Volvo menjadi trending topic karena tak apa-apa setelah ditabrak oleh Fortuner dari belakang di tol dalam kota arah ke Tanjung Priuk, Jakarta, Selasa (15/9). Volvo 960GL tahun 1997 itu hanya penyok sedikit, sedangkan muka Fortuner hancur. Warganet pun membandingkan ketangguhan mobil Eropa dan Jepang.
Volvo masuk Indonesia sejak setengah abad lalu. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Volvo adalah PT Central Sole Agency milik Salim Group, perusahaan yang didirikan oleh Liem Sioe Liong alias Sudono Salim yang dekat dengan Presiden Soeharto. Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil impor harus dirakit di dalam negeri, Salim Group mendirikan PT ISMAC (Indo-Swedish Motor Assembly Corporation), perusahaan patungan bersama PT. Pembangunan Jaya dan A.B. Volvo.
Wakil Presiden Sultan Hamengkubuwono IX meresmikan pabrik perakitan Volvo PT ISMAC di Ancol, Jakarta pada 22 Oktober 1975. Investasi pembangunan pabrik menelan biaya 9 juta dolar. Tanah untuk pabrik itu dihitung sebagai saham PT Pembangunan Jaya.
Baca juga: Laporan Khusus: Berdiri di Atas Mobil Sendiri
Bondan Winarno dalam Tantangan Jadi Peluang: Kegagalan dan Sukses Pembangunan Jaya Selama 25 Tahun, menyebut Volvo sendiri sudah mulai dipasarkan di Indonesia sejak 1968, dan baru pada 1975 mulai dirakit di sini dengan berdirinya PT ISMAC.
“Volvo pertama rakitan PT ISMAC mulai meluncur di jalanan Indonesia pada 1975. Kini (1987, red.), bus dan mobil sedan Volvo di Indonesia sepenuhnya dirakit oleh ISMAC,” tulis Bondan.
Menurut Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto, usaha ini menyuplai kendaraan bagi para pejabat dan perwira tinggi. Sayangnya, perusahaan tertatih-tatih dalam mencetak untung, sebagian besarnya karena mayoritas konsumen adalah pemerintah. Bagaimana caranya minta uang kepada para jenderal? Mereka berharap negara membayari, padahal pemerintah mungkin saja tidak punya anggaran. Banyak Volvo untuk para pejabat senior, tetapi perusahaan tidak mendapat uang dari mereka.
Baca juga: Liem Sioe Liong Sang Taipan Mi Instan
“Banyak sekali Volvo terjual untuk para pejabat tinggi Angkatan Bersenjata, polisi, dan pemerintah, tetapi tidak dibayar. Karena itu tidak mengherankan jika perakitan Volvo adalah bisnis merugi. Ini sangat memukul Albert Salim [anak Liem Sioe Liong) yang jelas tidak senang dihubungkan dengan bisnis bikin rugi. Bertahun-tahun kemudian dia menyatakan bahwa sangat sulit mendapatkan uang dengan menjual Volvo pada masa itu,” tulis Richard dan Nancy.
Kendati demikian, keadaan itu tak menghentikan Salim Group ekspansi di bidang otomotif. Salim Group sempat memegang keagenan BMW tapi pada akhir 1970-an dijual ke Astra. Pada 1980, Salim Group membeli keagenan mobil Mazda, truk Hino, dan Land Rover dari pengusaha Hasjim Ning.
Baca juga: Sejarah Mobil Timor Tommy Soeharto
Salim Group juga membeli perusahaan milik pengusaha kasino, Atang Latief, yang memegang keagenan Suzuki, yaitu Indomobil Utama dan Indohero Steel & Engineering. Yang menjalankan bisnis Suzuki adalah Soebronto Laras. Salim Group kemudian menambahkan merek Datsun (Nissan) dan merek-merek lain ke Indomobil.
Menurut Richard dan Nancy, Salim Group membeli Indomobil dengan syarat yang tidak diungkapkan, tetapi belakangan Soebronto mengatakan bahwa syarat itu termasuk kesepakatan dirinya tetap di situ. “Dengan ditutupnya kasino, kami harus bergantung pada sebuah kelompok besar, dan mereka [Salim Group] membutuhkan mitra yang sudah berkembang baik… [Salim Group] sudah menjajal [otomotif] itu betul, tetapi tidak mengembangkannya,” kata Soebronto.
Dalam otobiografinya, Meretas Dunia Automotif Indonesia, Soebronto menceritakan bagaimana membangun kembali imej Volvo. Dia yakin masih bisa menyelamatkan Volvo karena masih bisa berjalan sendiri. Show room Volvo dihidupkan kembali. Tetapi, untuk mengangkat kembali citra Volvo memang sulit. Harus membuat perhitungan yang sangat matang dalam membangun kembali Volvo. Harus melewati banyak kesulitan terutama mencari pemasaran.
“Hanya saja, kami sangat yakin dengan kualitas prima sedan Volvo produksi Swedia ini,” kata Soebronto. “Kami sangat yakin, sebenarnya Volvo juga memiliki pasar di Indonesia.”
Soebronto melakukan gebrakan penjualan pada 1987. Dalam acara pameran Volvo di berbagai negara, di Indonesia diadakan di Ballroom Hotel Hilton Internasional pada 19 Oktober 1987. Indomobil mendapat biaya promosi iklan dari agen tunggal Volvo, Volvo Car Corporation, melalui perwakilan Volvo untuk Asia yang berkedudukan di Singapura. Dalam iklan diperlihatkan bagaimana animo orang di luar negeri terhadap Volvo.
“Di Taiwan, malah mobil Volvo disusun tujuh untuk membuktikan Volvo sangat kuat dan tahan benturan,” kata Soebronto.
Baca juga: Cerita Pahit Mobil Rakyat Mazda MR 90
Soebronto mengundang 200 tamu eksekutif yang dianggap potensial untuk membeli Volvo mewah. Hasilnya luar biasa. Ciputra saja membeli enam mobil Volvo 740 jenis Classic 2.3.
“Bayangkan saja, hanya dalam waktu beberapa jam mampu menjual Volvo 75 unit atau memasukkan uang Rp4,5 miliar,” kata Soebronto.
Volvo berjaya pada masa Orde Baru. Volvo menjadi kendaraan dinas para menteri dan pemimpin lembaga negara. Bahkan, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Jakarta pada 1992, Volvo termasuk kendaraan yang dipilih pemerintah untuk para pemimpin negara-negara peserta konferensi.
Setelah Orde Baru berakhir, Volvo masih bertahan sebagai kendaraan para menteri dan pemimpin lembaga negara sampai era Presiden Megawati Sukarnoputri. Setelah itu, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (2004–2009), kendaraan menteri diganti Toyota Camry.
Baca juga: Tergoda Mobil Chevy
Menurut Hamid Awaludin dalam Solusi JK: Logis, Spontan, Tegas, dan Jenaka, kabarnya, JK meminta kepada SBY agar soal kendaraan para anggota kabinet diserahkan kepadanya. Saat itu, Volvo masih dipertimbangkan untuk kembali dipakai. Namun, JK menghitung Volvo terlampau mahal.
JK memilih sedan Toyota Camry. Dia mau membeli sekitar 40 unit tapi harganya Rp275 juta per unit, jauh di bawah harga jual, Rp425 juta. Alasannya, dengan dipakai para menteri dan pemimpin lembaga negara mobil itu dengan sendirinya diiklankan.
“Masa jabatan menteri kan lima tahun. Jadi, selama lima tahun tersebut, menteri-menteri memakai Camry. Artinya, Anda sudah dipasarkan dengan sendirinya oleh para menteri dan pimpinan lembaga negara lainnya,” kata JK.
“Banyak pengusaha mobil dari berbagai merek datang untuk menawarkan produknya, termasuk Volvo,” lanjut JK. “Jadi, kalau Anda tertarik dengan tawaran saya, oke, kali ini kita mulai sejarah baru bahwa para menteri dan pejabat lembaga negara lainnya akan menggunakan Toyota. Ini sebuah era baru bagi Toyota.”
Baca juga: Benarkah Ketok Magic Memakai Kekuatan Gaib?
Tawaran JK diterima oleh Toyota Astra Motor. Para menteri dan pemimpin lembaga negara pun memakai Toyota Camry. Pada periode kedua SBY-JK (2009–2014), para menteri dan pemimpin lembaga negara masih memakai Toyota tapi di atas Camry, yaitu Crown Royal Saloon G.
“Prediksi JK tidak meleset. Begitu para menteri memakai sedan Camry, pelan-pelan para pejabat daerah pun mulai ikut memakai Camry. Sektor swasta pun demikian. Dan hingga kini (2009, red.) omset penjualan Camry, dari berbagai jenis dan kelas, tetap saja digemari orang di Indonesia,” tulis Hamid.
Tak lagi digunakan sebagai kendaraan dinas oleh menteri dan pemimpin lembaga negara seakan menjadi akhir dari era Volvo. Indomobil pun melepaskan Volvo. Sejak Januari 2017, Garasindo Group menjadi pemegang tunggal Volvo di Indonesia.