga karena itu momen satu banding satu miliar,” kenang Monfort kepada CNN, Minggu (14/7/2024).
Namun sebelum bisa adu kuat di lapangan, tentu mesti dipastikan apakah Messi masih akan meneruskan kariernya. Di sisi lain, Yamal di skuad Spanyol juga masih punya misi di UEFA Nations League dan Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Ajang Finalissima 2025 juga masih akan ditentukan hari-H dan venue-nya. Sebelumnya, Finalissima 2022 digelar di Eropa, tepatnya Stadion Wembley yang mempertemukan Italia sebagai kampiun Piala Eropa 2020 dan Argentina selaku jawara Copa América 2021. Laga dimenangkan Messi cs., 3-0.
Baca juga: Lionel Messi, Alien Sepakbola yang Membumi
Duel Kampiun Blok Eropa Kontra Blok Amerika
Ibarat Perang Dingin di kancah politik internasional, dunia sepakbola era 1970-an dan 1980-an pun diwarnai panasnya persaingan dua blok: Eropa dan Amerika Selatan. Isu yang paling nyata di mana sepakbola tak berdaya mensterilkan diri dari politik adalah Perang Falkland/Malvinas (2 April-14 Juni 1982) antara Inggris dan Argentina.
Di luar lapangan pun tensinya menguat dalam perebutan tampuk pimpinan FIFA. Meski UEFA terus mendapat tambahan anggota pada 1980-an, tak serta-merta mampu menumbangkan calon dari Amerika Selatan.
“Mulai kolapsnya komunisme di seantero Eropa Timur mengantarkan lahirnya 16 negara baru yang berdampak pada meningkatnya jumlah anggota yang terafiliasi UEFA. Fakta ini membuat UEFA memperbanyak anggota pemilihnya untuk merebut kekuasaan FIFA dari tangan João Havelange (asal Brasil), meski akhirnya tetap gagal merebut kursi kepresidenan FIFA,” ungkap Richard Cox dkk. dalam Encyclopedia of British Football.
Baca juga: Arena Sejarah Piala Eropa
Berkali-kali calon UEFA dalam pemilihan presiden FIFA gagal menumbangkan Havelange yang berkuasa sejak 1974. Havelange yang didukung CONMEBOL (Konfederasi Sepakbola Amerika Selatan) dan negara-negara Asia dan Afrika mempertahankan kedigdayaannya seiring pemilihan-pemilihan berikutnya di Kongres FIFA 1978 dan 1982.
Namun, kematian tragis eks Presiden FIGC (federasi sepakbola Italia) dan Presiden UEFA, Artemio Franchi, akibat kecelakaan lalu lintas pada 12 Agustus 1983 menyatukan kedua kubu dalam kedukaan. Oleh karenanya, UEFA dan CONMEBOL merancang ajang duel yang mempertemukan jawara masing-masing yang dinamai mendiang Franchi, yakni Artemio Franchi Cup.
Bedanya dari Piala Intercontinental (kini Piala Dunia Antarklub) yang dihelat sejak 1960, ajang Artemio Franchi Cup alias Finalissima (bahasa Italia: Final Akbar) hanya berupa duel final, bukan turnamen. Kontestannya pun bukan klub pemenang European Cup (kini Liga Champions) dan Copa Libertadores, melainkan tim nasional pemenang Piala Eropa dan Copa América.
“Ajang dan trofinya mengusung nama Artemio Franchi yang wafat usai kecelakaan pada 1983 saat ia masih menjabat Presiden UEFA. Ajang ini jadi ajang internasional antara juara Euro dan Copa America,” tulis Djameleddine Feliachi dalam Les Milleurs Footballeurs Brésiliens et Français du 20ème Siècle.
Baca juga: Hajatan Copa América yang Sarat Sejarah
Sesuai kesepakatan UEFA dan CONMEBOL, Artemio Franchi Cup yang punya nama resmi European/South American Nations Cup, diputuskan dihelat 21 Agustus 1985. Prancis bersedia jadi tuan rumahnya dengan venue-nya di Parc des Princes, Paris. Duel perdana Finalissima ini mempertemukan Uruguay selaku kampiun Copa América 1983 dan Prancis yang menjuarai Piala Eropa 1984.
“Juga dalam rangka memperingati Hari Pemuda Internasional pada 1985, UEFA turut mengundang dua pesepakbola muda dari masing-masing 34 anggotanya untuk menyaksikan laga antara Pranvis dan Uruguay di Parc des Pinces itu. Presiden UEFA, Jacques Georges mengatakan: ‘semoga ajang ini bisa menjadi lebih dari sepakbola belaka dan membuat anggota-anggota UEFA juga makin dekat satu sama lain’,” ungkap André Vieli dalam buku UEFA: 60 Years at the Heart of Football.
Di laga itu, Prancis yang dibesut Henri Michel mempertahankan skuad juaranya di Piala Eropa 1984, termasuk trio lapangan tengahnya: Alain Giresse, Jean Tigana, dan Michel Platini yang mengenakan ban kapten. Adapun Uruguay dimotori Jorge Barrios dan Enzo Francescoli.
Dalam duel yang dipimpin wasit Abel Gnecco asal Argentina itu, Prancisl keluar sebagai jawaranya. Kemenangan 2-0 Les Bleus atas Uruguay disumbangkan Dominique Rochetau di babak pertama dan Touré pada interval kedua.
“Saya ingat saat itu begitu menginginkan kemenangan di laga itu karena untuk bermain di Artemio Franchi Cup, Anda harus lebih dulu jadi juara (Piala) Eropa. Itu trofi yang sangat penting bagi saya,” ujar Platini saat sudah jadi presiden UEFA, dikutip laman resmi UEFA, 30 Juli 2008.
Edisi kedua Finalissima digelar di Amerika Selatan, tepatnya di Estadio José María Minella, Mar del Plata, Argentina pada 24 Februari 1993. Ketika itu Finalissima mempertemukan tuan rumah Argentina sebagai kampiun Copa América 1991 dan Denmark sebagai pemenang Piala Eropa 1992.
Baca juga: Piala Super Spanyol Sarat Drama
Pada duel yang diwasiti Sandor Puhl asal Hungaria itu, Maradona, dkk. mendapat perlawanan sengit. Skor mandek 1-1. Argentina baru dinyatakan sebagai pemenangnya setelah menang adu penalti, 5-4, hingga membuat Peter Schmeichel cs. pulang dengan tangan hampa.
“Tetapi itu suatu pengalaman yang menyenangkan buat saya bersama Denmark pada 1993. Saya bermain dalam duel kompetitif melawan Diego Maradona. Ia pahlawan saya dalam hal sepakbola,” kenang Schmeichel dalam One: My Autobiography.
Ajang yang makin populer itu juga jadi cikal-bakal King Fahd Cup yang lantas bertransformasi menjadi Confederations Cup. Namun seiring turnamen yang berada di bawah naungan FIFA itu, Finallisima justru dibubarkan. Baru hampir satu dekade kemudian, Finallisima dihidupkan kembali. UEFA dan CONMEBOL memperbarui kesepakatan mereka pada 2021 untuk kembali menggelar Finalissima dengan nama resmi baru: CONMEBOL-UEFA Cup of Champions.
“Dengan bangga kami me-relaunching trofi prestisius tim nasional untuk para pecinta sepakbola di seluruh dunia,” kata Presiden UEFA Aleksander Čeferin di laman resmi UEFA, 1 Juni 2022.
Baca juga: Tourney Negeri Jiran yang Dicontek FIFA
Di laman yang sama, Presiden CONMEBOL Alejandro Domínguez juga menyampaikan sambutannya. “Dengan menandatangani pembaruan kesepakatan dan ekspansi Memorandum of Understanding ini, kita meletakkan fondasi kerjasama untuk tumbuh dan berkembang lebih jauh,” ujarnya.
Maka ajang Finalissima yang baru pun dihelat di Stadion Wembley, 1 Juni 2022. Laga yang diwasiti Piero Maza asal Chile itu mempertemukan Italia (kampiun Euro 2020) dan Argentina (pemenang Copa América 2021) yang dimenangkan Messi cs. tiga gol tanpa balas.
Kerjasama terus berlanjut. Finalissima 2025 mendatang, jadwal detail antara Spanyol vs. Argentina belum ditentukan UEFA dan CONMEBOL. Kemungkinan besar akan dihelat pada jeda internasional pada Juni atau Juli 2025. Tim mana yang akan Anda jagokan?