Masuk Daftar
My Getplus

Saul, Raja Israel yang Berakhir di Tangan Bangsa Filistin

Bangsa Israel pertama kali memasuki pemerintahan raja-raja di bawah Raja Saul. Periode pemerintahan Saul adalah masa yang penuh dengan peperangan.

Oleh: Martin Sitompul | 05 Nov 2023
Lukisan tentang Raja Saul yang ditenangkan lewat alunan musik kecapi yang dimainkan Daud karya Ernst Josephson, 1878. (Nationalmuseum/Wikimedia Commons).

Setelah berhasil mengalahkan Goliat, Daud terus berperang menghadapi bangsa Filistin di bawah pimpinan Raja Saul. Dalam setiap pertempuran, Daud selalu meraih kemenangan. Ketika pulang dari medan perang, segenap rakyat Israel dari penjuru kota keluar menyongsong rombongan Raja Saul. Para perempuan menari-nari sambil bernyanyi. Dengan bersuka ria, mereka menabuh rebana yang berbunyi gemerincing.

“Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa,” perempuan Israel bersenandung sahut-menyahut.

Tempik sorak kemenangan itu justru mendatangkan mendung di dalam hati Saul. “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkan beribu-beribu,” demikian pikirnya seperti tercatat dalam 1 Samuel 18:7. Sejak itulah Saul mendengki kepada Daud.

Advertising
Advertising

Baca juga: Di Balik Kemenangan Daud atas Goliat

Saul adalah raja pertama bangsa Israel kuno. Sebelumnya, bangsa Israel dipimpin seorang hakim yang bertindak sebagai pengatur atas 12 suku Israel sejak memasuki tanah Kanaan. Menjelang pengurapan Saul, bangsa Israel dalam keadaan terdesak oleh ancaman bangsa-bangsa lain, terutama bangsa Filistin. Sementara itu, hakim terakhir bangsa Israel Samuel sudah semakin sepuh untuk memimpin rakyat apalagi bertempur. Kedua anak Samuel juga dipandang sebagai hakim yang korup.

Orang-orang Israel kemudian menuntut Samuel untuk menghadirkan seorang raja di antara mereka. Selain sebagai pemimpin, keberadaan seorang raja akan menyejajarkan Israel dengan bangsa-bangsa lain. Peringatan Samuel bahwa seorang raja akan menuntun Israel ke dalam peperangan dan penindasan tidak begitu digubris. Pilihan untuk sosok raja itu jatuh kepada Saul, putra Kish yang berasal dari Suku Benyamin.  

Menurut sejarawan Susan Wise Bauer, di balik tuntutan untuk diperintah seorang raja, bangsa Israel agaknya terpikat pada bangsa Mesir, satu-satunya kerajaan yang dapat memukul telak orang Filistin. Mereka ingin menjadikan seorang keturunan Benyamin bernama Saul sebagai raja dan panglima. Agar dengan demikian, Saul dapat memimpin mereka menuju kemenangan militer.

“Walaupun diberikan peringatan, Saul dielu-elukan sebagai raja dan panglima. Seketika itu juga ia mulai menyusun serangan melawan orang Filistin,” catat Susan dalam Sejarah Dunia Kuno: Dari Cerita-cerita Tertua sampai Jatuhnya Roma.

Baca juga: Goliat yang Gagah dari Filistin

Saul digambarkan sebagai orang muda yang elok rupanya. Kitab 1 Samuel 9: 2 menekankan bahwa tiada seorangpun di antara orang Israel yang lebih elok daripada Saul. Dari bahu ke atas, Saul lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya.

Kecakapan Saul dalam memimpin dibuktikannya ketika membebaskan penduduk kota Yabes-Gilead dari kepungan bangsa Amon. Saat itu, bangsa Amon berusaha merebut Yabes-Gilead yang terletak di sebelah timur Sungai Yordan. Saul bertindak cepat dengan memobilisasi suku-suku Israel dalam waktu singkat dan membebaskan kota tersebut. Peristiwa itu melambungkan nama Saul. Dalam suatu upacara di Gilgal, Saul dikukuhkan sebagai raja Israel pertama.

Setelah penobatannya, Saul berperang menghadapi bangsa-bangsa musuh Israel. Kendati prajuritnya lebih banyak dihimpun dari sukarelawan, Saul mencatatkan kemenangan gemilang atas Moab, bani Amon, Edom, dan raja-raja negeri Zoba. Dari semuanya, peperangan menghadapi bangsa Filistinlah yang paling hebat dan meletihkan Saul.

Bangsa Filistin menguasai teknologi pengolahan besi dan logam. Itulah sebabnya orang Israel kesulitan memperoleh senjata perang. Hanya Saul dan putra sulungnya, Yonatan, yang memiliki senjata lembing di antara orang Israel. Orang-orang Filistin juga menguasai sebagian tanah Israel. Gibea yang menjadi kota Saul bahkan sempat diduduki orang-orang Filistin. Situasi berubah sewaktu Yonatan mengalahkan dan mengusir orang-orang Filistin dari Gibea. Ibukota pemerintahan Saul di Gibea, menurut catatan para arkeolog, merupakan benteng pedesaan yang sederhana. 

Baca juga: Tokoh Yosua dalam Alkitab

Selain Yonatan, yang mengepalai sejumlah angkatan perang, Saul dibantu oleh sejumlah pemuka. Abner, saudara sepupunya, menjadi panglima perang. Sementara itu, Samuel yang mengurapi Saul berperan sebagai penasehat spiritual terpercaya. Adapun seorang gembala bernama Daud ditugaskan melayani Saul sebagai pemain kecapi dan pembawa senjata.

Penulis sejarah Israel David F. Hinson mencatat seluruh masa pemerintahan Saul adalah masa yang penuh dengan peperangan. Bangsa Filistin terus-menerus menjadi ancaman bagi bangsa Israel. Di samping itu, musuh-musuh Israel yang lain pun semakin meningkatkan kegiatan mereka di Palestina. Kitab 1 Samuel 15 menggambarkan pecahnya perang antara Israel melawan bangsa Amalek, salah satu suku pengembara di padang gurun. Hal ini membuat Saul harus terus memimpin pasukannya dari peperangan yang satu ke peperangan yang lain.

“Keadaan seperti ini jelas menguras tenaga dan pikirannya, membuat ia semakin lama semakin mengalami ketegangan jasmani dan kejiwaan yang amat dalam sehingga akhirnya ia menunjukkan gejala depresi yang kuat,” ungkap Hinson dalam History of Israel.

Baca juga:Melacak Akar Bipolar

Sementara itu, menurut teolog J. Blommendaal dalam Pengantar Kepada Perjanjian Lama, setelah bertahun-tahun menjadi raja, Saul menderita penyakit murung (melankoli). Penyakit tersebut hanya bisa diredakan jika dia mendengar musik kecapi. Saul menjadi lekas panas hati, terlebih setelah Daud muncul sebagai pahlawan dalam mengalahkan Goliat. Alkitab mencatat Saul beberapa kali berupaya membunuh Daud. Kendati demikian, Daud menghindari suatu perang terbuka dengan Saul. Daud tetap menghargai Saul sebagai raja yang diurapi untuk memimpin bangsa Israel.

Kejatuhan Saul ditandai oleh sejumlah peristiwa perselisihannya dengan Samuel. Mulai dari kelancangan Saul mengambil alih peran Samuel untuk mempersembahkan korban bakaran. Kemudian, Saul juga merasa berhak memutuskan apa yang harus diperbuat terhadap para tawanan, binatang dan harta benda yang dirampas dalam peperangan dengan bangsa Amalek. Padahal, Samuel memerintahkannya untuk menumpas habis bangsa Amalek tanpa sisa. Samuel menyatakan bahwa Saul telah kehilangan perkenan Tuhan. 

Dalam pertempuran terakhir dengan bangsa Filistin di Lembah Yizreel, pasukan Saul mengalami kekalahan. Ketiga putra Saul, yaitu Yonatan, Abinadab, dan Malkisua gugur dalam pertempuran. Saul yang luka berat akibat terkena panah pejuang Filistin kemudian memilih mati bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya ke atas pedang. Keesokan harinya, orang-orang Filistin menemukan jenazah Saul bersama ketiga anaknya di Pegunungan Gilboa. Mereka kemudian memancung kepala Saul dan merampas senjata-senjatanya. Orang-orang Yabes-Gilead susah payah berjuang mengambil mayat Saul dan ketiga anaknya untuk dimakamkan di Yabes.

Baca juga: Eleazar, Imam Besar Bangsa Israel

Masa pemerintahan Saul berlangsung selama 40 tahun (1050–1010 SM). Diperkirakan, Saul menjadi raja selama 18 tahun semasa Samuel masih hidup, dan kemudian memerintah sendirian selama 22 tahun. Daud selanjutnya menggantikan Saul sebagai raja Israel yang kedua. Kendati riwayatnya berakhir tragis, Saul diakui sebagai pejuang yang gigih mempertahankan Israel dari ancaman bangsa-bangsa sekitarnya. Kidung ratapan yang dinyanyikan Daud dalam 2 Samuel 1: 23—24, mengenang kepahlawanan Saul juga Yonatan. 

“Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa. Hai anak-anak perempuan Israel, menangislah karena Saul, yang mendandani kamu dengan pakaian mewah dari kain kirmizi, yang menyematkan perhiasan emas pada pakaianmu.”

TAG

israel

ARTIKEL TERKAIT

Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Selintas Hubungan Iran dan Israel Tepung Seharga Nyawa Seputar Deklarasi Balfour Pangeran William, Putri Diana, dan Palestina Piala Asia Tanpa Israel Mandela dan Palestina Pendukung Zionis yang Mengutuki Kebrutalan Israel Wapres RI Minta Wapres AS Hentikan Agresi Israel ke Palestina Mimpi Raja Faisal Memerdekakan Palestina dan Masjid Al-Aqsa