Masuk Daftar
My Getplus

Tiga Kitab Ali Moertopo

Pondasi dasar sistem politik dan ekonomi Orde Baru diletakkan oleh Ali Moertopo. Pemikirannya terangkum dalam tiga buku ini.

Oleh: Budi Setiyono | 12 Okt 2017
Ali Moertopo menutup acara Festival Film Indonesia di Jakarta pada 1982. (Wikimedia Commons).

Ali Moertopo salah satu jenderal terpenting dalam kelompok inti di sekitar Presiden Soeharto. Dia berperan penting dalam perumusan, pembentukan dan pemantapan kerangka format politik Orde Baru.

Pemikiran-pemikirannya terangkum dalam tiga buku, yaitu Dasar-dasar Pemikiran tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun; dua karya lainnya lebih merupakan rangkuman dari pencapaian itu.

Cetak Biru Orde Baru

Dasar-dasar Pemikiran tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun. CSIS, 1973

Advertising
Advertising

Buku ini merupakan rangkuman ceramah, diskusi, dan wawancara dengan Ali Moertopo. Isinya dibuka dengan uraian cita-cita proklamasi yang belum terwujud akibat penyelewengan terus-menerus terhadap Pancasila dan UUD 1945, Ali menekankan kondisi-kondisi utama bagi pembangunan nasional.

Indonesia memiliki peluang dan tantangan terkait kekayaan alam, jumlah penduduk, struktur ekonomi, angkatan kerja, tidak meratanya pendidikan, hingga hambatan mental. Dia menekankan perlunya stabilitas politik dan ekonomi. Untuk itu diperlukan peningkatan kegiatan pembangunan, suatu akselerasi.

Baca juga: Soemitro dan Ali Moertopo, Kisah Duel Dua Jenderal

Dia menyebut, sasaran strategi dalam bidang ekonomi meliputi: peningkatan pendapatan nasional menjadi dua kali lipat dalam jangka 25 tahun mendatang, defisit neraca pembayaran, minimnya pengangguran, tumbuhnya usahawan nasional, dan distribusi pendapatan yang merata.

Dalam bidang politik, tujuannya adalah penataan kembali kehidupan politik, pengorganisasian kekuatan sosial-politik, struktur politik, serta secara perlahan membina cara berpikir dan mental politik. “Dengan demikian tidak terulang kenyataan di mana pembangunan justru dikorbankan demi kepentingan politik yang sama sekali tidak berhimpit dengan kepentingan pembangunan.”

Diharapkan, tulis Ali, dalam pemilu 1976 hanya terdapat tiga tanda gambar: dua dari kelompok partai dan satu dari Golkar.

Gagasan penyederhanaan partai sudah digagas Ali sejak 1968. Gagasan ini kemudian direalisasikan dengan fusi partai-partai politik: yang bercorak Islam berfusi jadi Partai Persatuan Pembangunan dan yang nasionalis jadi Partai Demokrasi Indonesia.

Baca juga: Riwayat Tangan Kanan Ali Moertopo

Dia juga menekankan konsep floating mass atau massa mengambang, yang berarti masyarakat tak terikat secara permanen dalam keanggotaan suatu partai politik. Tujuannya agar rakyat, terutama di pedesaan yang belum tersentuh modernisasi dan belum dapat berpikir rasional, tak terlibat dan terombang-ambing dalam pertentangan politik dan ideologi dari partai politik. “Untuk itu wajarlah bila kegiatan partai politik dibatasi sampai daerah tingkat II. Di sinilah letak makna dan tujuan dan proses depolitisasi dan deparpolisasi bagi desa-desa.”

Pemikiran Ali Moertopo ini kemudian dipakai sebagai kebijakan pemerintahan Soehato. Ia juga dijadikan strategi Pembangunan Jangka Panjang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tiga buku pemikiran Ali Moertopo yang diterbitkan CSIS.

Golkar dan ABRI

Strategi Politik Nasional. CSIS, 1974

Buku ini bisa disebut jejak rekam strategi politik yang sudah diambil sejak awal Orde Baru, dari penghancuran PKI hingga upaya mengembalikan stabilitas politik dan rencana pembangunan nasional. Menurut Ali Moertopo, Orde Baru berhasil di bidang ideologi, politik, sosial, kebudayaan, dan ekonomi.

“Di samping keberhasilan itu, muncul pula isu-isu yang dipengaruhi oleh model demokrasi ala Barat.” Misalnya, UU Pemilu yang kurang demokratis dan dwifungsi ABRI yang menghambat tumbuhnya demokrasi. Selain itu masalah HAM, penegakan hukum, korupsi, dan penanaman modal asing. Ali tak menjawab semuanya.

Baca juga: Ketika Ali Moertopo, Asisten Pribadi Presiden Soeharto Berkuasa

Pembahasan UU Pemilu berjalan alot, memakan waktu satu setengah tahun. Kekecewaan muncul karena UU menghalangi berdirinya partai-partai politik baru. Namun, menurut Ali, UU Pemilu disusun bukan semata untuk teknik penggarisan aturan main tapi juga mengoptimalkan hasil pemilu: menjamin stabilitas nasional. Selain itu, pemilu dan UU-nya, “bukan harus berasumsi pada bentuk demokrasi yang dicita-citakan melainkan harus dilihat sebagai suatu patokan (mijpaal) dalam keseluruhan usaha dan proses demokrasi masyarakat.”

“Pemilihan Umum 1971 merupakan kunci hari depan negara RI. Hasilnya akan menentukan kemenangan atau kekalahan Orde Baru, tetap atau diubahnya Negara Pancasila.”

Ali menyebut Golkar sebagai satu-satunya kekuatan sosial politik dengan ideologi Pancasila, di luar pengkotak-kotakkan ideologi Nasakom, serta berorientasi pada program pembangunan. Golkar adalah wadah bagi pegawai negeri, yang belum mampu menjadi penyalur dan penghubung antara pemerintah dan massa. Dia juga menekankan pentingnya ABRI dan fungsi kekaryaannya untuk mencegah disintegrasi dan menjamin tegaknya negara kesatuan.

Memenangkan Kebudayaan

Strategi Kebudayaan. CSIS, 1978

Dalam buku ini Ali Moertopo mengurai sejarah kebudayaan masyarakat Nusantara hingga akhir 1970. Kesimpulannya: masyakarat Nusantara harus mampu menyelesaikan tugas akulturasi dengan memperkuat dan memperkaya perkembangan ekonomi, teknologi, dan pengetahuan. Jika dijalankan, masyarakat Nusantara melaksanakan akulturasi modern, akulturasi ketiga setelah pengaruh Hindu dan Islam.

Baca juga: Yoga Sugomo dan Ali Moertopo Mencoba Melengserkan Soeharto

Agar berjalan dengan baik, diperlukan kepemimpinan yang mantap dan pendidikan yang menjadi prioritas kedua dan ketiga. “Semua itu dalam rangka mewujudkan proses akulturasi dan proses enkulturasi.”

Menurut Ali, strategi kebudayaan pada hakikatnya adalah strategi perjuangan, yang mungkin akan menghadapi rintangan karena perbedaan persepsi hingga kepentingan atau adanya konflik sosial dan budaya. Di sinilah pentingnya enkulturasi sebagai proses mendalami, menanamkan, menghayati nilai-nilai hidup masyarakat Nusantara, yang sudah terdapat dalam Pancasila. Penghayatan Pancasila bisa menjadi kekuatan kultural di masyarakat.

TAG

ali moertopo orde baru buku

ARTIKEL TERKAIT

Djohan Sjahroezah Bergerak di Bawah Tanah Belajar Membaca dari Bung Hatta Wanita (Tak) Dijajah Pria Sejak Dulu? Revolusi Kemerdekaan Indonesia yang Memicu Gerakan Global Nyanyi Sunyi Ianfu Lima Tokoh Bangsa Bibliofil Melawan Sumber Bermasalah Kisah Polisi Kombatan di Balik Panggung Sejarah Saatnya Melihat Indonesia dari Beraneka Sudut Pandang Jejak Langkah Gusmiati Suid