Masuk Daftar
My Getplus

Kuil Sepakbola "Kota Abadi" Roma

Stadio Olimpico yang jadi warisan diktator fasis Benito Mussolini masih berdiri gagah. Berulangkali dirombak hingga menjadi stadion berkategori elite UEFA.

Oleh: Randy Wirayudha | 31 Mei 2021
Stadio Olimpico Roma yang kebagian jatah sebagai venue opening ceremony dan partai pembuka Euro 2020 (uefa.com)

PESTA sepakbola Eropa, Euro 2020, yang sempat tertunda akhirnya akan dibuka tirainya pada 11 Juni 2021. Laga Turki kontra Italia yang tergabung di Grup A akan jadi partai perdana. Stadion Olimpico di kota Roma, Italia sudah dikonfirmasi jadi host upacara pembukaannya.

Euro 2020 akan berbeda dari 15 gelaran sebelumnya lantaran yang jadi tuan rumahnya tak hanya satu atau dua negara, melainkan 11 negara di 11 kota. Ide ini digagas Presiden UEFA periode 2007-2015 Michel Platini pada 2012. Sesuai keputusan UEFA pada 2017 silam, Stadio Olimpico akan jadi tuan rumah laga pembuka dan Stadion Wembley, London jadi tuan rumah finalnya pada 11 Juli 2021.

Kendati digelar di masa pandemi masih mengganggu banyak aktivitas masyarakat dunia, UEFA sebagai otoritas sepakbola Eropa memastikan Euro 2020 dihelat dengan gegap-gempita penonton meski terbatas. UEFA sudah menguji coba di laga final Europa League pada 26 Mei 2021 di Stadion Miejski (Polandia) dan final Champions League tiga hari berselang di Estádio do Dragão (Portugal).

Advertising
Advertising

“Hari ini UEFA menerima kabar dari induk sepakbola Italia dan konfirmasi dari pemerintah Italia bahwa pertandingan Euro 2020 yang dijadwalkan di Stadio Olimpico di Roma akan digelar dengan kehadiran penonton. Pemerintah setempat menjamin setidaknya 25 persen kapasitas stadion akan diisi,” demikian pernyataan UEFA di laman resminya, 14 April 2021.

Baca juga: Lautan Manusia di Wembley

Selain tiga partai di Grup A, Stadion Olimpico juga kebagian jatah satu laga perempatfinal pada 3 Juli 2021. Oleh karenanya kini kandang dua klub sekota, SS Lazio dan AS Roma, serta Timnas Italia itu mulai bersolek jelang pesta pembuka dengan tema “Light at the End of Tunnel” yang merupakan harapan agar pandemi segera berlalu.

Stadion Olimpico sendiri sudah dua kali menjamu temnas-timnas dari Eropa. Pertama, saat Italia menjadi tuan rumah Euro 1968; kedua, ketika Italia tuan rumah Euro 1980.

Proyek Kompleks Olahraga Il Duce

Kisah pembangunan kuil sepakbola megah yang beralamat di Viale dei Gladiatori, 00135, Roma itu sejatinya sudah direncanakan sejak lama. Pemerintah kota setempat bahkan sudah membuka lahannya sejak 1901. Namun, pembangunannya baru dimulai pada 1920-an bersamaan dengan megaproyek kompleks olahraga Foro Mussolini yang pasca-Perang Dunia II dinamai Foro Italico.

Foro Mussolini yang berarti “Forumnya Mussolini" merupakan upaya Mussolini untuk membangkitkan kejayaan Italia sebagaimana di era Romawi. Foro di era Romawi lazimnya tersebar di banyak kota besar sebagai pusat kegiatan masyarakat. Mussolini berupaya menirunya sebagai nostalgia masa lalu lewat olahraga demi melahirkan pribadi-pribadi Italia di bawah naungan fasisme.

“Ketertarikan kembali terhadap masa Romawi Kuno juga akibat sejumlah ekskavasi situs-situs Romawi di Roma dan segenap Italia di masa itu, di mana kemudian gaya arsitektur Romawi kembali dikembangkan menjadi arsitektur fasis modern. Arsitektur yang meniru Romawi adalah Foro Mussolini, sebuah kompleks olahraga yang dibangun di utara Roma,” ungkap Han Lamers dan Bettina Reitz-Joosse dalam The Codex Fori Mussolini: A Latin Text of Italian Facism.

Baca juga: Memori Stadio San Siro

Obelisk "MVUSSOLINI DVX" (kiri) dan Stadio dei Marmi (walksinrome.com/Nationaal Archief)

Untuk membangun kompleks olahraganya itu, Mussolini mempercayakan Enrico Del Debbio, arsitek langganan para petinggi fasis. Di antara desain karya Debbio adalah Palazzo Fiat a Via Calabria (gedung pusat pabrik otomotif Fiat) di Via Calabria yang dibangun pada 1923. Debbio juga merupakan konsultan pembangunan Palazzo delle Esposizioni, yang dibangun pada 1931 dalam rangka perayaan satu dasawarsa Revolusi Fasisme.

Sesuai pesanan Mussolini, Debbio merancang Foro Mussolini dengan sejumlah bangunan olahraga yang kental nuansa Romawinya. Pengerjaannya dimulai pada 1927. Academia Fascista della Farnesina (Akademi Pendidikan Olahraga) berikut  sebuah obelisk berbahan marmer setinggi 17,5 meter dan bertuliskan kalimat Latin “MVSSOLINI DVX” (berarti: “Pemimpin Mussolini”) menjadi bangunan pertama yang rampung.

Baca juga: Tahun Baru Nahas di Stadion Ibrox

Lantaran Foro Mussolini jadi megaproyek menjelang pengajuan Italia jadi tuan rumah Olimpiade 1940, beragam arena olahraga pun dibangun di dalamnya. Salah satunya Stadio dei Marmi, arena atletik yang dikelilingi 60 patung manusia bertubuh atletis era Romawi karya 24 pemahat. Tak lupa, Mussolini memesan satu stadion megah khusus olahraga paling populer.

“Stadionnya dibangun untuk memberikan ibukota dengan citra kota olahraga, menyimbolkan keunggulan yang diberikan sang pemimpin Italia yang sedang mengejar identitas nasional fasis. Konstruksi stadionnya dimulai pada 1928 di bawah arahan arsitek Luigi Walter Moretti. Stadionnya dinamai Stadio dei Cipressi (Stadion Pohon Cemara),” tulis Gary Armstrong dalam Football, Fascism, and Fandom: The UltraS of Italian Football.

Stadio dei Cipressi saat baru rampung pada 1932 (kiri) dan setelah renovasi pada 1937 (l'Ultimo Uomo)

Pembangunan Stadio dei Cipressi rampung dan dibuka pada 1932. Namun, kala itu bentuknya masih sekadar lapangan sepakbola yang dikelilingi tribun satu tingkat melingkar (Tribuna Monte Mario) berkapasitas 35 ribu orang sehingga mirip arena pacuan kuda.

Stadio dei Cipressi kemudian direnovasi pada 1937. Duet arsitek Del Debbio dan Moretti menambahkannya sejumlah pilar batu bata dan tribunnya ditambah setingkat sehingga menjadi berkapasitas 65 ribu orang. Kapasitas itu menyelamatkan muka Mussolini kala menghelat parade di stadion dalam menjamu Adolf Hitler saat berkunjung ke Roma pada Mei 1938.

Sarang Elang dan Serigala Kota Abadi

Sebagaimana banyak stadion di Eropa, Stadio dei Cipressi sempat jadi lahan parkir kendaraan militer. Saat Perang II masih berkecamuk, ia jadi parkiran ranpur militer Italia. Pasca-pembebasan Roma, 5 Juni 1944, ia jadi parkiran ranpur militer Inggris dan Amerika Serikat. Lima tahun pasca-Perang Dunia II, Stadio dei Cipressi diperbaiki dan diperbesar lagi dalam rangka pengajuan diri Italia menjadi tuan rumah Olimpiade 1960.

“Pada Desember 1940 arsitek Carlo Roccatelli dan Annibale Vitellozzi dari Dewan Tinggi Pekerjaan Umum memperbesar stadion dengan struktur yang lebih kompleks. Setelah rampung 1953 stadionnya berubah nama jadi Stadio dei Centomila (Stadion 100 Ribu) merujuk pada peningkatan kapasitasnya,” sambung Armstrong.

Baca juga: AS Roma Darah Daging Fasisme Italia

Stadio dei Centomila penuh sesak dengan 100 ribu penonton kala dibuka pada 17 Mei 1953 dangan perhelatan laga persahabatan Italia kontra Hungaria. Tetapi menjelang Olimpiade 1960, stadion tersebut dirombak lagi. Tribun paling dasar dihilangkan sehingga kapasitasnya kembali berkurang, menjadi 65 ribu orang. Nama stadion pun diubah jadi Stadio Olimpico.

Di tahun yang sama, dua klub seteru yang berdiam kota berjuluk “La Citta Eterna” (kota abadi), SS Lazio dan AS Roma SS “kompak” pindah dari markas sebelumnya masing-masing ke Stadio Olimpico sejak musim 1953/1954 sampai sekarang. Selain jadi sarang klub berjuluk “Serigala Roma” dan “Elang Roma”, seringkali Timnas Italia pun menjamu tamu-tamunya di Olimpico.

Stadio Olimpico setelah renovasi 1953 (atas) dan jadi venue tuan rumah Olimpiade 1960 (bawah) (storiadellaroma.it/olympics.com)

Kuil sepakbola itu kembali berbenah menjelang Piala Dunia 1990. Vitellozzi kembali dipercaya mengarsiteki perombakan dari 1987 hingga 1990 itu. Tidak hanya direnovasi, Stadio Olimpico diratakan dengan tanah lalu dibangun kembali dengan struktur berbeda. Sementara Olimpico dibenahi, AS Roma dan Lazio terpaksa mengungsi ke Stadio Flaminio.

“Untuk melestarikan keterkaitan arsitektur dengan fasilitas olahraga lainnya di Foro Italico, teras terluar Travertine-nya yang menghadap Sungai Tiber harus diubah dengan desain baru. Setelah melalui perdebatan panjang, proyeknya diajukan pada April 1987. Gagasannya untuk meningkatkan tribun dengan kapasitas minimal 80 ribu kursi. Tribunnya juga akan dipasangi atap transparan dengan rangka baja,” ungkap Ulrich Fürst dalam The Architecture of Rome: An Architectural History in 400 Individual Presentations.

Baca juga: Stadion Metropolitano dan Warisan Masa Lalu

Setelah revisi desain pada Mei 1988, tribun bawah, aula-aula pengunjung, perkantoran di dalam stadion, serta sejumlah lounge stadion ditambahi pagar plexiglas agar stadion bisa digunakan untuk fungsi lain selain aktivitas olahraga. Penggunaan atap transparan sendiri batal diwujudkan karena diganti atap baja melingkar berwarna putih menyerupai atap Colosseum.

“Sudut-sudut tribunnya juga diubah menjadi lebih dekat dengan lapangan, berjarak sembilan meter; kursi-kursi kayu panjang diganti kursi-kursi berbahan plastik tanpa sandaran dan dua layar besar dipasang untuk keperluan penyiaran televisi. Kapasitas stadionnya berubah lagi menjadi 82 ribu hingga menjadikannya stadion terbesar ke-14 dunia dan jadi stadion terbesar kedua di Italia setelah Stadio Giuseppe Meazza di Milan,” kata Armstrong.

Sejak 1953 Stadio Olimpico jadi kandang Lazio dan AS Roma (sslazio.it/asroma.com)

Di Piala Dunia 1990, Stadio Olimpico menggelar tiga laga penyisihan grup serta satu partai perdelapan final, perempatfinal, dan partai final yang mempertemukan Argentina kontra Jerman Barat.

Terakhir, pada 2008, Stadio Olimpico mengalami modernisasi menjelang terpilih sebagai tuan rumah final Champions League, 27 Mei 2009. Proyeknya menyesuaikan permintaan UEFA agar Stadio Olimpico dioperasikan Sport e Salute, sebuah institusi olahraga dan kesehatan di bawah Kementerian Keuangan Italia, untuk meningkatkan standar keamanannya. Hasilnya, kapasitas Stadion Olimpico berkurang menjadi 70 ribu penonton. Sementara, kursi plastiknya diperbarui, pagar plexiglas-nya dihilangkan, toiletnya diperbanyak, dan ruang ganti serta ruang medianya direnovasi menjadi lebih layak. Dua layar besar di ujung utara dan selatannya diganti dari layar analog menjadi layar LED demi menjadikan Olimpico masuk jajaran stadion kategori elit UEFA.

Baca juga: Stadion Luzhniki Ikon Kejayaan Negeri Tirai Besi

TAG

stadion sepakbola piala eropa

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia