PARA mekaniknya hanya menggunakan peralatan sederhana, seperti palu. Namun, hasilnya cukup memuaskan, kendaraan penyok kembali mulus. Biayanya pun terjangkau. Itulah jasa reparasi ketok magic. Kata “ketok” mungkin menunjukkan peralatan yang digunakan yaitu palu. Sedangkan kata “magic” yang memunculkan syakwasangka; jangan-jangan prosesnya menggunakan magi (kekuatan gaib). Sialnya, banyak orang percaya.
“Mitos perkotaan menyebutkan ketok magic mempekerjakan jin untuk menghapus penyok. Para mekanik mengabadikan mitos itu dengan merahasiakan proses pengerjaannya, meminta pelanggan tidak mengintip di sekitar pintu garasi sementara mereka bekerja,” tulis Christopher Torchia dan Lely Djuhari dalam Indonesian Slang: Colloquial Indonesian at Work. Ini yang membedakan dengan jasa cat duko dan las ketok, di mana pelanggan bisa melihat pengerjaannya.
Kusmanadi, ahli ketok magic asal Blitar, membantah bahwa ketok magic bukan hasil kerja tuyul, setan genderuwo atau apapun juga. Tidak benar pekerjaan itu harus dikerjakan dengan upacara dan sesajian. Begitu juga biaya reparasi yang harus berekor angka ganjil, seperti Rp56.666, Rp50.000 boleh saja.
“Saya tahu persis, pekerjaan itu hasil tangan orang yang betul-betul ahli,” kata Kusmanadi, pria kelahiran Bleduk Blitar, 11 Juni 1959, seperti dikutip majalah motor dan mobil, M&M, No. 15/XVII/Februari 1988.
Siapakah pelopor ketok magic? Menurut M&M, Kusmanadi adalah murid langsung dari Mbah Turut yang kali pertama mempopulerkan ketok magic. Pada 1976, Kusmanadi hanya sampai kelas dua SMP di Blitar, karena harus membantu orangtuanya memenuhi biaya hidup keluarga. Tidak jauh dari rumahnya, dia membantu Mbah Turut yang memiliki bengkel. Meski tidak berpendidikan teknik, Mbah Turut memiliki keahlian yang mumpuni dalam memperbaiki kendaraan. Awalnya hanya membantu memberikan peralatan seperti palu, kemudian dia diajari mengetok bagian-bagian yang gampang. Pada kesempatan ini, dia dan delapan orang yang belajar kepada Mbah Turut.
Setelah tiga tahun belajar pada Mbah Turut, Kusmanadi tidak langsung membuka bengkel, namun membantu kakaknya jualan sayuran. Baru pada 1984, dia diajak kawan seperguruan membuka bengkel di Yogyakarta. Ketika Mbah Turut masih hidup, namanya bukan ketok magic, tapi kenteng teter.
“Jadi waktu itu, orang-orang bilang sama si mbah, mau neterin ini mbah,” kata Kusmanadi. “Di kota Yogya inilah istilah kenteng teter, berubah nama menjadi ketok magic. Istilah ketok magic timbul dari ketidakpercayaan masyarakat akan hasil pekerjaan kami. Ketika itu, mereka beranggapan hasil kerja kami dilakukan atas bantuan magic. Mana mungkin kami bisa mengerjakan begitu cepat dan baik? Begitu pikir mereka. Maka timbullah istilah baru, ketok magic.” Sayangnya, ada pekerja ketok magic yang mengiyakan dan mengatakannya kepada sebuah media terbitan Jakarta –M&M tidak menyebutkan nama media itu.
Usaha ketok magic Kusmanadi dan kawannya terus berkembang. Sampai-sampai dia dapat mengumpulkan modal sendiri untuk membuka bengkel baru. Seiring dengan itu, ketok magic bagai wabah, menyebar ke kota-kota lain, seperti Jakarta. Untuk memperkuat usahanya, setiap bengkel ketok magic menambahkan tempat asal ketok magic: Blitar.
“Ketok magic paling terkenal berada di Blitar, Jawa Timur, di mana ketok magic pertama kali dibuka pada akhir 1950-an,” tulis Torchia dan Lely. Padahal, Mbah Turut telah meninggal tahun 1982. “Mungkin ada muridnya langsung dari si mbah, atau cucu muridnya, atau tidak ada hubungannya sama sekali tetapi mendompleng kemasyhuran si mbah,” terka Kusmanadi.
Sukses di kota Gudeg, Kusmanadi hijrah ke ibukota Jakarta. Dia buka bengkel di Condet, Jakarta Timur. Kewalahan melayani pelanggan, sampai-sampai dia tolak. Bengkel kotok magic bermunculan di kota Metropolitan ini. Pada 1988, terdata kurang lebih ada 40 bengkel ketok magic. Akibatnya, kliennya terus menurun dan dia memutuskan pindah ke Buncit, Jakarta Selatan. Di tempat baru ini, bengkelnya masih cukup ramai dikunjungi pelanggan, meski tak sesukses di tempat pertama.
Ketok magic hingga kini masih eksis mereparasi kendaraan yang penyok. Tentu saja dengan keahlian “mengetok” bukan dengan “magic.”
[pages]