Beribu-ribu orang Filistin berkumpul di seberang Lembah Elah, tepi Barat wilayah Yudea. Jumlahnya tak berbilang, seperti banyaknya pasir di lautan. Mereka siap memerangi bangsa Israel yang berkemah di Lembah Tarbantin. Sementara itu, tentara Israel yang dipimpin Raja Saul hanya berjumlah 600 orang. Secara kalkulasi, Israel jelas di ambang kekalahan menghadapi orang Filistin.
“Lalu tampillah keluar seorang pendekar dari tentara orang Filistin. Namanya Goliat, dari Gat. Tingginya enam hasta sejengkal. Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga. Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam ratus syikal besi beratnya. Dan seorang pembawa perisai berjalan di depannya,” demikian Alkitab mencatat dalam kitab 1 Samuel 17:4--7.
Goliat menghampiri barisan Israel. Seraya berseru, dia menantang orang Israel untuk memilih salah satu prajurit terbaiknya. Sebagai sesama orang terkuat dari kaum masing-masing, Goliat akan menghadapinya dalam pertarungan satu lawan satu. Bangsa Israel gemetar ketakutan mendengar tantangan Goliat itu. Hingga majulah seorang pemuda penggembala domba bernama Daud. Dibandingkan Goliat, Daud bukanlah lawan yang sepadan. Selain berpostur lebih kecil, Daud juga belum berpengalaman dalam berperang. Apalagi Daud hanya bersenjatakan sejenis katapel yang disebut ali-ali dan tongkat gembala.
Baca juga: Eleazar, Imam Besar Bangsa Israel
Ketika Goliat maju untuk memburunya, Daud mengambil batu dari sakunya. Ali-ali Daud yang berisi batu kecil itu melesat hingga terbenam menerjang dahi Goliat. Goliat terhuyung-huyung hingga kemudian rubuh berkalang tanah. Daud kemudian berlari ke arah Goliat dan mengambil pedangnya. Lalu Daud memancung kepala Goliat. Pemandangan itu gantian membuat orang-orang Filistin ketar-ketir. Pertempuran akhirnya dimenangkan oleh bangsa Israel. Daud dielu-elukan sebagai pahlawan.
Kisah pertarungan Daud dan Goliat tercatat dalam kitab suci agama Samawi, yaitu Kristen dan Islam. Ia menjadi cerita Alkitab populer bagi anak-anak di gereja. Sementara itu, Goliat dalam Al Quran disebut dengan nama Jalut. Filistin sebagai sebuah entitas wilayah telah bersalin nama menjadi Palestina.
Bangsa Filistin semula adalah suku-suku pengarung samudra yang berasal dari Pulau Kreta di Laut Tengah, kini masuk wilayah Yunani. Orang-orang Mesir menyebut mereka Peleset sedangkan bangsa-bangsa tetangga yang lain menyebut Filistin. Kendati demikian, sejarah bangsa Filistin acap ditulis secara bias dalam kronik bangsa-bangsa tetangga seteru Filistin. Bangsa Israel adalah musuh bebuyutan bangsa Filistin. Permusuhan kedua bangsa ini setidaknya tercatat ketika bangsa Israel dipimpin oleh pemerintahan hakim-hakim, sekira abad ke-11 SM.
Baca juga: Tokoh Yosua dalam Alkitab
Bangsa Filistin bermukim di kota-kota yang membentuk aliansi yang terorganisasi secara longgar di tepi barat wilayah Yudea. Kota-kota paling kuat dalam aliansi itu adalah Gaza, Ashkelon, Ashdod, Gath, dan Ekron yang disebut “Pentapolis”. Dengan kata lain, sepanjang pantai Laut Tengah dikuasai oleh bangsa Filistin. Orang Filistin enggan menyerahkan sejengkal bidang tanah mereka kepada bani Israel yang dianggap sebagai bangsa pendatang. Mereka berkeinginan pula untuk merebut Pegunungan Betlehem, dengan demikian membelah dua wilayah Israel.
Sebaliknya, bagi bangsa Israel, tanah yang dijanjikan sejak zaman bapa leluhur Ibrahim meliputi daerah Filistin. Inilah yang memicu perang berkepanjangan antara Filistin dan Israel.
Ketika Israel dipimpin oleh Raja Saul, bangsa Filistin tampil mendominasi. Angkatan perang Filistin terbilang lebih kuat karena menguasai teknologi pengolahan besi dan logam. Mereka bahkan sanggup melakukan embargo senjata terhadap Israel. Pertempuran di Lembah Elah menjadi titik balik kejatuhan orang Filistin sekalipun prajurit terkuat Goliat ada di pihak mereka.
Baca juga: Para Pembangun Yerusalem
Pasukan Filistin mendirikan perkemahan di punggung selatan Lembah Elah. Pasukan Israel berkemah di sisi seberangnya. Kedua pihak sama-sama tak berani maju lebih dulu. Menyerang duluan berarti harus menuruni punggung bukit lalu menantang bahaya dengan mendaki bukit yang ditempati musuh. Orang-orang Filistin kehabisan kesabaran. Mereka mengutus prajurit terkuatnya ke dasar lembah untuk memecah kebuntuan dengan cara bertarung satu lawan satu.
Sejarawan Susan Wise Bauer menggambarkan Goliat sebagai prajurit petarung berpostur raksasa. Tingginya mencapai tiga meter dan bobot tubuhnya tidak lumrah. Pemilihan Goliat sebagai petarung yang mewakili Filistin dengan senjata lengkap dan telah menjadi petempur sejak zaman mudanya adalah sebuah sikap superioritas yang merendahkan bangsa Israel.
“Daud, yang percaya bahwa Allah menyertainya, keluar dengan membawa katapel, memukul rebah Goliat dengan satu lontaran batu yang tepat mengenai kepalanya, dan memotong kepala raksasa itu dengan pedangnya sendiri,” tulis Susan dalam Sejarah Dunia Kuno: Dari Cerita-Cerita Tertua Sampai Jatuhnya Roma.
Baca juga: Bom Fosfor Putih Bukan Senjata Biasa
Sementara itu, penulis sejarah Malcolm Gladwell dalam bukunya David and Goliath: Underdogs, Misfit, and the Art of Battling Giants coba membuktikan kekuatan ali-ali Daud secara saintifik. Menurutnya, ketika Daud memutar-mutar katapelnya, makin lama putarannya makin cepat hingga enam sampai tujuh putaran per detik. Daud mengincar titik lemah Goliat yang terletak di dahinya. Mengutip pendapat Eitan Hirsch, pakar balistik Tentara Pertahanan Israel, Gladwell menunjukkan bahwa batu berukuran biasa yang dilontarkan pelontar ahli pada jarak 35 meter bakal menghajar kepala Goliat dengan kecepatan 34 meter per detik. Daya sebesar itu cukup untuk menembus tengkorak dan membuat Goliat pingsan atau bahkan tewas.
Selain faktor kekuatan ali-ali Daud, Gladwell juga menambahkan dari sudut pandang pakar kedokteran bahwa Goliat menghadapi kondisi medis serius. Dari ciri yang tertulis di Alkitab, Goliat seperti seseorang yang menderita apa yang disebut akromegali --penyakit akibat tumor jinak di kelenjar pituitari. Tumor itu menyebabkan produksi berlebihan hormon pertumbuhan, yang menjelaskan mengapa ukuran tubuh Goliat menjulang di atas orang normal pada zaman itu. Efek samping dari akromegali adalah masalah penglihatan. Bujang yang membawa perisai Goliat jadi petunjuk bahwa Goliat mengalami rabun sehingga perlu bantuan penuntun.
Baca juga: Hamas Senjata Makan Tuan Israel
“Daud berlari menuju Goliat, diperkuat oleh keberanian dan keyakinan. Goliat tak bisa melihat musuhnya mendekat --dia pun tumbang, karena terlalu besar, lamban, dan rabun untuk memahami bahwa keadaan telah berbalik,” tulis Gladwell.
Melihat Goliat dipancung Daud, orang Israel bangkit menyerbu perkemahan tentara Filistin. Orang-orang Filistin mati berserakan di sepanjang jalan ke Gath dan Ekron. Setelah naik takhta menggantikan Saul sebagai raja kedua bangsa Israel pada 1010 SM, Daud menumpas habis kekuasaan bangsa Filistin. Menurut Susan Wise Bauer, itulah akhir kekuasaan Filistin sebagai suatu kerajaan yang kuat. Masa kejayaan mereka hanya berlangsung selama satu abad lebih sedikit.
Kendati sudah berselang tiga ribu tahun sejak zaman Daud dan Goliat, pertikaian antara Israel dan Filistin tak kunjung usai. Seperti di masa silam, konflik terjadi antara negara Israel modern dengan bangsa Palestina yang berjuang untuk kedaulatan dan tanah air mereka. Perang di antara keduanya memakan banyak korban jiwa bahkan sampai hari ini.*