Masuk Daftar
My Getplus

Gaung Maung di Pentas Sejarah

Kiprah Persib terus mewarnai persepakbolaan tanah air.

Oleh: Randy Wirayudha | 27 Apr 2018
Persib Bandung di era modern hampir senantiasa tampil sebagai langganan kandidat juara. (liga-indonesia.id).

BELUM lagi laga Persib kontra Persija dihelat, psywar kedua kubu mengenai pertandingan Liga 1 di Stadion Gelora Bung Karno 28 April 2018 mendatang itu sudah ramai. Bak Tom & Jerry, kedua klub merupakan musuh bebuyutan sejak lama. Walau pada akhirnya duel klasik di pengujung pekan ini mesti ditunda hingga 30 Juni 2018.

Padahal, di masa pergerakan kemerdekaan, Persib dan Persija (kala itu masih bernama Voetbalbond Indonesia Jacatra/VIJ) bersama Vortenlandsche Voetbalbond Sala (kini Persis Solo), Persatoean Sepakbola Mataram (PSIM Yogyakarta), Indonesische Voetbalbond Magelang (PPSM Magelang), Madioensche Voetbalbond (PSM Madiun) dan Soerabajasche Indonesia Voetbalbond (Persebaya) bahu-membahu mendirikan PSSI pada 19 April 1930.

Baca juga: Maung Bandung Tersandung

Advertising
Advertising

Persib dan Persija berbeda usia lima tahun. Cikal-bakal Persib berdiri tahun 1923 dengan nama Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). Klub yang diketuai Mr. Syamsudin ini dibentuk untuk menyaingi Bandoengsche Voetbal Bond (BVB), klub di bawah naungan Belanda yang lahir pada 1914 dan berganti nama jadi Voetbalbond Bandoeng en Omstreken (VBBO) pada Desember 1935.

BIVB sempat diasuh R. Atot, putra tokoh perempuan nasional Dewi Sartika. Markas pertama BIVB bertempat di Lapangan Tegallega. BIVB, sebagaimana ditulis Mohammad Achwani dalam Catatan Lintasan Sejarah Persib 14 Maret 1933-1993, kemudian berganti nama menjadi PSIB (Persatoean Sepakbola Indonesia Bandoeng). Perubahan itu tak lepas dari pengaruh Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Para tokohnya memilih menggunakan nama yang berbahasa Indonesia.

Kebetulan, di Bandung kala itu eksis juga klub nasionalis lain, NVB (National Voetbalbond). “PSIB dan NVB kemudian dipersatukan pada (tanggal 14) bulan Maret 1933 dan bond baru ini diberi nama Persib (Persatoean Sepakraga Indonesia Bandoeng),” terang mantan Komisaris PSSI Jawa Barat R. Ibrahim Iskandar dalam buku Pasang Surut 40 Tahun Persib.

Namun, mereka masih menggunakan nama PSIB dalam kompetisi Perserikatan 1933. Majalah Pandji Poestaka terbitan 1934, misalnya, mencatat nama PSIB masih menjadi bagian dari 15 anggota PSSI.

Terlepas dari persoalan nama, para pengurus Persib di bawah pimpinan Anwar St. Pamoentjak lalu membujuk 11 klub lokal (Diana, HBOM, JOP, Malta, Matahari, Merapi, OVU, RAN, Siap, Singgalang, Soenda) agar bersedia bernaung di bawah Persib. Upaya yang didukung tokoh nasional Oto Iskandar Dinata itu bertujuan untuk mengatasi kendala pemain dan dana dalam rangka menghadapi kompetisi.

Baca juga: Robby Darwis yang Legendaris

Namun di sisi lain, upaya perekrutan itu memicu persaingan keras antara sepakbola bumiputra (Persib) melawan sepakbola Belanda (VBBO) dalam merebut hati publik Bandung. Perlahan tapi pasti, minat penonton pindah ke Persib. Pertandingan-pertandingan VBBO pun sepi penonton. VBBO lantas vakum di zaman pendudukan Jepang (1942-1945) karena Jepang melarang semua yang berbau Belanda.

Era Jepang dan Kemerdekaan

Sempat vakum karena masuknya Jepang, Maret 1942, Persib malah mendapat wewenang Jepang untuk mengelola sepakbola di Bandung di bawah IGB (Ikatan Gerak Badan). Suratkabar Tjahaja 25 Desember 1942 mencatat, Ketua Persib Anwar St. Pamoentjak dipercaya menduduki jabatan Urusan Lapang dan Sepakraga.

Pada 1943, IGB Persib digabungkan dengan GELORA (Gerakan Latihan Olahraga). “Sesuai dengan kehendak pimpinan Gelora supaya di tanah Jawa dan Madura sebaiknya hanya terdapat satu perkumpulan olahraga saja, maka pengurus IGB Persib sudah memutuskan untuk melebur IGB Persib kemudian dijadikan Gelora bagian sepakraga,” tulis Tjahaja, 3 Juni 1943.

Baca juga: Final Fenomenal di Senayan

Semasa Revolusi (1945-1949), Persib di bawah asuhan Dr. Musa, Munadi, H. Alexa, dan Raden Sugeng kembali “perang” melawan VBBO yang coba dihidupkan kembali oleh NICA. Persib menang lantaran masyarakat Bandung sudah kadung cinta Persib. Revolusi juga membuat markas Persib berpindah-pindah hingga ke ibukota Yogyakarta, tempat Kompetisi Perserikatan 1948 dihelat.

Last Team Standing

Persib bisa pulang kampung tahun 1950. Kekuatannya bertambah dengan masuknya klub Young Men’s Combination Chung Hua, Unitspanning Na Inspanning (UNI), dan Sport in de Open Lucht is Gezond (Sidolig). Mereka menyeberang ke Persib menyusul bubarnya klub Persatuan Sepakraga Bandung dan Sekitarnya (PSBS) yang merupakan kelanjutan dari VBBO.

Baca juga: Viking, Antara Lawan dan Kawan

Menjelang Indonesia Super League (ISL) 2009-2010, yang mengharuskan tiap klub memiliki badan hukum, Persib berganti status dari amatir menjadi profesional. Dana APBD tak lagi menghidupi Persib. Situs resmi klub, persib.co.id, menyebutkan, mulai 2009 Persib berada di bawah naungan PT Persib Bandung Bermartabat pimpinan H. Umuh Muchtar.

Kini, Persib berada di tangan konglomerat Glenn Sugita. Dialah yang mendatangkan dua bintang mahal musim lalu: Michael Essien dan Carlton Cole. Essien digaji Rp11 miliar setahun dan Cole sebagai marquee player digaji sekitar Rp5 miliar.

Rangkaian Prestasi

Sejak masih bernama BIVB dan kemudian PSIB, Persib berada di bawah bayang-bayang Persija. Di kompetisi Perserikatan 1933, Persib hanya runner-up di bawah Persija. Baru tahun 1937 klub kebanggaan Kota Bandung itu merengkuh gelar juara pertamanya. Prestasi itu baru bisa diulangi di musim 1961.

Di turnamen “tak resmi”, Persib sempat juara pada September 1950. Di final kejuaraan dalam perayaan Kongres PSSI itu Persib mengalahkan Persebaya 2-0.

Baca juga: Bobotoh, Suporter Militan yang Patut Dicontoh

Prestasi Persib terbilang labil. Klub ini bahkan sempat terdegradasi ke Divisi I alias gagal masuk lima besar Divisi Utama Perserikatan gegara kalah 1-2 dari Persiraja di laga playoff, 27 Januari 1978. “Dengan kemenangannya ini, Persiraja berhak maju ke Kejuaraan Nasional Utama PSSI bersama-sama dengan Persija, Persebaya, PSM, dan PSMS Medan. Sedangkan Persib harus mulai lagi dari tingkat bawah,” tulis Pikiran Rakyat, 28 Januari 1978.

Hanya bisa menjadi raja runner-up pada 1980-an, Persib berhasil mencapai masa keemasan di era 1990-an. Setelah menjuarai Perserikatan musim 1990, Persib kembali juara pada 1994 sekaligus mencatatkan namanya sebagai penutup juara Perserikatan. Pada 1995, Persib menjadi pencicip pertama juara Liga Indonesia –gabungan kompetisi Perserikatan dan Galatama. Di era ISL sampai Liga 1, Persib baru mengoleksi gelar pada 2014. Di mancanegara, Persib baru bisa membawa pulang satu trofi, Sultan Brunei Cup, pada 1986.

TAG

sepakbola persib

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia