Sebelum Candi Borobudur atau Prambanan berdiri megah, situs-situs kecil yang tersebar di pesisir utara Jawa telah lebih dulu menerima pengaruh Hindu-Buddha. Namun, keberadaannya tak banyak diperhatikan.
“Pemerintah juga turis lebih tertarik dengan situs besar, mungkin karena mudah dijual. Padahal, dari situs-situs kecil juga dapat diketahui bagaimana lingkungan sosial budaya masa Hindu-Buddha berlangsung karena situs-situs kecil itu lebih luwes menerima perubahan,” kata Veronique Degroot, arkeolog dan peneliti Lembaga Penelitian Prancis untuk Kajian Timur Jauh (EFEO) di IFI, Jakarta, Rabu (15/11).
Veronique mengatakan pesisir utara Jawa lebih mungkin menjadi tempat persinggahan awal datangnya pengaruh India. Sebab, pesisir selatan Jawa memiliki ombak yang terlalu kencang. Itulah mengapa di utara banyak pelabuhan termasuk pada awal masa klasik.
Baca juga: Selamatkan Situs Sekaran di Proyek Tol Pandaan-Malang
Pada 2012, Veronique bersama Agustijanto Indrajaya, arkeolog Puslit Arkenas (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), melakukan survei lapangan berbekal foto zaman Belanda, arsip kepustakaan, dan arsip lokal. “Kami tidak berharap dapat situs sebesar Borobudur. Kami hanya ingin melihat landscape kebudayaan kala itu. Bagaimana India mempengaruhi Jawa,” kata Veronique.
Survei itu berhasil menemukan 30-an situs yang tersebar dari Brebes hingga Rembang. Ini temuan baru, sebelumnya hanya sekira 8-11 situs. Misalnya, mereka menemukan batu candi dari abad 8-9 di Kepyar, Batang, Jawa Tengah. Sayangnya, penduduk setempat menggunakan batu itu sebagai nisan. Batu berelief dari candi ditemukan di Cebur, Semarang, namun dijadikan pot bunga. Bagian kemuncak (ratna) candi digunakan untuk menghias ujung-ujung pagar rumah. Bata kuno dari abad 9-10 di Bantarbolang, Tegal, dihancurkan untuk pengeras jalan dan jembatan menuju kebun tebu.
Di Kentengsari, Kendal, batuan candi dijadikan pondasi sebuah rumah. Fragmen keramik Cina abad 9 hancur ketika warga menggarap ladangnya. “Kami terlambat sampai di sana. Tapi tak apa, tetap kami masukkan ke peta,” ujar Veronique.
Baca juga: Permukiman Kuno di Proyek Tol Pandaan-Malang
Mereka juga menemukan cukup banyak benda logam di Yosorejo, Pekalongan, yang berfungsi sebagai alat upacara. Ada tiga buah bel yang biasa digunakan pendeta dari sekira abad 11.
Bukan cuma temuan lepas, ada beberapa titik yang potensial untuk diekskavasi. Setelah Veronique dan timnya mendapati gundukan tanah, Puslit Arkenas melakukan penggalian dan mendapati struktur pondasi candi di daerah Mijen, Semarang.
Veronique juga menyaksikan bekas candi di tengah kebun di Lumbleng, Kendal, berupa fragmen makara dan umpak yang tergeletak begitu saja. “Ini jelas bagian candi. Saya harap Puslit Arkenas ekskavasi ini,” katanya.
Permukiman Kuno
Dari persebaran situs-situs kecil itu, terlihat kalau Hindu-Buddha tidak berkembang di satu area. Di Desa Sojomerto, Batang, sudah lama ditemukan Prasasti Sojomerto yang sangat penting karena menyebut nama Sailendra.
Prasasti yang diperkirakan dari abad 7-8 itu bukan satu-satunya penanda kehidupan sosial di kawasan itu. Ada Balekambang yang dekat dengan pantai. Ada juga Pejaten dan Deles. Semua tempat itu berkaitan dan dihubungkan dengan sungai. Menariknya, tempat-tempat itu menyimpan bukti masa awal pengaruh India.
Di Pejaten, terdapat arca Ganesha yang cirinya tak biasa. Ia tak bermahkota. Bukan karena rusak, tapi memang tak punya. Sikap duduknya, satu kaki menapak, kaki lainnya bersila. Sementara Ganesha di Jawa Tengah selalu ditemukan bermahkota. Sikap duduknya pun bersila.
Baca juga: Proyek Tol Pandaan-Malang dan Kerajaan Bawahan Majapahit
“Nah, seni awal di India abad 6-7 itu seperti yang di Pejaten. Ini pengecualian. Ini pun semasa dengan Sojomerto,” kata Veronique.
Di Balekambang, Puslit Arkenas menemukan pemandian kuno. Situs petirtaan ini menggunakan saluran air dari batu. Di dekatnya ditemukan bekas candi. Ini petirtaan sakral yang banyak ditemukan di Jawa.
Temuan di wilayah Batang juga memperlihatkan adanya permukiman kuno abad 7-9, di luar pusat ibukota di wilayah Magelang dan sekitarnya. Ditambah lagi dengan temuan fragmen keramik yang begitu padat pada kedalam 80 cm di dekat situs pemandian itu.
“Ini permukiman abad 7-9. Jaraknya 2 km dari pesisir utara. Mungkin dulunya di sana ada pelabuhan kuno,” jelas Veronique.
Baca juga: Utamakan Nilai Ekonomi, Ancaman Bagi Situs Bersejarah
Sayangnya, belum bisa diketahui lebih jauh apakah kondisi sosial di kawasan itu berbeda dengan di pusat. Selain hanya sedikit prasasti yang ditemukan, tak banyak temuan situs permukiman sebagai perbandingan, khususnya era Mataram Kuno.
Veronique mengakui penelitiannya belum selesai. Masih banyak yang perlu diungkap terkait tinggalan arkeologis Hindu-Buddha di wilayah pesisir utara Jawa.
“Ini adalah awal dari penelitian situs-situs di pesisir utara Jawa,” katanya.